Di suatu negara tepatnya Italia, tampak sepasang kekasih saling bergandengan tangan dengan tawa riang mereka yang menghiasi wajah seakan hidup mereka tak pernah disinggahi masalah.
Sepasang insan itu adalah Ekal juga Sania, ke duanya menatap bangunan fenomenal yaitu Colloseum yang terletak di Roma, ibukota Italia.
Sania bilang tak lengkap rasanya jika tak ke Italia tak mengunjungi tempat itu, jadilah Ekal hanya bisa menurut dan di sana mereka sekarang.
"Cantik, kan?" seru Sania dengan binar di matanya, bagaimana tak bahagia. Ini adalah kali pertama mereka bisa sebebas ini, saling menggenggam satu dengan yang lain. Hal seperti ini hanya bisa mereka lakukan di negeri orang.
"Hmmm, kamu senang?"
Sania mengangguk mantap, senyumnya sungguh lebar menampakkan jelas deretan giginya yang putih.
"Ayo berfoto!" ajak Sania mendapat ide guna mengabadikan momen ini.
"Kamu tidak akan posting foto kebersamaan kita, kan?" tanya Ekal lebih dulu, penting baginya untuk mewanti Sania agar tak melakukan sesuatu yang hanya akan membuat hubungan mereka tak aman.
Sania diam sejenak, keningnya berkerut padahal niat awalnya mengajak Ekal berfoto karena memang ingin ia unggah ke akun sosial medianya agar orang-orang tahu jika dia juga hidup dengan bahagia layaknya pasangan normal pada umumnya.
Namun, ketika Ekal menatap dirinya penuh rasa curiga itu. Sania terpaksa mengangguk asal, lagi pula jika dia berkata yang sebenarnya Ekal tak akan mau diajak foto bersama.
Biarlah nanti Sania memposting foto itu di saat mereka tak bersama, jadi. Ekal tak akan mencegah dirinya.
"Baiklah kalau begitu, ayo berfoto, Sayang...." ujar Ekal dengan semangat empat lima.
Sania mengusap pipi Ekal sejenak, lantas dia membuka kamera di ponselnya yang bercase merah cabai itu. Mengangkat ponselnya tinggi, menggunakan kamera depan Sania akan mengambil jepretan.
Dan, tepat sebelum tangannya menekan tombol jepret. Dengan usilnya Sania mendaratkan kecupan manis di rahang Ekal, bersamaan dengan itu Sania menekan tombolnya dan secara otomatis gambar di sana adalah pose yang Sania lakukan barusan.
Melihat hasilnya Ekal tertawa sebab di sana wajahnya tampak tegang, begitu mereka habiskan waktu liburan dengan penuh kehangatan membuat hubungan gelap mereka kian erat. Jika, melihat tawa lepas ke duanya, orang-orang akan berpikir jika mereka adalah pasangan yang serasi dan penuh cinta.
Padahal nyatanya hubungan mereka adalah sesuatu yang salah.
***
Seharian mereka habiskan untuk berjalan-jalan hari ini, Sania dan Ekal kembali ke hotel sebab merasa mulai lelah.
Ekal sudah tertidur di atas kasur tanpa baju dengan Sania yang hanya mengenakan tank top di sampingnya kini sibuk memainkan ponselnya melihat hasil foto mereka yang menurutnya sangat luar biasa.
"Bagus sekali, sayang kalau hanya dibiarkan di galeri...." gumam Sania, dia hanya manusia biasa. Yang merasa kebahagiaannya harus diketahui oleh orang lain.
Sania juga ingin seperti pasangan lain yang tak segan memamerkan kemesraan mereka.
Karena pikiran seperti itu mulai menganggu dirinya, dia melirik Ekal sejenak. Memastikan jika pria itu masih pulas, Sania tersenyum miring sebab dirinya tengah memikirkan sebuah ide untuk memposting foto-foto mereka ke media sosialnya.
"Maaf, Sayang. Tapi, kebahagiaan ini harus dilihat oleh seluruh dunia, supaya semuanya tau kalau kamu itu punya aku," tutur Sania dengan tidak tahu malunya, sepertinya Sania melupakan fakta jika Ekal adalah suami orang lain.
Tangannya dengan lihai membuka akun sosmednya yang paling aktif dan banyak yang mengikuti, memilih beberapa foto untuk di-posting setelah itu dia menuliskan caption dengan kata-kata "He is mine"
Senyum Sania mekar dengan semburat merah di pipinya, ternyata bahagianya begitu sederhana. Sebelum dia benar-benar memposting itu, Sania teringat akan seseorang.
Persekian detik berikutnya Sania tertawa renyah membayangkan apa yang akan dirinya lakukan.
"Ah, wanita buta itu. Baiklah karena dia buta, aku akan tag akunnya."
Tanpa pikir panjang Sania yang hapal dengan akun sosmed Luna langsung men tag Luna seenak jidatnya, sungguh Sania termakan tipu daya Luna jika wanita itu buta, karenanya dia bertindak sebodoh itu.
