Chereads / AKU BAYI GEDE KELUARGA / Chapter 5 - History si Bayi Gede saat SD Kelas 1 & 2

Chapter 5 - History si Bayi Gede saat SD Kelas 1 & 2

Pagi buta sekali si Bayi Gede telah terbangun dari tidurnya dan dia pun sudah mandi bahkan tepat pukul lima pagi dia pun sudah selesai berpakaian rapi mengenakan seragam sekolahnya.

"Dek sebelum berangkat sekolah sarapan dulu." Sapa Dheshi pada si Bayi Gede dan lekas pergi mandi.

"Oke." Jawab si Bayi Gede singkat.

Pukul lima pagi lewat tiga puluh menit si Bayi Gede, Dheshi dan murid lainnya sudah ramai di sekolah. Pagi itu tidak ada yang lebih bahagia dari si Bayi Gede karena hari itu adalah hari pertama dia masuk sekolah.

Si Bayi Gede sangat bahagia bisa sekolah karena sudah sejak lama dia bermimpi untuk bisa sekolah dan hari itu adalah hari yang sangat dia nantikan.

Ting...ting...ting.... suara lonceng tembaga telah berbunyi menandakan waktu masuk kelas akan segera di mulai. Sebelum masuk kelas, murid-murid di kumpulkan dan berbaris di depan kantor untuk di berikan arahan bagi murid-murid baru dan di periksa kelengkapan sekolahnya.

Setelah selesai memeriksa perlengkapan murid-murid, kerapian, memberi arahan serta nasehat singkat dan berdoa, murid-murid pun di bubarkan dari barisan dan di perintah masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa Bu Guru pada si Bayi Gede dan murid lainnya setelah meletakkan tas dan buku paket di atas meja.

"Selamat pagi bu..." Jawab si Bayi Gede dan teman sekelas secara bersamaan.

"Hari ini ada yang tahu kita akan belajar apa?." Tanya bu guru seraya melempar senyum.

"Belum bu." Jawab si Bayi Gede bersamaan dengan beberapa murid lainnya.

"Tadi kan kita sudah berdoa bersama sebelum masuk kelas, sebelum kita mulai belajar mengenal angka dan huruf. Ibu guru mau kalian memperkenalkan diri terlebih dahulu. Ibu akan contohkan cara memperkenalkan diri, kalian siap belajar memperkenalkan diri?." Tanya dan jelas bu guru dengan semangat.

"Siap bu...!." Jawab si Bayi Gede dan murid lainnya kompak.

Sebelum ibu guru memperagakan dengarkan penjelasan ibu guru apa saja yang harus kalian beritahu saat memperkenalkan diri. Saat memperkenalkan diri, kalian cukup sebut siapa nama lengkap kalian, apa nama panggilan, asal dari mana, anak ke berapa, cita-cita kalian apa dan lain sebagainya imbuh bu guru dengan semangat lantas memberikan contoh, memperagakan cara memperkenalkan diri pada anak didiknya.

Setelah selesai sekarang bu guru pun meminta anak didiknya untuk memperkenalkan diri satu persatu hingga tibalah giliran si Bayi Gede untuk maju memperkenalkan diri.

"Sekarang giliran siapa? Kamu, iya ayo maju kedepan dan perkenalkan dirimu pada ibu guru dan teman-teman" Ucap bu guru seraya menoleh kepada si Bayi Gede setelah melihat-lihat ke kiri dan kanan.

"Baik bu guru, halo semuanya... perkenalkan nama lengkap saya, Gharthalim Lheont Eight Cahya Putra Jepri Barata, saya biasa di panggil Lim atau Leon tapi lebih sering di sapa Lim, saya anak ke delapan dari sembilan bersaudara, usia sekarang 7,2 thn, saya berasal dan tinggal di Desa Kemuning Emas, sekian perkenalan dari saya selamat pagi." Setelah selesai memperkenalkan diri si Bayi Gede pun pergi ke kursinya dengan santai.

Tidak lama kemudian Ting...ting...ting.... bunyi lonceng berbunyi menanda waktu pelajaran telah usai, bu guru pun mengakhiri pelajaran dan mempersilakan anak didiknya untuk pulang karena untuk anak kelas satu mereka hanya belajar sampai pukul sembilan pagi.

"Mak... aku pulang." Panggil si Bayi Gede pada umak dari halaman rumah.

"Masuk ganti pakain, cuci tangan, mandi baru makan." Jawab umak dari ruang tamu yang sedang mengayun Shantie di ayunan.

"Baik mak." Timpal si Bayi Gede sumbringah.

Setelah selesai mandi si Bayi Gede langsung makan habis itu dia pun pergi keluar untuk bermain.

"Main jangan jauh-jauh Lim." Sergah umak mengingatkan si Bayi Gede.

"Ia mak, aku hanya main tempat Hendri." Jawab si Bayi Gede, singkat.

"Jangan lama." Timpal umak kembali.

"Ia." Cetus si Bayi Gede dan lekas berlari ke tempat temannya.

