Pagi itu terlihat beberapa anak laki-laki sedang berkumpul di depan sebuah kelas. Sepertinya, mereka sedang menyusun sebuah rencana.
Siapakah beberapa anak laki-laki itu?
Coba putar mundur sedikit memorinya, kembali pada kisah yang di ceritakan pada bab ke enam.
Nah, apakah sekarang kalian sudah ingat kisah pada cerita sebelumnya pada bab enam?
Itu loh ceritanya, ada beberapa anak laki-laki yang ingin mengerjai si Bayi Gede. Mereka ingin mengikat si Bayi Gede dan menyekapnya di toilet.
"Gimana rencana kita, jadikah?." Tanya Awang kepada Alib dan kawan-kawan.
"Aku sih, yes! kalian gimana?." Jawab Alib seraya menoleh pada Sancau, Sadikin dan Robet dengan bercakak pingang dan menaikan alisnya.
"Aku Yes!." Jawab Sadikin sumbringah.
"Aku ngak ikut!." Timpal Robet seraya mengankat kedua tangan ke atas.
"Aku juga ngak ikut, lagi gak fit." Tambah Sancau dalam posisi duduk dan wajah yang pucat.
"Bertiga aja, lanjutkah?." Tanya Awang seraya menoleh kepada Alib dan Sadikin.
"Tetap lanjut dong!." Jawab Alib seraya menoleh kesal kepada Robet karena tidak mau ikutan.
"Hmmm... sebaiknya kita batalkan aja." Timpal Sadikin membuat Awang dan Alib menatapnya penuh arti.
"Kau kenapa jadi banci juga?." Sergah Alib dengan nada agak kasar.
"Bukan takut, gak seru aja kalo cuma bertiga." Jawab Sadikin dengan santai.
Setelah mndengar penjelasan Sadikin ternyata Awang pun jadi berubah pikiran juga.
"Benar juga, aku juga jadi gak mood kalau gak ramai-ramai." Timpal Awang seraya menarik kursi dan duduk santai dengan kaki sebelahnya di atas.
"Lho semua aneh!." Balas Alib kesal dan pergi menjauh dari rombongan.
Lonceng telah bernyanyi dan sekarang semua anak-anak sudah berada dalam kelas masing-masing.
"Lim, tugas matematika punya mu udah selesai belum?." Tanya Alib kepada si Bayi Gede dengan sikap ramah yang di buat-buat.
"Sudah, kenapa?." Jawab si Bayi Gede dengan nada curiga.
"Gak kenapa-kenapa." Jawab Alib singkat terus berlalu pergi ke mejanya dan duduk dengan posisi terus menatap kepada si Bayi Gede dengan jengkel.
Sang guru yang di tunggu belum kunjung tiba, si Bayi Gede pun tiba-tiba ke belet mau buar air kecil. Namun, saat dia ingin pergi ke toilet. Baru saja si Bayi Gede di depan pintu ternyata sang guru sudah tepat di depannya.
"Mau kemana?." Tanya sang guru dengan nada bergetar karena kaget hampir saja bertabrakan.
"Mau ke toilet buk, udah ke belet." Jawab si Bayi Gede dengan wajah kaget lantas berlari ke toilet dengan cepat.
Sang guru lanjut masuk ke kelas setelah meletakkan peralatannya beliau pun menyapa anak didiknya.
"Selamat pagi semuanya." Sang guru menyapa anak didiknya seraya tersenyum manis.
"Pagi buk..." Jawab anak-anak bersamaan.
"Kumpulkan tugas yang ibu berikan tiga hari yang lalu." Perintah sang guru kepada anak didiknya.
"Baik buk." Jawab beberapa anak seraya mengambil buku tuga dan segera menyerahkan ke meja sang guru.
Ketika tiba di toilet si Bayi Gede harus menunda beberapa saat untuk buang air kecil karena dia harus mengantri sebab, toilet sedang penuh dan masih ada penggunanya semua. Karena sudah sangat kebelet si Bayi Gede pun segera bertindak.
