Dua minggu sudah Mas Fatir tak kembali. Aku sih sebenarnya ngga masalah. Tapi anak-anak udah sering nanyain Mas Fatir.
Biasanya kalau hari Minggu, Mas Fatir kan di rumah. Ia selalu menemani Widya dan Kifli menghabiskan hari libur bersama. Entah itu main mobil-mobilan, main kejar-kejaran bareng Widya atau apapun yang membuat mereka senang.
"Bunda...Ayah ko lama ya di rumah nenek.." Tanya Widya. sambil memelukku.
"Mungkin Ayah lemburnya masih panjang sayang...lagian kan ada Bunda.." jawabku memberi alasan pada Widya.
"Tapi ko Ayah ngga nelpon Bun..." Tanya Widya yang masih ingin tau
" Mungkin terlalu sibuk sayang...Ayah kan kerja!!" Jawabku. Sebenarnya Aku kasihan sama anak-anak. Tapi mau bagaimana lagi.
"Bunda...yuk temuin Ayah di rumah Kakek sama nenek!" Ucap Kifli.
"Yah sudah besok pagi kita berangkat." jawabku. Tak mungkin kan aku menolak keinginan anak-anakku.
"yeeeeeeyyyy....asyik...besok ketemu Ayah..." Kedua anakku terlihat begitu antusias. Sungguh...aku sangat bahagia melihat keduanya, seakan beban pikiranku sedikit berkurang.
"Ya sudah...yuk pada bobo.. besok kita berangkatnya pagi-pagi, biar ngga kepanasan.. Ok??!!"
"siap Bunda..." ucap keduanya.
--------------------
"De Kifli..ayo...Bunda udah nungguin tu.."! ucap Widya pada kifli sedikit berteriak.
"Iya Mba..."ucapnya berlari ke arah Widya.
"Wahhhhh...Uda cantik dan ganteng ni anak Bunda.." Aku pun memuji keduanya.
"Iya dong Bun...kan mau ketemu Ayah...!!" ucap Kifli.
"Ya sudah...ayo...pakai helem dulu biar ngga kepanasan...!!" pintaku pada Widya dan Kifli.
"siap..??"tanyaku lagi pada kedua anakku.
"Siap Bunda..." jawab keduanya.
"Baca doa dulu..." pintaku pada keduanya.
Setelah selesai membaca doa, aku dan kefua anaku pun berangkat menuju rumah Mas Fatir. Kedatangan ku bukan untuk menjemput nya seperti pinta kedua mertua, namun kedatanganku untuk mengantar anak-anak menemui Mas Fatir.
Satu jam perjalan yang kami tempuh akhirnya sampai juga di halaman rumah Mertua. Kulihat di sana ada motor Mas Fatir yang sedang parkir. Berarti Mas Fatir ngga pergi bekerja.
Anak-anak pun turun dari motor metik yang ku kendarai bersama keduanya. Kulihat Widya dan Kifli berlari ke arah rumah Ayahnya, namun langkah kedua ya terhenti saat melihat Mas Fatir sedang berpelukan dengan perempuan lain.
Aku yang tadinya sedang memperbaiki helem kedua anakku sedikit heran. Kenapa Widya dan Fatir tak melanjutkan langkah mereka untuk masuk ke dalam rumah.??? Sebenarnya aku berdiri di balik pohon mangga yang besar jadi, dari sini pintu masuk tak nampak sama sekali.
Aku pun menghampiri kedua anakku. Ketika ku ikuti arah pandang keduanya. Bagai di sambar petir. Hatiku bagai di tusuk seribu pedang melihat Mas Fatir yang tega bermesraan di depan rumah. Bukan karena sakit hati melihat Mas Fatir, tapi sakit hati melihat anak-anak ku, Ia melakukannya tepat di depan Widya dan Kifli.
Ya Tuhan. Apa ini sebuah petunjuk darimu??
"Sayang...." Ucapku lembut pada kedua anakku. sambil mengusap kepala keduanya
Tanpa ku sadari, Widya berlari menuju tempat Mas Fatir dan langsung menarik rambut wanita yang hampir saja mencium Ayahnya
"Aaahhkkkkkhhhj....sakit...Mas...!"
"Widya sayang....jangan Nak...!!Bunda tak pernah mengajarkan Widya seperti itu.." ucapku mencoba membujuk Widya yang tak mau melepaskan genggaman tangannya di rambut wanita itu.
"Widya... apa-apaan ini..!!!" Mas Fatir membentak Widya.
"Mas...Jangan bentak Widya...!!!" ucapku tak terima karena Mas Fatir membentak anakku demi membela wanita itu.