Sekarang sudah siang, angka jam dinding sudah menunjuk pukul 12 wib.

"Assalamualaikum... mak.." Panggil Mimhie dan Dheshi dari pintu depan.

"Waalaikumsalam." Jawab umak dari dalam.

"Adek udah pulang belum mak?." Dheshi bertanya tentang si Bayi Gede pada umak.

"Udah, tu dah tidur dekat ayun adeknya." Seraya menunjuk ke arah ayunan Shantie.

"Oh, kirain belum pulang soalnya tadi aku lihat masih ada anak-anak kelas satu yang main di sekolah." Jelas Dheshi pada umak.

"Kalau mau makan sayur sudah mak siapkan dan sudah mak bagi permangkok." Jelas umak seraya mengayun ayunan Shantie.

"Ia mak, umak dan adek-adek udah makan belum?." Tanya Dheshi.

"Udah." Jawab umak singkat seraya berbaring dekat ayunan Shantie.

Sore telah tiba, si Bayi Gede pun pergi keluar dan bermain bersama teman-temannya lagi setelah lelah bermain mereka pun mandi ke sungai.

"Lim... pulang..." Teriak Dheshi seperti biasanya.

"Nanti." Jawab si Bayi Gede singkat.

"Ayo pulang, udah petang." Timpal Dheshi.

"Ia nanti." Sahut si Bayi Gede, lagi.

"Cepat pulang, udah petang." Sergah Dheshi dengan lantang tapi si Bayi Gede tidak menghiraukannya.

Jengkel karena si Bayi Gede tidak menghirauan panggilannya, Dheshi sang kakak pun pulang ke rumah dan mengadu kepada amo.

"Lim pulang!." Teriak amo dari ke jauhan dengan nada yang sangat keras.

"Ia." Jawab si Bayi Gede seraya lari terbirit-birit dari sungai takut murka sang amo meledak.

"Enak?." Ejek Dheshi pada si Bayi Gede ketika tiba di depan teras rumah.

"Mak ambilkan aku handuk." Pinta si Bayi Gede pada umak tanpa menghiraukan ejekan sang kakak.

"Mandi tu jangan kelamaan Lim, apa lagi udah petang." Nasehat umak seraya memberikan handuk.

"Ia." Jawab si Bayi Gede singkat.

"Ia...ia...ia... terus kalau di kasih tahu tapi gak di dengar." Timpal Dheshi seraya mengejek dan melotot pada si Bayi Gede karena kesal.

"Kenapa kau, oeeeek..." Sergah si Bayi Gede lantas mengolok sang kakak dan lari ke kamar untuk ganti pakaian.

Malam telah tiba, suasana hening seperti biasanya yang terdengar hanya suara jangkrik dan rumah pun hanya bercahayakan pelita. Karena pada masa itu ternyata listrik belum kunjung ada dan kondisi rumah amo pun bisa terbilang kumuh. Tapi mereka tetap bahagia meski yang tinggal di rumah hanya Amo, Umak, Dheshi, Shantie dan si Bayi Gede.

Saudara-saudara si Bayi Gede yang lainnya telah merantau dan ada juga yang sudah menikah dan semuanya tinggal jauh dari kampung halaman jadi jarang berkunjung ke rumah sehingga si Bayi Gede dan adik bungsunya si Shantie tidak mengenal beberapa Saudaranya.

Si Bayi Gede di usianya yang ke delapan tahun, dia hanya mengenal Mimhie, Dheshi dan Shantie sebagai saudaranya. Untuk Ernha, Antho, Jhulli, Jhaker dan Ernhi si Bayi Gede benar-benar tidak mengenal mereka. Si Bayi Gede hanya tahu nama-nama saudaranya dan tidak tahu siapa orang yang menjadi saudaranya itu dan bagaimana wajahnya karena jarang ketemu bahkan tidak pernah ketemu seingatnya.

Setiap malam jika tidak berburu, amo selalu menceritakan cerita rakyat yang amo kuasai dari sang kakeknya ketika amo masih kecil.

Malam itu Amo pun menceritakan cerita rakyat pada Dheshi dan si Bayi Gede sampai larut malam, sementara Umak dan Shantie telah tidur nyeyak di kamar. Jam dinding telah menunjuk angka pukul 23 wib, tanpa Amo sadar ternyata si Bayi Gede telah tidur pulas dan Dheshi pun terus-terusan menguap karena sudah sangat mengantuk akhirnya, amo pun mengakhiri ceritanya dan meminta Dheshi untuk tidur.

Subuh telah tiba, meski dingin dan tidur terasa sangat nyaman amo tetap bangkit dari tidurnya lantas pergi ke dapur dan berwudhu.

Setelah itu beliau pun kembali ke kamar dan segera mengumandangkan azan dari kamarnya tanda beliau akan segera menunaikan sholat subuh.

Umak, Dheshi dan Si Bayi Gede yang mendengar suara azan yang di kumandangkan oleh amo pun segera bangkit dan pergi wudhu untuk segera ikut sholat berjamaah bersama amo.

