Chereads / AKU BAYI GEDE KELUARGA / Chapter 4 - Lahirnya si Bayi Gede

Chapter 4 - Lahirnya si Bayi Gede

Waktu terus berputar, rasa duka yang selama ini telah menyelimuti keluarga si Bayi Gede karena ke pergian si Jhulli, perlahan telah memudar di makan waktu.

Suatu sore, Amo dan Jhaker pergi berburu ke hutan sekitaran kebun mereka dengan membawa sepucuk senapan dan sebilah parang dengan tujuan sambil memeriksa perangkap rusa yang telah di pasang bebarapa waktu yang lalu.

"Mo... perangkap kita kena." Teriak Jhaker dengan gembira seraya berlari ke arah perangkap rusa.

"Alhamdulillah, akhirnya rusa ini kena perangkap kita juga." Imbuh amo seraya meringkus si rusa dengan sumbringah.

"Rusanya besar, gimana kita bawanya mo?." Tanya Jhaker pada amo sambil mengelus si rusa.

"Tenang, rusanya masih bisa jalan." Timpal amo sambil memasang tali pada rongga hidung si rusa.

Setelah selesai mengubris si rusa, Amo dan Jaker pun segera pulang. Amo menarik si rusa dari depan menggunakan tali yang telah di ikat pada rongga hidung si rusa dan Jhaker sesekali mengibas punggung si rusa dari belakang ketika rusa mogok berjalan karena enggan di bawa pulang oleh Amo dan Jhaker.

Si rusa tetap berjalan meski terpincal-pincal walau kaki kanannya telah membengkak akibat terjerat di perangkap semalaman karena ada tarikan dari depan yang terpasang tepat pada rongga hidungnya membuat si rusa mau tidak mau harus tetap berjalan di tambah lagi si Jhaker dengan cekatan selalu mengibasnya dengan dedaunan ketika si rusa mogok berjalan atau melakukan perlawan ketika sedang di tarik.

"Mak... mak... kami dapat rusa besar." Teriak Jhaker dari ke jauhan.

"Mak, Amo dengan Jhaker dapat rusa besar." Lapor Ernha pada umak.

"Alhamdulillah, ngak sia-sia perangkap yang di pasang kemarin sampai amo mu dan Jhaker kemarin pulang basah kuyub kena hujan." Sahut umak dengan penjelasannya yang panjang.

"Yeeeee.... amo dapat rusa besar." Teriak Ernhi dan Mimhie seraya berlari ke arah rusa yang di bawa amo dan Jhaker.

Sabtu malam, umak merasa tanda-tanda melahirkan telah tiba. Umak pun segera meminta Ernha untuk memberitahu amo bahwa beliau akan segera lahiran.

"Ernha, kasih tahu amo. Umak akan segera lahiran." Perintah umak pada Ernha.

"Mo, umak mau lahiran." Ernha memberi tahu amo yang sedang sibuk memotong daging rusa di halaman rumah bersama beberapa tetangga.

"Cepat jemput nenek sana" Perintah amo pada Ernha.

"Baik." Jawab Ernha singkat seraya berlari ke rumah sang nenek.

Setelah beberapa saat berlari akhirnya Ernha pun tiba di rumah sang nenek dengan napasnya yang tidak beraturan dia pun segera memanggil sang nenek.

"Assalamualaikum, nek... nenek." Panggil Ernha dengan napasnya yang tersengal-sengal akibat berlari ketika sudah sampai di rumah sang nenek.

"Ada apa Ernha?." Tanya sang nenek bingung.

"Umak mau lahiran, amo suruh jemput nenek." Kata Ernha dengan wajah serius.

"Ayo berangkat segera." Timpal nenek seraya menutup pintu rumah.

Beberapa saat kemudian Ernha dan neneknya pun tiba d rumah. Nenek langsung masuk ke kamar umak untuk membantu proses persalinan atau lahiran sementara Erna dan adik-adiknya terlihat panik di ruang tamu dan sesekali mereka tertawa ria karena tingkat lucu Dheshi, yang kala itu masih lucu-lucunya karena baru berusia dua tahun.

Setelah menunggu dalam keadaan yang menegangkan beberapa saat sekitar 30 menit akhirnya terdengar sebuah suara yang di tunggu-tunggu oleh semua orang yang ada dalam rumah si Bayi Gede.

Oeee, oeeeek.... tangis suara bayi terdengar dari dalam kamar umak.

"Alhamdulillah..." Seru amo seraya masuk ke dalam kamar dan lekas mengumandangkan azan untuk sang bayi yang baru lahir setelah selesai di bersihkan oleh sang nenek.

"Adek kita laki-laki." Ucap Ernha pada adik-adiknya setelah mendengar amo mengumandangkan azan.

