Chereads / My Cool Boy / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Ternyata dia

Aku begitu antusias ketika memasuki gedung kantor ayahku, aku berjalan cepat dengan penuh semangat. Aku harus segera bertemu dengan ayahku, aku tau ini adalah hari istimewanya, tidak boleh ada kesalahan sedikitpun.

Ketika tengah asik berlari, tanpa sengaja tubuhku seolah terpelanting dengan cepat, karena lantai licin yang sepertinya baru selesei di pel ini.

Tubuhku seolah melayang dan terhempas jatuh namun tidak jatuh kebumi, ada seseorang yang menangkapmu, menyelamatkanku dari musibah besar ini. Tidak hanya menyelamatkan aku, namun juga kado sepesial milik ayahku.

Dengan jantung yang masih berdegup kencang tidak karuan, aku mendongak ke atas, segera mencari tau siapa gerangan yang sudah menyelamatkan tubuh mungil ini.

Ya Tuhan, benarkah mata ini, apa tidak salah lihat.

Aku kembali menatapnya dalam dalam, beberapa kali mengedipkan mata, berusaha mencari kebenaran dari apa yang aku lihat.

NOAH

Benarkah itu Noah, yang ada di hadapanku, dengan tangan masih melingkar di tubuhku, berusaha menyelamatkanku dari tragedi kecil ini. Oh, aku tidak percaya, pria tampan ini, pria yang sangat aku sukai ini.

Seketika pikiranku melayang, rasa bahagia ini benar - benar tidak mampu aku lukiskan dengan cara apapun. Jantungku berdegup semakin kencang, seolah hendak meloncat ke luar dan badanku tiba tiba panas dingin tanpa pemberitahuan.

Namun, itu hanya sesaat, tiba-tiba tubuhku jatuh dengan sangat cepat.

"Au" aku memekik. Tubuhku jatuh ke lantai dengan begitu mudahnya. Iya, pria tampan itu memang Noah dan dia baru saya melepaskan tangannya dari tubuhku seolah sengaja membuatku jatuh.

Aku sedikit jengkel, namun berusaha aku tutupi, dengan pelan dan tertatih aku mulai mengangkat tubuhku untuk dapat berdiri tegap. Aku mendapati pria ini memang benar benar Noah, Noahku.

Melihaku sudah mulai mampu berdiri dengan baik, dia memberi isyarat, menunjuk papan kuning yang bertukiskan "Awas lantai licin". Tanpa ekspresi, tidak ada apapun di wajahnya. Dia tetap menjadi pria dingin dan misterius.

"No - Noah, untuk apa kamu di sini?" tanyaku penasaran. Mendengar itu dia hanya diam dan berlalu pergi.

Aku melihatnya mengangkat ember dan alat pel, sepertinya yang tadi membersihkan lantai ini adalah Noah.

Aku segera berlari ke ruangan ayahku, kali ini bukan semangat karena ingin memberikan kado spesial ini, melain untuk hal lain.

Ini memang hari minggu, harusnya adalah hari libur, namun itu semua tidak berlaku untuk ayah dan ibuku, mereka hanya libur di hari minggu di minggu terakhir setiap bulannya. Logis, mereka bekerja sangat keras, jadi wajar saja jika hasilnyapun luar biasa.

Setelah berlari beberapa saat, aku sudah sampai di ruangan ayahku. Aku segera masuk dengan gugup.

"Papih! papih!" triakku gugup ketika sudah masuk ke dalam ruangan ayahku yang cukup luas ini. Ruangan CEO muda yang luas, rapi, dan wangi, tercermin jelas mengenai kepribadian pemiliknya.

"Raya, kenapa ke sini?" tanya ayahku.

"Papih, a - ada hal yang lebih penting dari itu," tcapku gugup.

"Tenang, atur nafas dulu," ayah berusaha menenangkanku yang masih kacau dengan nafas cepat dan terlihat gugup.

"Ayah ini penting," ucapku lagi.

"Ok ok, ada apa? Cerita sama papih."