"Oi... cepat saya udah kebelet." Teriak si Bayi Gede seraya mengedor pintu toilet.
"Bentar lagi, saya tanggung." Jawab seseorang dari dalam toilet.
"Cepat dong, udah lama saya nunggu nih." Protes si Bayi Gede dengan nada jengkel.
Sesaat kemudian keluarlah seseorang dari dalam toilet.
"Gak sabaran benar jadi orang, mau gue pites lho?." Kata orang yang keluar dari toilet kepada si Bayi Gede seraya menghembuskan asap rokok dari mulutnya kepada si Bayi Gede.
"Gue kebelet, minggir!." Si Bayi Gede langsung menerobos ke toilet dengan sengaja menabrak orang tersebut dengan keras karena jengkel atas sikap orang tersebut dan si Bayi Gede memang sudah sangat kebelet.
"Anjing lho." Teriak orang itu kepada si Bayi Gede yang telah masuk ke toilet dan menutup pintu.
Setelah selesai buang air kecil si Bayi Gede segera buka pintu dan dia berpikir orang menyebalkan tadi pasti sedang menunggunya keluar. Namun, ketika si Bayi Gede membuka pintu ternyata orang itu sudah pergi. Si Bayi Gede mengelus dada dan lekas pergi menuju ke ruang kelasnya.
"Permisi buk." Sapa si Bayi Gede kepada sang guru.
"Masuk Lim dan kumpulkan tugasnya." Jawab sang guru seraya menoleh kepada si Bayi Gede.
"Baik buk." Si Bayi Gede pun segera masuk dan pergi menuju mejanya.
Setelah datang ke mejanya si Bayi Gede heran melihat buku tugasnyaa tidak ada di meja. Si Bayi Gede lantas memeriksa laci dan membuka tasnya bolak-balik untuk mencari buku tugasnya.
"Bro, buku tugas ku mana iya.? Tanya si Bayi Gede kepada Hendri teman semejanya.
"Gak tahu bro, gue gak nengok ke situ juga." Jawab Hendri memberitahu.
Setelah putus asa mencari buku tugasnya si Bayi Gede pun melapor kepada sang guru.
"Buk, buku tugas saya hilang. Pasti ada yang ngambil, tadi sebelum ke toilet buku tugas saya sudah saya letakan di atas meja. Saya sudah cek tas dan laci, bukunya tidak ada." Jelas si Bayi Gede secara detail.
Sang guru yang mendengar laporan dari si Bayi Gede lantas segera mengambil tindakan.
"Siapa yang ambil buku Lim, ayo ngaku dan kembalikan." Jawab sang guru lantas berdiri dan menoleh kepada anak didiknya satu persatu.
Semua murid pun saling tatap dan saling tanya.
"Baik kalau tidak ada yang mengaku, semuanya ayo maju kedepan." Titah sang guru setelah tidak ada jawaban dari anak didiknya.
Semua anak didiknya pun lekas berjalan ke depan menikuti perintah sang guru.
"Masni, Dona dan Julia dan Lim bantu ibu cari bukunya." Perintah sang guru setelah anak didiknya berkumpul ke depan kelas.
"Baik bu." Jawab anak-anak yang di beri perintah.
Setelah mencari-cari dan membolak-balik tas dan laci setiap murid hasilnya buku tugas si Bayi Gede tetap tidak di temukan, sampai akhirnya Julia berinisiatif untuk melihat-lihat ke bawah meja dan kursi.
Setelah beberapa saat kemudian buku tugas si Bayi Gede pun terlihat dan di temukan tepat berada di bawah kursinya si Bayi Gede.
"Pasti itu bukunya." Kata Julia seraya jongkok dan mengulur tangannya untuk mengambil sebuah buku dari bawah kursi si Bayi Gede.
"Alhamdulillah, thanks ia Julia." Si Bayi Gede lantas mengambil buku tugasnya dari tangan Julia dengan senyuman girang karena senang buku tugasnya di temukan.