"Yeee... aku punya adek laki-laki." Seru Jhaker sumbringah.

Karena roda waktu terus saja berputar maka hari terus berlalu, tidak terasa sekarang si Bayi Gede sudah berusia enam tahun. Shantie sang adik bungsu pun telah lahir dan berusia empat tahun.

"Mak.... kak Dheshi mana, ini udah jam berapa, kakak udah pergi sekolah belum?." Tanya si Bayi Gede pada umak seraya mengucek matanya dan lekas berlari ke halaman rumah sambil menangis karena baru bangun tidur siang.

"Aku di sini, kamu mau kemana?." Sergah Dheshi sambil tertawa melihat si Bayi Gede menanggis sambil mengucek matanya yang telah berlari ke halaman rumah.

"Ini baru sore, mana ada orang pergi sekolah udah sore." Timpal umak sambil tertawa yang sedang melihat-lihat kutu di kepala si Dheshi.

"Aku kira ini udah pagi, aku besok mau ikut sekolah." Sahut si Bayi Gede tersipu malu dan berhenti menanggis.

"Iya, besok adek ikut sekolah ya mak." Timpal Dheshi sambil tertawa lucu.

"Mak, aku besok mau ikut kakak sekolah." Pinta si Bayi Gede seraya duduk dekat umak.

"Iya, sekarang udah sore mandi sana. Bentar lagi gelap." Sergah umak pada si Bayi Gede.

Si Bayi Gede pun segera pergi mandi dengan sumbringah karena berpikir hari besok akan ikut sang kakak ke sekolah.

Malam telah tiba, setelah selesai makan semuanya sibuk dengan urusan masing-masing.

"Mak, besok bangunkan aku iya. Aku mau ikut kakak sekolah." Pinta si Bayi Gede pada umak.

"Iya besok umak bangunkan." Sahut umak singkat.

Pukul 19 an, wib. Si Bayi Gede sudah tidur ke kamar. Malam itu dia tidak ingin mendengarkan dongeng dari amo seperti malam-malam sebelumnya sampai larut malam karena si Bayi Gede sudah bertekad besok harus bangun pagi buta supaya tidak di tinggal oleh sang kakak untuk pergi ke sekolah seperti hari-hari sebelumnya.

Malam telah pergi, subuh pun tiba yang di sambut oleh ayam jantan yang berkokok sahut menyahut berbalasan, si Bayi Gede pun sudah terbangun sebelum seisi rumah ada yang tersadar dari tidurnya. Dia menoleh pada jam dinding, ternyata jam dinding baru menunjuk pukul 16 an, wib. Alhasil, setelah beberapa saat terjaga si Bayi Gede pun tertidur lagi.

"Mak, aku pergi dulu. Assalamualaikum." Pamit Dheshi pada umak sambil mencium tangan umak.

Namun seketika itu juga si Bayi Gede pun bangun, dia lekas berlari ke arah umak dan sang kakak.

"Aku ikut ke sekolah." Teriak si bayi gede dari depan pintu.

Si Bayi Gede pun lantas meloncat tanpa sadar ke halaman rumah melewati teras depan tanpa menyentuh satu pun anak tangga yang tersusun lebih dari 10 biji anak tangga dan lekas menarik tas Dheshi yang ingin pergi sekolah.

"Adek belum bisa ikut, adek belum cukup umur." Segah Dheshi sambil menarik tas sekolahnya dari si Bayi Gede.

"Mak, aku mau ikut ke sekolah." Pinta si Bayi Gede dalam posisi memegang erat tas sang kakak.

"Kamu belum bisa ikut ke sekolah, cepat lepas tas kakaknya." Sergah umak dengan tenang dan bijak.

"Lepas tasnya dek, nanti kakak terlambat." Timpal Dheshi seraya menarik tasnya.

"Aku mau ikut sekolah." Pinta si Bayi Gede sekali lagi seraya menanggis karena tangannya telah terlepas dari tas sang kakak.

Dheshi pun segera berlari ke arah kawan-kawannya yang menunggunya di beberapa meter kedepan. Si Bayi Gede pun berlari mengejar sang kakak dengan isak tangisnya yang pecah. Namun, karena si Bayi Gede tidak pernah bermain jauh dari halaman rumah. Seketika, setelah dia tidak mampu mengejar sang kakak. Si Bayi Gede merasa ketakutan dengan lingkunga sekitar karena dia telah berada jauh dari rumah. Oleh karena itu si Bayi Gede pun segera berlari pulang dengan isak tangisnya yang semakin pecah.

"Lim, kenapa nangis molong?." Tanya salah seorang kakak sepupu si Bayi Gede kepada umak.

"Mau ikut kakaknya ke sekolah." Jawab umak seraya menenangkan si Bayi Gede.