Aku mulai mendaratkan tubuh di kursi empuk yang ada di ruangan itu.

"Papih, papih tau laki laki tinggi, putih yang sedang mengepel lantai di depan?," tanyaku menelisik.

"Siapa?" tanya ayah memastikan.

"Yang di luar, lagi ngepel."

"Oh, Noah?" mendengar itu aku segera mengangguk cepat dan tidak beraturan.

"Oh itu, itu Noah, anaknya bu Rahma, petugas kebersihkan di kantor papih," penjelasan papih.

Aku hanya terdiam mendengar penjelasan ayahku, sembari terus berpikir, benarkah apa yang ayahku katakan.

Jadi gini, ibu Noah bernama Rahma, petugas kebersihan di kantor ayahku. Dia sudah bekerja hampir 15 tahun. Lalu ayahku bercerita bahwa bu Rahma adalah janda dengan satu anak, dulu suaminya adalah orang Paris yang kebetulan bekerja di Indonesia, namun meninggalkannya tanpa sebab. Setelahnya bu Rahma baru mengetahui jika ternyata pria yang dia nikahi sudah memiliki istri di negaranya.

Aku bisa membayangkan betapa sakitnya, dibohongi dan ditinggalkan.

Lalu ayah melanjutkan ceritanya.

Dari ceritanya dapat aku tarik kesimpulan bahwa bu Rahma adalah orang yang sangat penuh kasih dan berdedikasi tinggi dalam merawat anaknya. Dia tidak menyimpan dendam sama sekali, terhadap pria yang sudah meninggalkannya, dia lebih memilih untuk terus bangkit, membesarkan anak laki laki yang sangat disayanginya itu.

Pantas saja Noah memiliki wajah yang begitu tampan, ternyata ada darah campuran di dalam tubuhnya.

"Setiap Hari minggu Noah mengambil lembur untuk menggantikan ibunya di sini, dia sangat rajin," ucap ayahku menjelaskan.

"Papih, papih tau tidak? Noah adalah siswa di Pandora," tanyaku menelisik namun lebih terdengar memberi penegasan.

"Iya, tau," ucap ayah singkat namun yakin.

Selanjutnya aku tau jika ternyata ayahkulah yang telah merekomendasikan Noah untuk dapat sekolah di Pandora International High School. Ayah melihat potensi Noah yang luar biasa, anak sederhana yang memiliki kemampuan luar biasa.

"Dia tau jika aku anak papih?" tanyaku penasaran.

"Tau," jawab Ayahku singkat.

Aku tertegun mendengar itu, berarti selama ini tampa aku sadari Noah sudah tau siapa aku, secara tidak langsung dia mengenalku.

Aku tertawa kegirangan, hal tidak berarti saja sudah sangat membuatku senang.

"Kenapa Ra?" tanya ayahku penasaran.

"Papih tau, Noah anak paling pintar di sekolah, heran saja jika dia mau bekerja di kantor papih," ucapku yang masih agak heran dengan kejadian ini.

"Itulah istimewanya dia, tidak pernah malu melakukan pekerjaan apapun. Sepertinya dia akan jadi orang hebat seperti papih," ucap ayahku sembari menyombongkan diri yang diikuti gelak tawa dari kami berdua.

Aku segera menyerahkan kotak makan dan buket bunga kepada ayahku. Lalu segera pamit keluar untuk pergi ke sekolah. Namun sebelum itu, aku akan mencari Noah. Aku akan bertanya kepadanya, kenapa selama ini dia tidak menceritakan tentang hal ini. Akukan bisa lebih sering mengunjungi kantor ayahku, untuk sekedar bisa lebih dekat dengan dia.

Oh, Noahku, baru memandang wajahmu saja aku sudah begitu bahagia. Seolah mendapat angin surga yang menerjang tubuh ini. Cobalah sedikit tersenyum kepadamu, mungkin aku bisa lebih sedikit bahagia, atau bahkan melayang saking bahagianya.

Oh, Noahku...