"Aneh iya buku mu bisa berada bawah kolong kursi." Imbuh Julia kepada si Bayi Gede dengan nada curiga seraya menatap kepada si Alib.
Sebenarnya tadi Julia sempat melihat si Alib pergi ke meja si Bayi Gede ketika murid-murid berbondong-bondong mengantar buku tugas ke depan.
"Udah abaikan saja yang penting bukunya ketemu, sekali lagi thanks ia." Jawab si Bayi Gede seraya menepuk lembut bahu Julia dengan buku tugas di tangannya.
"Iya sama-sama." Jawab Julia dengan menyunging senyum manisnya.
"Semuanya silahkan kembali ke tempat duduknya masing-masing." Perintah sang guru.
"Baik buk.." Jawab anak-anak didiknya seraya pergi ke kursi masing-masing.
"Ini buk, buku tugas saya." Si Bayi Gede menyerahkan buku tugasnya.
"Iya, letakkan di situ." Jawab sang guru seraya menunjuk ke tumpukan buku tugas anak didiknya.
"Baik buk." Timpal si Bayi Gede lalu meletakkan buku tugasnya dan segera kembali ke kursi lagi.
Ting..ting...ting... suara nyanyian benda tembaga itu terdengar sangat indah bagi beberapa anak murid yang tengorokanya sudah kering dengan kondisi cacing-cacing yang sudah mulai demo.
Setelah sang guru keluar kelas, si Bayi Gede dan teman-temannya pun pergi ke kantin untuk jajan.
Di kantin tersedia berbagai jenis jajanan namun si bayi gede selalu ngincar gorengan tempe karena gorengan tempe itu adalah jajanan favorite si Bayi Gede, selain bubur ayam, nasi kuning, telur rebus, sosis, bengbeng, jus avokado atau mangga.
Setelah selesai jajan si Bayi Gede dan teman-temannya pergi ke perpustakaan untuk membaca dan menambah wawasan.
Di perpustakaan si Bayi Gede di melihat sebuah bayangan melintas dari belakangnya dan ketika si Bayi Gede duduk membaca terlihat jelas oleh si Bayi Gede kalau sosok bayangan tersebut terus menatapnya. Karena si Bayi Gede tergolong anak yang berani, dia tidak memperdulikan hal tersebut. Si Bayi Gede juga tidak menceritakan tentang apa yang dia lihat kepada teman-temannya karena dia tidak ingin teman-temannya jadi takut, lagian si Bayi Gede yakin sosok bayangan itu hanya angin atau bahkan hanya ilusi atau khayalannya sendiri. Pada saat itu, si Bayi Gede belum menyadari jikalau dirinya terlahir sebagai seorang semi indigo yang bisa berkontak dengan hal yang diluar nalar manusia pada umunya sehingga dia bersifat sangat acuh terhadap sosok bayangan yang terus menatapnya dari kejauhan.
Setelah beberapa lama, terdengarlah nyanyian dari benda tembaga menghipnotis semua anak-anak untuk kembali ke kelas dan lanjut menimba ilmu.
Setelah beberapa saat si bayi gede dan teman-teman sekelasnya berada di ruangan kelas, sang guru pun datang.
"Apakabar anak-anak?." Sapa sang guru kepada anak-anak didiknya.
"Baik pak." Jawab anak-anak bersamaan.
"Hari ini bapak lagi kurang sehat, bapak mau istirahat. Kalian belajar sendiri dulu, bapak kasi tugas meringkas bab 3 dari halaman 46 sampai halaman 67. Kalau sudah selesai kumpulkan dan ketua kelas tolong simpan bukunya ke meja bapak di kantor." Jelas sang guru panjang lebar seraya beberapa kali tersendat saat bicara karena sedang batuk dan pilek.
"Baik pak." Jawab anak-anak bersamaan.