"Udah jangan nangis Lim, nanti kalau udah sekolah ngak mau sekolah." Timpal kakak sepupunya yang judes dengan sinis.

"Udah, ayo masuk kerumah. Main sama adek di rumah, umak mau masak." Seraya menarik perlahan tangan si Bayi Gede untuk masuk ke dalam rumah.

Setelah berada dala rumah si Bayi Gede pun menghentikan isak tangisnya karena melihat sang adik masih tertidur dalam ayunan.

"Adek masih tidur ya mak?." Tanya si Bayi Gede seraya menghentikan tangisannya.

"Iya, tunggu ayunan adek iya. Umak mau masak ke dapur." Imbuh umak seraya mengoncang ayunan Shantie dan lekas pergi ke dapur.

"Iya, aku mau cium adek. Boleh mak?." Tanya si Bayi Gede dengan polos.

"Boleh, tapi hati-hati takut adek ke bangun terus nangis. Kalau adek nangis mak tidak bisa masak nanti amo marah." Timpal umak menjelaskan sambil tersenyum.

"Iya." Jawab si Bayi Gede singkat sambil baring di samping ayunan sang adik.

Suasana terasa panas, matahari tepat berada di atas kepala. Jam dinding telah menunjuk angka pukul 12 wib.

"Assalamualaikum mak..." Suara Mimhie dan Dheshi terdengar bersamaan.

"Waalaikumsalam..." Jawab umak dari dari dapur.

"Adek Lim mana mak?." Tanya Dheshi pada umak.

"Ada, tidur di kamar." Jawab umak singkat.

"Sayur apa kita mak?" Tanya Mimhie setelah meletakan tas pelajarannya dan ganti pakaian.

"Lihat aja ke dapur, yang dalam mangkok jangan di gangu itu untuk amo." Umak memberitahu Mimhie dan Dheshi.

Malam yang hening, semua keluarga si Bayi Gede pun berkumpul di ruang tamu sambil menikmati langit malam yang di hiasi gemerlap bintang yang bertaburan.

"Mak, aku mau sekolah ke serawai ikut bik Supi, boleh ya?." Tanya Mimhie sambil baca buku pelajaran seraya menoleh kepada amo.

"Kalau umak terserah amo. Kamu tanyakan sama amo." Sahut umak secara bijak.

"Ngak boleh, di kampung sendiri sudah ada sekolahan kenapa harus pergi sekolah ketempat lain" Sergah dan titah Amo sebelum Mimhie kembali bertanya.

"Pokoknya Aku mau pindah sekolah ikut bik Supi." Protes Mimhie lekas pergi ke kamar dan menangis.

Sabtu sore, Mimhie telah mengemas barang-barangnya untuk pergi ke rumah bik Supi sepupu dari umak dan tinggal ingin bersama mereka untuk sekolah di sekolahan favoritenya.

"Kenapa pakaian mu di simpan dalam tas semua?." Tanya umak merasa aneh.

"Besok aku mau pergi tempat bik Supi, aku mau pindah sekolah." Jelas Mimhie sambil tetap beres-beres barangnya yang perlu dia bawa.

"Amo mu melarang jadi jangan pergi, nanti amo bisa marah." Timpal umak mengingatkan.

"Aku tidak perduli, pokoknya aku mau sekolah di kecamatan." Sahut Mimhie menjelaskan ke inginannya.

"Iya sudah, nanti umak bantu bicarakan sama amo kalau kamu memang sudah nekad." Sahut umak seraya memeluk Mimhie.

"Makasih iya mak." Jawab Mimhie seraya memeluk erat umak.

"Ingat kamu jangan malas, jangan suka melawan, jangan mencuri, jangan suka keluar malam dan jangan lupa sholat kalau ikut bik Supi, iya." Nasehat umak pada Mimhie seraya mengelus-ngelus kepala Mimhie.

"Iya mak, aku janji akan ikuti nasehat mak. Nanti, aku akan mudik setiap sabtu sore atau minggu pagi." Sahut Mimhie lagi.

"Iya, kamu rajin-rajin belajarnya supaya pintar." Timpal umak kemudian.

Hari terasa beganti sangat cepat, sabtu malam telah berlalu sekarang pagi minggu pun tiba.

"Mo, aku pamit mau ke serawai." Mimhie memberitahu dan ingin berpamitan.

"Ngapain ke serawai?." Tanya amo sedikit meninggikan suaranya karena beliau tahu akan tujuan anaknya yang sudah membawa banyak barang.

"Dia mau pindah sekolah dan tinggal ikut Supi." Sahut umak sambil menyodorkan gelas kopi kepada amo.

"Aku tidak akan ikut campur kalau kau pergi dan sekolah di kecamatan, aku tidak ada duit untuk biayain kau sekolah di sana. Sekolah di sana akan menambah biaya, sekolah di kecamatan mahal." Timpal amo panjang lebar.

