Chereads / My Cool Boy / Chapter 5 - Bab 5

Chapter 5 - Bab 5

Sisi Lain

Aku sampai di depan gedung sekolah.

Pak Salim menurunkanku tepat di depan lobi. Keren bukan, sekolah ini bak seperti hotel, ada bagian penerima tamu.

Ini hari minggu, namun suasana nampak ramai. Mereka semua tumpah ruah di sekolah, sebagian ada yang menyaksikan pertandingan basket, sebagian lagi memiliki agenda belajar bersama.

Mereka mengenakan pakaian bebas, ini saatnya untuk menunjukkan betapa berkelasnya mereka.

Outfit yang tidak hanya rapi, menarik namun juga memiliki harga yang sangat tinggi. Haruskah aku mulai menghitung berapa harga outfit yang mereka kenakan? oh itu hanya akan membuat kepala kalian pusing tidak karuan.

Mereka tidak saling mengunggulkan diri, tidak saling memamerkan apa yang mereka miliki, karena mereka semua mudah saja untuk memilikinya. Tidak ada kelas menengah, semuanya kelas atas dengan selera yang berbeda.

Aku melihat Tania berjalan cepat menuju ke arah gedung olah raga, langkahnya cepat dan tidak beraturan, sepertinya dia habis keluar dari toilet.

Aku segera mengejarnya, memanggilnya beberapa kali namun sepertinya percuma. Suara sorak penyemangat dan MC yang mulai memperdengarkan suaranya lewat mic yang bervolume tinggi, membuat suaraku tenggelam.

"Tania!" aku menepuk pundaknya pelan ketika sudah berada tepat di belakangnya.

"Hai Ra," ucapnya gugup. Dia terlihat membetulkan rambutnya yang sedikit berantakan, dan beberapa kali terlihat membersihkan mulut yang seolah habis melahap makanan berminyak.

Tania Taruna Wijaya, adalah gadis yang cukup populer di sekolah ini. Dancer ternama yang sudah sering menang kompetisi. Banyak sekali anak laki laki yang ingin mendekatinya, namun dia seperti tidak berminat, karena dia memiliki seseorang yang belum dia ceritakan kepadaku.

Lahir dari keluarga terpandang, pengusaha eksport import yang memilik banyak anak cabang perusahaan, siapa yang tidak ingin berkencan dengannya, hampir semua laki laki waras ingin mendekatinya, dia termasuk anak perempuan yang beruntung, seperti halnya aku.

Parasnya cantik, berhidung mancung, dengan bola mata berwarna kebiruan. Berkulit putih, sangat bersih, karena dia rajin sekali merawatnya dengan perawatan yang tidak murah. Rambutnya panjang bergelombang dengan warna sedikit kemerahan.

Dia adalah sahabatku, seperti halnya Qiora.

"Kamu tadi dari mana Tan, aku panggil panggil tidak dengar," ucapku memastikan.

"Bi - biasalah dari toilet, oh iya itu pertandingan sudah mau dimulai, ayo ke sana, Qiora sudah menunggu kita di sana,"

ucapnya seraya menggandeng tanganku menuju ke arah gedung olahraga.

Aku segera menuju ke arah Qiora duduk, dia sudah menyiapkan dua tempat kosong untuk kami berdua.

"Hai Qi," sapaku sambil memeluknya erat begitu juga dengan Tania.

Aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari Tania, dia terlihat tidak berhenti tersenyum, ada rona bahagia yang tergambar jelas. Ada apa gerangan, aku mulai penasaran.

Aku melihatnya dalam dalam, memberi isyarat tentang apa yang membuatku penasaran. Dia hanya tersenyum melihat isyaratku.

"Ada apa?" tanyaku lirih, Tania hanya menjawabnya dengan senyum.

Tiba tiba pandanganku teralihkan dengan sosok yang menurutku sangat menyebalkan namun begitu menguasai diriku.

Oh lagi lagi aku harus merasakan ini.

Aku melihat Noah berjalan dengan pelan, menuju ke arah kursi penonton yang masih kosong.

Dia terlihat begitu gagah dengan sweater berwarna coklat dan dipadukan dengan celana hitam. Punggungnya dihiasi tas berwarna hitam dengan bentuk oval mengembang, nampak seperti tas astronot kucing yang biasa aku lihat dipakai oleh beberapa orang di petshop, hanya saja tidak transparan, melainkan berwarna hitam. Sepatunya berwarna putih dengan tali hitam menjuntai. Aku tidak mengerti, semua yang dia kenakan adalah merk biasa, namun terlihat begitu luar biasa. Dia sangat menarik dan aku selalu meyakini jika dia tampan.

Dia masih tetap menggunakan aerphone putih yang dia tancapkan di handphone seri lamanya itu.

Aku menatapnya cukup lama, hingga Qiora dan Tania yang menyadarkanku dari keterpakuan ini. Seolah waktu berhenti, aku tidak mampu bergerak, ingin rasanya berteriak namun tidak ada satupun yang menolong.