"Bapak harap kalian jangan ribut di kelas dan kerjakan tugas yang bapak berikan, ketua kelas tolong catat nama teman-temannya jika ada yang berulah dan petugas keamanan kelas bantu ketua kelasnya handle kelas iya." Titah sang guru panjang lebar lagi.
"Baik pak." Jawab sang ketua kelas dan salah satu murid yang bertugas sebagai seksi keamanan kelas.
"Baik kalau semuanya sudah mengerti, bapak tinggal dulu. Ingat kerjakan tugasnya dan jangan berulah." Timpal sang guru seraya berjalan keluar meninggalkan kelas dengan suara batuk dan pileknya yang masih terdengar beberapa kali ketika sedang berjalan keluar kelas.
Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya jam pelajaran pun usai dengan di tandai oleh nyanyian sang tembaga.
Jam istirahat kedua pun tiba, anak-anak satu sekolahan kembali ramai di halaman sekolah dan kantin.
"Ke kantin bro?." Tanya Hendri teman semeja si Bayi Gede.
"Ngak bro, masih kenyang." Jawab si Bayi Gede dengan posisi tengkurap lemas di meja.
"Kenapa, sakit bro?." Tanya Hendri melihat si Bayi Gede yang tengkurap.
"Ngak, cuma sedikit pusing aja bro." Jawab si Bayi Gede seraya memijat jidatnya.
"Gue bawa ke uks?!." Timpal Hendri seraya menarik lengan si Bayi Gede.
"Ngak usah bro, gue mau rebahan aja. Ngak parah juga puyengnya." Tolak si Bayi Gede atas ajak si Hendri yang ingin membawanya ke uks.
"Iya udah, gue jajan dulu bro." Pamit Hendri lantas berlalu pergi keluar kelas menuju kantin untuk jajan.
Dalam ruangan kelas si Bayi Gede tidak sendirian, saat itu ada beberapa siswi yang sedang sibuk membaca buku cerita di meja mereka seraya beberapa kali mereka bercanda ria.
"Lim, kamu kenapa?." Tanya salah satu siswi bernama Dona mendengar dengkuran si Bayi Gede yang terdengar aneh.
Ternyata sosok bayangan yang terus menatap si bayi gede saat di perpustakaan telah mengintai waktu lengah si bayi gede dan menerobos masuk kedalam raga si bayi gede saat si bayi gede sedang tiduran di mejanya.
Semua siswi-siswi lainnya yang berada dalam ruang kelas pun menatap si Bayi Gede keheranan.
"Si lim kenapa tuh?."Timpal Noni.
"Apa dia sakit?." Terka Susi.
"Ayo kita hampiri." Ajak Ayu kepada teman-teman siswi lainnya.
"Gue takut ah." Sahut Dona.
"Iya gue juga takut nih." Timpal Susi.
"Ayo kita cek, dia kenapa?." Ayu berjalan mendekat ke meja si Bayi Gede dengan perlahan dan di ikuti teman-temannya dari belakang.
"Lim kenapa ya?." Imbuh teman-teman Ayu yang berada dari belakangnya.
"Lim, lim... kamu kenapa?." Tanya si Ayu dan memberanikan diri untuk memegang lengan si Bayi Gede yang sedang mendengkur dengan posisi tengkurap ke meja.
Si Bayi Gede yang di bangunkan tidak ada memberi respond dan itu membuat Ayu dan teman-temannya semakin takut dan penasaran.
"Goyangkan lebih kencang dong Yu." Celoteh teman-temannya dari belakang.
"Iya, iya... Lim... lim... kamu kenapa? Jawab dong!." Ayu terus mengoncang lengan si Bayi Gede dengan keras dan meninggikan nada suaranya meski terdengar gemetar karena ada rasa takut.
Si Bayi Gede masih tidak bicara namun dia mulai mengankat wajahnya dan seketika Ayu dan teman-temannya shock dan berteriak seraya berpelukan.