"Aku tidak akan memberatkan amo, aku akan bekerja sambil sekolah. Kalau aku tidak bisa mudik sore sabtu atau hari minggu ketika libur tolong kirimkan aku beras, itu saja pinta ku." Sahut Mimhie sambil menunduk.

"Iya udah pergi sana, nanti kamu ke tinggalan kendaraan." Jawab umak dan lekas menyuruh Mimhie cepat berangkat takut amo berubah pikiran dan marah karena umak tahu dari bahasa amo, amo tetap tidak mengizinkan Mimhie pergi tapi amo mencoba mengerti.

"Aku pergi, assalamualaikum." Mimhie pun berpamitan seraya memeluk umak dan menatap amo dari jauh, tidak berani mendekat takut amo marah karena amo pun telah memalingkan wajahnya keluar jendela.

"Waalaikumsalam, ingat pesan dan nasehat umak iya." Umak mengintatkan seraya melambaikan tangan. Mimhie menganguk dan tersenyum dengan mata berkaca-kaca kemudian melangkah pergi setelah sekali lagi kembali memeluk umak.

Hari telah sore, semua orang sibuk di sungai. Ada yang menjala ikan, mencuci pakaian, mencuci barang dapur, mandikan anak dan lain sebagainya.

"Lim... pulang!." Teriak Dheshii dari ke jauhan seraya menampakkan sepotong ranting di tangannya untuk menakuti Lim.

"Iya nanti." Jawab si Bayi Gede dari sungai dan masih tetap berenang kesana-kemari.

"Buruan pulang!." Teriak Dheshi mengingatkan.

"Aku masih mau mandi." Jawab si Bayi Gede tidak perduli.

"Cepat pulang, udah mau magrib." Teriak Dheshi semakin keras. Tapi, si bayi gede tetap tidak menghiraukan panggilan sang kakak.

"Ku bilang sama amo, kau ya!." Ancam Dheshi kemudian menghilang.

"Iya aku pulang." Jawab si Bayi Gede dan lekas pulang dengan cepat.

Tanpa di ketahui oleh si Bayi Gede ternyata Dheshi sang kakak telah bersembunyi di balik pohon kelapa seketika si bayi gede tiba melintas di dekat pohon kelapa tempat Dheshi sang kakak bersembunyi menunggu ke datangan si Bayi Gede. Plak, pluk, plakkk... Dheshi memukul kaki si Bayi Gede menggunakan ranting.

"Au... sakit... jangan sakit, ampun kak... sakit..." Teriak si Bayi Gede sambil mengelak dan tertawa.

"Inilah akibat kamu ngak bisa di kasih tahu baik-baik." Jawab Dheshi sambil tertawa dan terus mengejar si Bayi Gede sampai ke halaman rumah.

"Udah jangan ribut, ganti pakaian sana." Sergah amo pada si Bayi Gede seraya memukul bokong si Bayi Gede dengan handuk.

Suasana malam yang hening, angin sepoi-sepoi dan bintang yang bertaburan membuat malam itu terasa sangat indah dan nyaman bak di surga.

Tiada listrik, pemandangan kiri dan kanan pun gelap gulita yang terdengar sebagai lagu hanya suara jangkrik namun malam itu terasa sangat istimewa. Umak, Shantie, Dheshi, dan si Bayi Gede duduk di teras rumah sambil menatap bintang sesekali mereka pun bercanda sambil menikmati suara jangkrik yang hiruk pikuk.

"Mak, amo kemana?."Tanya si Bayi Gede pada umak sambil tetap menatap bintang.

"Pergi cari ikan." Jawab umak singkat.

"Aku ngantuk, tidur duluan iya mak." Dheshi berpamitan dan lekas ke kamar.

"Iya, Lim ayo tidur udah malam." Ajak umak pada si Bayi Gede.

"Nanti aja mak, aku masih mau lihat bintang." Jawab si Bayi Gede.

"Mak udah ngantuk, adek mu juga udah tidur nih. Mak duluan iya, nanti pintu di tutup cukup segel aja menggunakan kain jangan di kunci kalau amo belum pulang." Timpal umak seraya mengendong Shantie ke kamar.

"Iya." Jawab si Bayi Gede seraya tetap dalam posisi menatap bintang.

Beberapa saat kemudian setelah di tinggal sendirian, tidak lama si Bayi Gede merasa sangat dingin dan dia pun mulai mengantuk. Namun tiba-tiba bulu romanya merinding sehingga membuatnya takut. Akhirnya, dia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dan menyegel kaki pintu mengunakan kain supaya tidak terbuka saat di terpa angin kemudian dia pun berbaring di ruang tamu dan terlelap tidur.

###