Setiap subuh keluarga si Bayi Gede selalu melaksanakan sholat subuh berjamaah di rumah tanpa paksaan karena masing-masing dari mereka sudah terbiasa menunaikan panggilan dari sang pencipta ketika waktu panggilan untuk menghadap sudah tiba.

Setelah selesai sholat subuh, amo segera pergi ke sungai untuk memeriksa jaring atau pukat yang beliau pasang.

Umak pun sibuk memasak di dapur sementara Dheshi dan Si Bayi Gede kembali ke kamar dan tidur lagi.

"Dheshi... Lim... bangun." Umak mengoyangkan badan Dheshi dan Si Bayi Gede untuk bangun.

"Udah jam berapa mak?." Tanya Dheshi seraya mengucek matanya.

"Setengah enam, buruan mandi." Cetus umak.

"Ia..." Jawab Dheshi seraya pergi ke sungai dan di ikuti oleh Bayi Gede.

Setelah beberapa saat Dheshi pun selesai mandi dan terjadilah sedikit perdebatan antara dia dan si Bayi Gede.

"Cepat dek, aku mau pulang nih." Imbuh Dheshi kepada si Bayi Gede.

"Ia.. dingin." Jawab si Bayi Gede singkat.

"Buruan, aku piket kelas hari ini." Sergah Dheshi kemudian.

"Ia...ia..." Cetus si Bayi Gede dan lekas mandi.

Sarapan telah di sediakan oleh umak di meja, Dheshi yang telah berpakaian rapi mengenakan seragam pun segera makan.

"Mak, aku berangkat sekolah ia." Dheshi memberitahu umak setelah selesai makan.

"Ngak nunggu adek mu?." Tanya umak.

"Dia lambat, aku mau cepat piket kelas kalau terlambat nanti di marah kawan." Jawab Dheshi menjelaskan seraya saliman dan lekas pergi.

Beberapa saat kemudian si Bayi Gede pun muncul setelah selesai sarapan pagi.

"Mak, kakak mana?." Tanya si Bayi Gede.

"Udah berangkat duluan." Jawab umak.

"Oh, aku berangkat juga ia mak." Pamit si Bayi Gede lantas saliman.

"Di sekolah jangan nakal ia." Nasehat umak.

"Ia." Jawab si Bayi Gede singkat lantas pergi.

Hari terasa berlalu sangat cepat, tidak terasa si Bayi Gede sudah kelas dua. Suatu pagi terjadilah sebuah kisah yang tidak terlupakan saat duduk di kelas 2 sd.

Saat duduk di kelas 2 si Bayi Gede ternyata satu meja dengan ponakannya. Si bayi gede sebenarnya pendiam dan pemalu namun tidak dengan ponakannya jadi, si Bayi Gede yang sudah terbawa suasana pun ikut over pd dan nakal sehingga pada hari itu dia dan ponakanya pun mendapatkan suatu kenangan manis dari sang kepala sekolah.

"Jangan ribut!." Teriak sang kepala sekolah seraya memukul mistar ke meja. Namun, peringatan itu di abaikan oleh si Bayi Gede dan ponakannya. Mereka terus bermain dan ribut di meja saat kepala sekolah sibuk menjelaskan pelajaran.

Plaaaak... tiba-tiba sentuhan keras dari mistar kepala sekolah mencium dan meninggalkan rasa perih dan panas serta warna kemerahan di bahu si Bayi Gede dan ponakannya.

Setelah si Bayi Gede dan ponakannya mendapatkan ciuman spesial dari kepala sekolah melalui mistar besar, semua anak-anak satu kelas pun terdiam tidak ada satu pun yang berani bersuara. Bahkan si Bayi Gede dan ponakannya yang tadi paling heboh pun hanya bisa menunduk namun bukan karena takut tapi mereka sadar kalau mereka bersalah.

Untuk rasa perih itu, tidak ada air mata yang menetes dari mata si Bayi Gede atau pun ponakannya meski pun mereka telah mendapat ciuman panas dari mistar sang kepala sekolah yang meninggalkan bekas merah yang membahana di bahu karena mereka sama-sama anak yang mentalnya sudah kuat sejak lahir.

Usut punya usut, ternyata si bayi gede dan ponakannya sama-sama bukan manusia biasa, jika si bayi gede adalah anak laki-laki berbibir hitam maka ponakannya adalah anak perempuan yang terlahir mengenakan baju kulo yang menyebabkan sang ponakan kebal terhadap rasa sakit, nakal dan memiliki kodam pelindung sejak lahir sehingga mereka sama-sama menjadi seorang semi indigo.

Ting...ting...ting... bunyi lonceng tanda jam belajar telah usai. Kepala sekolah pun mengakhiri pelajaran dan membiarkan anak-anak didiknya pulang setelah dia puaskan rasa jengkelnya dengan terus mengomel pada anak-anak didiknya yang nakal, terutama pada si Bayi Gede dan ponakannya karena meja mereka tepat di hadapan meja sang kepala sekolah.

###