Sania melihat postingannya dengan bangga, seakan baru saja dirinya memamerkan sebuah prestasi padahal yang ia pamerkan adalah sifat ularnya.
Satu notifikasi masuk ke ponselnya, Luna yang kala itu tengah menimang bayi di lantai dua hanya menoleh sekali ke ponselnya tanpa berniat untuk melihat apa isi dari notif itu.
Begitu layar ponselnya sudah kembali mati, Luna fokus menimang satu bayi yang belum bisa tidur padahal yang lainnya sudah nyenyak karena sentuhan tangan Luna yang menenangkan bayi-bayi itu.
Sekitar sepuluh menit waktu yang Luna butuhkan untuk membuat bayi terakhirnya tidur, begitu yakin bayi tampan itu sudah lelap. Dengan amat sangat hati-hati Luna meletakkan bayi itu ke dalam box bayi.
Luna tersenyum lega, dia melirik jam yang menempel pada dinding sudah memasuki waktu tengah malam.
"Pantas aku sangat lapar," gumamnya.
Luna mengusap perutnya sejenak, dia pikir akan memasak sesuatu untuk memuaskan rasa laparnya. Karena dialikan rasa lapar Luna lupa untuk melihat apa isi notif tadi, dia hanya menyambar ponselnya menuju dapur untuk membuat makanan di saat semua orang tengah berada di alam bawah sadar mereka.
***
Mata bulatnya terbelalak kala melihat satu postingan yang menandai akun Luna, bahkan Evans sampai tersedak sebab dirinya kaget di saat tengah meneguk air minumnya.
"Wanita sialan ini, apa maunya. Kenapa harus menandai Luna dalam postingan menjijikan ini," gerutu Evans tak habis pikir.
Tampak foto Sania dan Ekal yang begitu mesra, berlatarbelakangkan pemandangan bangunan yang sangat Evans kenal.
"Dia sungguh mengira Luna buta, sialan!"
Tak mau membuang-buang waktu, Evans yang tadinya ingin istirahat membatalkan niatnya. Dia bergegas bangkit lagi untuk ke pergi ke villa tak peduli walau saat ini hanya mengenakan kaos putih dan celana jeans selutut. Dirinya hanya mengkhawatirkan jika Luna melihat postingan itu, pasti Luna akan sangat sakit hati.
Mobil Evans melaju dengan kecepatan di atas rata-rata tak peduli dengan keselamatannya, dalam hati Evans hanya berdoa semoga Luna belum membuka ponselnya.
Dua puluh menit waktu yang Evans tempuh untuk sampai ke villa, dari mobilnya dia berlari ke dalam villa. Masuk ke sana tanpa permisi, matanya mengedar ke penjuru ruangan mencari sosok yang ia cari.
Hingga tak segaja hidungnya mencium aroma masakan, Evans langsung melirik ke arah dapur.
"Pasti Luna."
Cepat-cepat Evans berlari ke sana, Luna baru selesai membuat nasi goreng sosis untuk menu makan malamnya, kini dia sudah duduk di meja makan. Sebelum makan Luna meneguk air putih, sementara tangan kanannya membuka ponsel ingin melihat notif tadi.
Luna agak kesusahan bermain ponsel dengan satu tangan, alhasil dia letakkan gelasnya. Kini ke dua tangan sudah siap untuk menjelajahi layar ponsel, matanya menyipit kala ada notif yang memberitahukan jika dirinya ditandai oleh postingan seseorang.
Di ambang pintu napas Evans sudah ngos-ngosan, dia tak bisa berhenti ketika melihat Luna sibuk dengan ponsel. Kakinya seakan mendapatkan kekuatan super, larinya dua kali lipat lebih cepat.
Luna kaget karena derap langkah Evans sangat menggema di dapur. Luna bangkit dengan bibirnya yang terbuka siap untuk bertanya, namun. Belum satu kata berhasil lolos, Evans sudah lebih dulu menarik tangan Luna yang memang ponsel.
Evans sangat frustasi, tak berpikir dua kali. Dia menabrakkan tubuh depannya pada Luna, satu tangannya menahan kepala Luna agar bersandar di dadanya, sementara tangannya yang lain diam-diam mengambil ponsel wanita itu.
Luna membeku sekaligus syok dengan yang Evans lakukan, sementara pria itu cepat-cepat menghapus postingan Sania, membuat Luna tak lagi ditandai wanita gila itu, menggunakan segala keahliannya Evans melakukan semuanya dengan cepat hingga memblokir akun Sania agar kejadian seperti ini tak terulang lagi.
"DokterĀ ... ada apa?"
Deg!
Tangan Evans berhenti mengotak-atik ponsel Luna kala sadar apa yang dirinya lakukan.
Karena panik, Evans tak sadar memeluk Luna dengan begitu erat. Dan, sialnya jantungnya berdegup sangat kencang, Evans yakin. Luna pasti dapat mendengar debaran jantungnya yang menggila.
***