Ternyata si Bayi Gede kerasukan, matanya melotot dalam kondisi mata yang merah terang dan bersinar, wajah pucat pasi, dan badannya tiba-tiba melayang ke atas kurang lebih satu meter.
Setelah mendengar teriakan histeris teman-teman dalam kelas beberapa anak lainnya yang main tidak jauh dari kelas pun masuk ke ruangan, seketika mereka pun berteriak histeris dan ketakutan.
Si Bayi Gede yang masih tidak sadarkan diri, badannya masih melayang, matanya merah dan bercahaya serta berwajah pucat pasi.
Tidak ada satu suara pun yang terdengar dari si Bayi Gede meski anak-anak sudah berteriak histeris, si Bayi Gede hanya terlihat beberapa lurus kedepan dan sesekali terdengar suara dengkuran. Sepertinya jiwa si Bayi Gede sedang melakukan perlawanan kepada makhluk yang sedang menumpang dan ingin mengambil alih raganya.
Setelah beberapa menit kemudian, badan si bayi gede pun terjatuh secara tiba-tiba ke atas kursinya dalam posisi duduk dan tengkurap ke meja.
Suara dengkuran aneh pun sudah tidak terdengar, dan tiba-tiba si Bayi Gede pun terlihat mengucek matanya seraya menguap dan menatap aneh serta bertanya kepada teman-temannya.
"Kenapa pada ngeliatin saya?." Tanya si bayi gede dengan menaikkan alisnya setelah mungucek mata dan menguap.
"Kamu benaran sudah sadarkan Lim?." Tanya Ayu dan teman-teman lainnya seraya masih menjaga jarak.
"Ada apa si, aneh." Cetus si Bayi Gede.
"Kamu... ka..mu... tadi... itu...." Ayu bicara terbata-bata.
"Aku... kenapa....?." Jawab si Bayi Gede merasa heran.
"Tadi aneh..." Cetus Ayu singkat dan sedikit gemetar terdengar dari suaranya.
"Aneh... aneh gimana?." Timpal si Bayi Gede merasa di permainkan dan menatap sipit kepada Ayu dan lainnya.
"Kamu tadi kerasukan!." Cetus Dona.
"Hahahahahaaa... Lucu." Jawab si Bayi Gede tidak percaya.
"Itu benar Lim." Timpal Ayu dan teman-teman lainnya bersamaan.
"Masa?." Cetus si Bayi Gede masih tidak percaya seraya mengerutkan kening dan mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Iya." Jawab teman-temannya bersamaan lagi.
"Terus... kalian pikir gue percaya? hahahahaaa... mau ngeprank kok gak lucu!." Sergah si Bayi Gede kepada teman-temannya.
"Benaran Lim." Cetus Ayu seraya mendekat dan memegang tangan si Bayi Gede yang tergeletak di atas meja.
Setelah Ayu memegang tangan si Bayi Gede, Ayu tiba-tiba terlihat sangat ketakutan dan gemetar. Tampak kaki dan badan Ayu bergoyang seraya berjalan mundur kebelakanag, wajah Ayu terlihat pucat dan matanya menatap nanar kepada si Bayi Gede.
"Kenapa Yu?." Tanya teman-temannya kepada Ayu saat mereka melihat Ayu telah berjalan dengan gemetaran.
"Di...di...iaaa..." Suara Ayu terdengar terbata-bata dan gemetar.
"Kenapa Yu?." Tanya teman-temannya panik.
Beberapa saat kemudian si Bayi Gede kembali tertawa lebar dan memyeringai membuat semua yang hadir menjadi sangat histeris dan ketakutan. Tatapan mata si Bayi Gede sangatlah tajam dan membunuh seperti seekor harimau yang akan menerkam targenya dengan buas.
"Aaaaaaa....Lim kerasukan lagi!." Teriak anak-anak yang hadir disitu seraya berhamburan keluar kelas.
Beberapa anak berlari ke kantor untuk memberi tahu guru-guru.
"Pak... Lim... lim... ke...kerasukan di kelas." Lapor beberapa anak kepada sang guru dengan napas terengah-engah dan gemetar.