"Raya, kalau kamu suka sama Noah, katakan, kamu harus berani memberitahunya," ucap Tania yakin. Mendengar itu, aku hanya menggeleng pelan dan pasrah.

Jangankan untuk mengatakan semua yang aku rasakan, ada di dekatnya saja sudah membuatku gugup tidak karuan.

Dulu semua orang mengenalku sebagai gadis angkuh dan sedikit sombong, namun setelah memiliki rasa kepadanya, pelan pelan aku mulai meninggalkan predikat itu.

Aku lebih sering tersenyum dan menyapa semua orang yang aku temui. Dia tidak pernah merubahku, akupun tidak mengerti kenapa ada perubahan yang begitu besar terjadi pada diriku hanya karena perasaan suka ini. Entahlah, sangat aneh.

Aku melihat Noah duduk di kursi penonton, terlihat mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Apa?" ucapku heran ketika melihat pemandangan itu.

Noah terlihat mengeluarkan buku tebal dari dalam tasnya, lalu mulai membacanya dengan santai.

Di tengah pertandingan basket? Yang bernar saja? Dia sibuk menjadi kutu buku, di tempat seramai ini, apa semua anak jenius melakukan hal itu? aku tidak habis pikir.

"Tidak usah heran Ra, aku bahkan pernah melihat dia melakukan hal lebih gila," ucap Qiora yang melihatku keheranan.

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Lihat dia baca buku sambil naik sepeda, gila kan," ucapnya terlihat serius.

"Serius kamu" aku menatapnya tajam setelah mendengar hal itu. Setelahnya aku melihat Qiara tertawa hebat.

"Tapi bohong, ya tidak lah, mana ada itu," ucapnya meledek.

Aku mulai menggelitiki Qiora dengan sejadi jadinya, hingga membuatnya menggelinjang geli dan menggerakkan tubuhnya tidak beraturan, aku menghentikan tindakanku setelah mendengar wasit meniup peliut tanda pertandingan akan segera dimulai.

Aku melihat Mike mulai memasuki lapangan, terlihat tinggi dan gagah, pantas saja banyak siswa perempuan yang menggilainya. Namun aku sama sekali tidak tertarik, dia arogan dan sedikit tempramental. Perilakunya membuat aku lebih banyak takut ketimbang kagum.

Disebelah kiriku, aku menemukan Tania begitu terpesona memandangi Mike, ada aura yang berbeda.

"Tan?" aku kembali berusaha menelisik. Aku tau ada sesuatu yang dia sembunyikan.

Tania mulai mengarahkan pandangannya ke arahku dan Qiora.

"Oke, aku akan bicara, ada hal yang sebenarnya ingin aku ceritakan sejak beberapa waktu lalu, tapi aku masih belum yakin," ucap Tania memulai pembicaraan. Aku dan Qiora hanya terdiam, menunggu ceritanya dengan antusias.

"Aku punya pacar baru," ucapnya hati hati. Kami berdua melotot mendengar hal itu, karena yang kami tau, Tania baru saja putus dengan pacarnya beberapa hari lalu.

"Se - sebenarnya itu yang membuat aku putus dengan Alexs (nama kekasih lama Tania), aku sudah dekat dengan laki laki ini jauh sebelum putus dengan Alexs, aku lebih nyaman dengan dia dan dia lebih bisa membuatku tergila gila," ucap Tania berusaha memberi penjelasan.

"Siapa?" tanya Qiora penasaran.

"Tapi sebelumnya aku minta maaf dulu sama kamu Qi, aku tidak bermaksud untuk mematahkan hati kamu," ucap Tania hati hati.

"Ini yang sebenarnya menjadi alasan mendasar, kenapa aku tidak menceritakan hal ini lebih awal," ucap Tania yang masih terdengar hati hati.

Suaranya lirih dan hati hati, ditambah lagi dengan suasana gedung olah raga yang ramai riuh, kami berdua butuh lebih banyak konsentrasi untuk mendengarkan ucapannya.

"Siapa Tan? Jangan membuat kita penasaran," ucap Qiora yang sudah tidak sabar.

"Hmmm," Tania menggumam, seolah bersiap menyusun kata apa yang harus dia ucapkan.

Kami berdua mulai semakin mendekatkan kepala, bersiap mendengar satu nama yang akan Tania sebutkan.

"Hmmm," dia terdengar kembali menggumam.

"Tania!" ucapku kesal.

"Tapi janji kalian tidak boleh marah," ucapnya yang justru semakin membuatku penasaran.

Kami berdua mengangguk dengan cepat seraya berharap cemas seolah menanti sesuatu yang sangat menegangkan.

"Mike," ucap Tania lirih disertai kelegaan yang luar biasa.

Aku dan Qiora sepontan mengalihkan pandangan ke arah pertandingan, tentunya untuk melihat sosok Mike.

"Mike?" ucap kami berdua serentak.

"Kamu serius Tan?" tanyaku menelisik dan berusaha memahami semua kondisi ini.

Mike williams, salah satu laki laki arogan dan tempramental. Terkenal play boy, sombong dan angkuh.