Karena bentakkan Ayahnya...Widya pun melepaskan rambut wanita itu, dan menangis tanpa bersuara. Sungguh sakit hati anakku melihat kelakuan Ayahnya.
"Ayah...jahat...ayah ko tega peluk Tante-tante ini...di depan Bunda lagi Yah...apa ayah tak sauna bunda lagi???" ucap Widya. 'Ya Tuhan anakku saja masih memikirkan diriku. Tapi Mas Fatir???' Batinku.
"Viana...kamu sengaja ya bawa kifli dan Widya kesini, agar aku balik sama kamu??? Kamu menjadikan mereka senjata untuk meluluhkan ku??" tanya mas Fatir. Sepertinya Ia tak terima jika aku membawa ke dua anakku menemuinya. Padahal mereka itu anaknya juga yang sedang merindukannya. Tapi apa ini...Ia malah mengatakan jika aku memanfaatkan anak-anak ku??
"Dengar ya Mas..Aku kesini karena permintaan anak-anak yang merindukanmu.. jika bukan karena keinginan mereka, aku tak Sudi menginjakkan kaki di rumah ini." jawabku tak mau kalah. Sebenarnya tak baik bertengkar di depan anak-anak, tapi apa boleh buat. kepalang tanggung mas Fatir yang memulai
"Alahh...itu alasan kuno...bilang aja merindukanku kan??" Mas Fatir semakin ngawur.
"Mas..apa karena wanita ini sehingga tiga Minggu ini kamu tak pulang??" tanyaku ingin kepastian.
"Kamu ngga perlu tau urusanku...jika kamu memohon dan berlutut padaku...maka aku akan kembali padamu."pinta Mas Fatir. Enak saja aku di suruh bermohon dan berlutut hanya karena Ia ingin kembali.
"Denger ya Mas..aku ngga sudih harus bermohon dan berlutut padamu.., !!! jika itu pilihanmu..maka ceraikan Aku mas.." ucapku dengan tegas padanya. Sudah cukup rasa sakit hatiku melihat kedua anakku bersedih.
"Apa???kau ingin kita bercerai..??!!! baik aku kabulkan...!!! sekarang pergi kalian dari sini.." Mas Fatir pun mengusir Aku dan kedua anaknya.
"Bun...ayo kita pulang...Widya ngga mau sama Ayah lagi...ayah jahat Bu." ucap Widya dengan menangis tersedu seduh. Begitu Kifli. anak itu langsung memeluk kakaknya. Aku sungguh tak tega melihat luka di mata kedua anakku.
"Tunggu apa lagi...ayo pergi..!!" ucap Mas Fatir sambil mengangkat tangannya menunjuk ke arah jalan. " Dan tunggu surat cerai dariku." ucapnya lagi.
Aku pun tak tega melihat kedua anakku. Niat Hati ingin melepas rindu anak-anak, nun ternyata kecewa dan penolakan yang mereka dapatkan. Tega kamu Mas sama anak-anak. Aku tak akan memaafkanmu Mas.
Kami pun hendak pergi, tiba-tiba ibu mertua pun keluar dan meneriaki Aku yang sedang berjalan menuju motor yang ku parkir di balik pohon mangga dekat gerbang.
"Dasar perempuan tak tau diri...udah di usir juga...lihat kan akhirnya aku yang menang..Anakku lebih memilih Ki dari kamu dan anak-anakmu!!"
Ku tutup telinga kedua anakku, agar tak mendengar teriakan nenek mereka. Sakit...sungguh sangat sakit...di perlakukan seperti ini. Apa Ibu mertua tak menganggap anak-anak ku ini sebagai cucunya??
"Bun...kita pulang ya Bun...Widya janji..ngga akan mau lagi ketemu Ayah..."
"kifli juga janji Bun...Kifli benci Ayah..!!!!"
" yah sudah...kita pulang ya sayang...Bunda minta...jangan sampai disimpan si hati ya...!! biar bagaimanapun, Ayah itu tetap Ayah kalian. seburuk apapun sikapnya, tetap maafkan Ayah ya nak.." pintaku kepada kedua anakku. Aku tak ingin mereka membenci Mas Fatir. Biar bagaimanapun Mas Fatir adalah ayak mereka.
Setelah anak-anak sudah siap, kami pun berangkat meninggalkan rumah mertua dengan perasaan sakit. Dihina, si kucilkan bahkan tak dianggap oleh suami sendiri.
Semoga anak-anak ku bisa melupakan kejadian hari ini. Karena aku tak ingin mereka trauma dan membenci ayahnya.
Dengan perasaan campur aduk, kuputuskan untuk kembali ke rumah ayah dan ibuku. Aku akan menceritakan semuanya pada Mereka. karena tempat ya.g ku butuhkan saat ini adalah berada di dekat ayah dan ibuku.