Guru-guru pun sontak melongo beberapa saat dan berdiri dari tempat duduk mereka karena belum pernah ada yang kerasukan di sekolah tersebut.
"Lim dimana sekarang?." Tanya seorang guru dengan wajah kaget dan khawatir kepada anak didiknya.
"Di kelas pak." Anak-anak menjawab bersamaan.
Sesaat kemudian guru-guru pun pergi keluar dari kantor menuju ke ruang kelas si Bayi Gede mengikuti anak-anak didiknya yang berlarian menuju ke ruang kelas tempat si Bayi Gede kerasukan.
Ketika tiba di depan ruang kelas si Bayi Gede, guru-guru pun langsung menerobos masuk meski mereka merasa bulu roma mereka telah berdiri dengan sangat cepat karena dari luar dan kejauhan telah terdengar suara tangis dan teriakan histeris dari Ayu dan teman-temannya yang terpojok dalam ruangan kelas.
"Astagfirullah ya Allah.... astagfirullahalazim..."
Ucap guru-guru yang muslim melihat si bayi gede yang telah terbang melayang di atas kurang lebih dengan ketinggian satu meter.
Beberapa guru wanita pun berteriak histeris melihat kejadian tersebut. Mata si Bayi Gede sangat merah dan bercahaya terang, mukanya pucat pasi seperti mayat yang telah di bekukan dalam kulkas mayat.
Pandangan si Bayi Gede terlihat kosong, kaki tangan dan badan terus memgeliat dan mengeluarkan suara seperti tulang-tulang yang patah dan remuk serta mukanya yang terus mengeliat semakin seram membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan histeris ketakutan.
Melihat dan mendengar hal-hal itu, para guru tahu kalau si bayi gede sedang bertarung dan memberi perlawanan terhadap roh jahat yang ingin menguasi raganya. Sontak para guru pun membaca doa untuk membantu si Bayi Gede melawan roh jahat yang ingin merebut raganya tersebut.
"Lim... istigfar lim, istigfar..." Ucap guru-guru yang muslim seraya waspada seakan siap jika si Bayi Gede akan menyerang atau tiba-tiba terjatuh.
"Lim... sadar lim... ingat Tuhan, nak." Ucap beberapa guru yang non muslim.
"Anak-anak tenang dan berjalan kemari perlahan." Perintah seorang guru kepada Ayu dan teman-temannya.
Ayu dan teman-temannya tetap diam tidak berani bergerak atau sekedar menjawab ucapan dari sang guru. Ayu dan teman-temannya hanya mampu mengeluarkan suara tangis dan teriakan histeris saat mereka melihat si Bayi Gede dan mendengar suara-suara aneh dari kaki tangan dan badan si Bayi Gede yang seperti remuk redam dan patah.
"Anak-anak ayo ikuti bapak perlahan." Seorang guru memberanikan diri melintas perlahan melewati belakang si Bayi Gede untuk menarik Ayu dan teman-temannya yang terpojok di sudut ruangan kelas.
Ketika sang guru dan Ayu serta teman-temannya akan melintas tiba-tiba si Bayi Gede berteriak sangat keras dan terdengar sangat seram namun pilu. Terdengar dari suara teriakannya si Bayi Gede sangat kesakitan.
Mendengar si Bayi Gede berteriak semuanya terdiam dan ketakutan, tidak ada yang berani bergerak. Suara teriakan dan tangis histeris Ayu dan teman-temannya pun semakin jadi.
Setelah berteriak sekali namun teriakan itu sangat panjang tiba-tiba si Bayi Gede terdengar batuk dan beberapa saat kemudian keluarlah tumpahan darah segar berhamburan kelantai dari mulut si Bayi Gede. Seketika itu juga si Bayi Gede terjatuh dan pingsan tapi syukur guru-guru yang hadir dengan sigap dan cekatan menangkap badan si Bayi Gede ketika terjatuh dari ketinggian kurang lebih satu meter saat badan si Bayi Gede terbang melayang di udara.