Dari segi fisik memang dia bak pangeran tampan yang menjadi pujaan. Tinggi semampai dengan hiasan otot yang mulai terbentuk. Kulit putih bersih, wajah proporsional dengan hidung mancung dan alis sedikit tebal. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona, hanya saja sifatnya tidak menjadi daya tarik.

"Iya, aku tau apa yang kalian pikirkan, Mike si tampan yang arogan dan suka berganti ganti pasangan. Digilai banyak perempuan cantik di sekolah ini," Tania seolah memahami apa yang membuat kami berdua gelisah.

"Tan, aku memang ngefans sama Mike, sangat suka berlama lama menatap wajah dan badan yang sempurna itu, tapi tidak untuk jadi pacarnya juga," Qiora terdengar sangat kecewa dengan keputusan Tania.

"Yakin kamu tidak mau jadi pacarnya Mike?" Tania terdengar menggoda Qiora yang sedang kecewa dengan apa yang menjadi pilihannya.

"Serius Tan, kamu tidak perlu minta maaf sama aku, karna aku sama sekali tidak cemburu, aku cuma khawatir sama kamu, aku happy lihat kamu happy tapi aku tidak mau kamu tersakiti. Tau kan gosip Willona? Mike sempat memukul Willona sebelum mereka putus," ucap Qiora yang terdengar sangat khawatir.

Sebagai ratu gosip, dia jelas tau setiap info yang berhubungan dengan warga pandora, bahkan yang tidak terlalu penting sekalipun.

"Iya, aku tau Qi, tapi Mike sudah berubah, sejak dia dekat dengan Noah," ucap Tania meyakinkan.

Mendengar itu, aku yang tadinya sibuk menyedot air mineral seketika terbatuk, sangat keras dan sakit. Benarkah apa yang aku dengar?

Mike berteman dengan Noah?

Apa?

"Kamu serius Tan?" tanyaku memastikan.

"Serius Ra, aku mendengar sendiri dari Mike," ucap Tania yakin.

Tania mulai menceritakan segala hal mengenai kedekatan Mike dan Noah. Yang bisa aku ringkas dari penjabarannya yang cukup panjang adalah.

Mike memiliki ayah yang juga cukup tempramental, sering memarahi bahkan tidak segan untuk memukul Mike jika mendapati nilai sekolah anaknya itu tidak seperti yang dia harapkan.

Ayah Mike adalah orang yang cukup terpandang, pejabat tinggi dengan gelar bangsawan. Karir politiknya sangat bagus, jadi dia harus sangat hati hati dalam menentukan sikap.

Dia menuntut Mike menjadi anak yang hebat dalam segala bidang, mendapatkan nilai yang memuaskan, berprestasi dan menjadi kebanggan. Namun Mike lebih menyukai basket dibanding apapun. Nilai pelajarannya tidak terlalu bagus, karna keminatannya sudah terbentuk.

Ayah Mike tidak bisa menerima itu, akhirnya seringkali memukuli Mike dengan membabi buta.

Pernah suatu ketika Mike pergi ke sekolah dengan bekas memar di pipinya, bekas tamparan yang cukup keras. Kalian pasti sudah bisa menebak, itu adalah perbuatan ayahnya.

Noah mendapati Mike menangis di pojokan toilet, iya, menangis, sungguh tidak bisa dipercaya. Laki laki gagah yang terkenal arogan itu bisa meneteskan air mata.

Ternyata selama ini Mike menutupi setiap luka di hatinya dengan sikap keras dan arogan. Semua orang mengenalnya sebagai anak laki laki yang menakutkan, padahal sejatinya dia memiliki hati yang lembut lagi rapuh.

Mike seolah menemukan tempat untuk bercerita, menyampaikan keluh kesahnya, dia menemukan seseorang yang tepat.

Ssetelah menyampaikan seluruh apa yang dia rasakan kepada Noah, dia meminta Noah untuk merahasiakan apapun yang dilihatnya. Mike tidak ingin terlihat lemah dan kacau, dia harus tetap menjaga wibawanya.

Sejak saat itu Noah memutuskan untuk membantu Mike, membantu Mike untuk bisa menyeleseian setiap tugas sekolah dan membuatnya mampu untuk memberikan apa yang diharapkan orang tuanya.

Mike sangat menghormati dan mengidolakan ayahnya, dia tidak ingin membuat ayahnya kecewa, namun apa bisa dibuat, minatnya hanya tertuju pada baket dan itu membuatnya lemah dalam pelajaran.

Sebagai gantinya, Mike berjanji akan melindungi Noah sebisa mungkin, dari apapun dan menjamin hidupnya akan aman selama di sekolah ini, ya walaupun juga tidak ada yang berbuat kurang ajar terhadapnya, karena hampir semua murid menghormati Noah sebagai si jenius yang tak terkalahkan.

Aku terkesima mendengar semua yang diceritakan oleh Tania, benarkah itu? Sangat sulit untuk di percaya, hal itu justru membuatku semakin menggilainya, oh Noahku, jadilah milikku, aku hanya ingin berada dalam dekapanmu, menghabiskan waktu dan menikmati setiap rasa yang mekar di hati.