Saat guru-guru panik dan ingin membopong si Bayi Gede ke uks. Si Bayi Gede tersadar dan batuk-batuk seraya membuka matanya dengan perlahan dan bertanya dengan suara yang lemah, guru-guru pun menghentikan gerakan mereka untuk bernjak berdiri saat mereka mendengar sauara batuk si Bayi Gede.
"Uhukkk... uhuk.... sa...saya kenapa?." Tanya si Bayi Gede kepada guru-guru yang mengelilinginya dan siap untuk membopongnya ke uks.
"Kamj sudah sadar Lim?." Tanya seorang guru lantas mengelus rambut si Bayi Gede sambil mengelap darah yang ada di mulut dan baju si Bayi Gede akibat muntahan saat si Bayi Gede kerasukan.
"Kamu gak kenapa-kenapa kok Lim." Sela seorang guru lantas memberi kode kepada rekan-rekan gurunya untuk tidak memberitahu si Bayi Gede tentang apa yang barusan terjadi supaya si Bayi Gede tidak terlalu banyak berpikir.
"Iya kamu gak kenapa-kenapa kok nak." Timp seorang guru lagi lantas memberi kode kepada rekan guru lainnya untuk segera membopong si Bayi Gede ke uks.
Sepanjang perjalanan semuanya hanya diam kecuali sesekali terdengar suara batuk dari si Bayi Gede.
Setelah datang ke ruang uks, si Bayi Gede di baringkan dengan perlahan di kasur dan terjadilah pertanyaan demi pertanyaan yang di ajukan oleh si Bayi Gede kepada guru-guru yang tidak ada jawaban, mereka sibuk membersihkan darah pada tubuh si Bayi Gede dan berjalan mondar-mandir seperti sedang berpikir keras.
Si Bayi Gede pun bertanya, saya kenapa? kenapa badan saya sangat lemah dan badan saya terasa sangat sakit? setelah mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu terlihat si Bayi Gede kejang-kejang beberapa kali kemudian pingsan. Guru-guru sontak menjadi kembali sangat panik padahal baru saja mereka merasa sedikit lega karena si Bayi Gede telah sadar dari kerasukan namun sekarang si Bayi Gede kembali pingsan dan tidak sadarkan diri hingga jam sekolah selesai.
Semua cara dilakukan oleh guru-guru untuk menyadarkan si Bayi Gede dari pingsannya, sementara anak-anak yang sudah di pulangkan sebagian telah pulang kerumah namun sebagian masih berada di sekolah menunggu si Bayi Gede sadar terutam teman-teman dekat si Bayi Gede. Setelah kurang lebih dua jam si Bayi Gede pun siuman dari pingsannya, setelah si Bayi Gede sadar sejam kemudian dia pun di antar pulang oleh seorang guru mengunakan sepeda motor.
"Lim... pegangan sama bapak." Sang guru meminta si Bayi Gede berpegangan ketika mereka telah berada di atas motor.
Si Bayi Gede tidak menjawab tapi dia melakukan apa yang di perintah oleh sang guru, si Bayi Gede berpegangan erat pada baju bagian pingang sang guru.
"Pak..." Si Bayi Gede mulai bicara dalam perjalanan.
"Iya, ada apa Lim?." Jawab sang guru dan tetap fokus memandang kedepan karena sedang mengerndarai motor.
"Saya kenapa pingsan ya pak?." Lanjut si Bayi Gede.
"Hmmmm... mungkin kamu kelelahan." Jawab sang guru.
Setelah datang kerumah si Bayi Gede, sang guru pun ikut masuk dan memberitahu keadaan sebenarnya yang terjadi tentang si Bayi Gede ketika di sekolah hari itu kepada umak. Setelah selesai bercerita tentang peristiwa yang di alami si Bayi Gede saat di sekolah kepada umak, sang guru pun berpamitan untuk pulang.
###