Chereads / Air Mata Agnia / Chapter 20 - Bab 20

Chapter 20 - Bab 20

Di pagi hari Agnia mendapat telepon dari Dirga. Pria itu mengatakan butuh bantuan. Suara Dirga sarat akan permohonan.

Dua jam kemudian Agnia telah berada di kediaman pria itu dan sekarang mereka tengan duduk di bangku taman. "Ada apa? Sepertinya hal yang serius."

Dirga mengangguk. Riak wajahnya sangat serius. "Sangat amat penting."

Agnia jadi penasaran sepenting apa hal yang akan Dirga bicarakan. "Cepat katakan Dirga. Kamu membuatku penasaran."

"Begini."

Sebelum melanjutkan pembicaraan, Dirga melihat sekeliling, memastikan tak ada orang lain yang mendengar.

"Hari ini adalah ulang tahun Maira. Untuk pertama kalinya aku lupa dan masalah terbesarnya ialah aku belum menyiapkan apa pun. Biasanya setiap tahun akan ada perayaan."

Karena pekerjaan akhir-akhir ini sangat sibuk, jadilah ia melupakan ulang tahun keponakan satu-satunya. Pantas saja wajah dan sikap Maira tak seperti biasanya.

Anak tersebut cenderung diam dan hanya menjawab ketika ditanya. Rupanya sedang merajuk dan bodohnya Dirga baru sadar sekarang.

"Kita bisa mempersiapkannya mulai dari sekarang dan saat malam nanti kita rayakan ulang tahun Maira."

"Masalahnya, siang ini aku ada rapat penting. Aku yakin akan menghabiskan waktu cukup lama dan saat selesai, waktunya terlalu mepet."

"Tenang saja, kan ada aku yang akan membantu. Semua pasti beres tepat waktu."

"Tapi apa itu tidak akan membebanimu? Aku tau kamu sedang sibuk apalagi semenjak insiden yang sampai masuk berita waktu itu. Pasti sekarang kamu sedang memulihkan citra restoran kan?"

Yang dikatakan Dirga mmeang benar. Cukup sulit untuk membuat pelanggan percaya kembali sepenuhnya, terutama dengan reputasi baik yang disematkan pada restorannya.

Lalu tiba-tiba ada isu ketidak higienisan makanan yang disajikan membuat reputasi baik yang dijaga selama seketika terjun bebas.

Mengingat masalah waktu itu membuat Agnia kembali geram. Andai ia tau lebih cepat.

"Semua sudah cukup terkendali kok. Biarkan aku membantumu ya," pinta Agnia.

"Baiklaha kalau kamu memaksa, tapi aku masih bingung tentang ide yang akan kita lakukan. Aku ingin hari ulang tahunnya kali ini sangat berbeda dan lain dari sebelum-sebelumnya."

"Memangnya yang sebelumnya seperti apa?"

"Biasanya aku akan menyewa gedung untuk acara serta mengundang teman-teman Maira"

"Apa perayaannya harus mewah?"

"Tidak juga. Yang penting dirayakan, entah hanya kami berdua atau dengan teman-temannya."

"OO begitu ya." Agnia langsung terpikir satu ide. "Sebenarnya aku memiliki sebuah ide."

"Apa itu?"

*****

Agnia berada di toko kue. Ia berharap semoga mereka bersedia untuk membuatnya hari ini. "Mau pesan apa Nona."

"Begini. Keponakan saya berulang tahun hari ini. Saya berencana untuk membeliannya kue yang ia sukai. Apa bisa dibuatkan kue dan jadi hari ini juga? Sebelum malam harus sudah selesai. Apa bisa ya?"

Si pemilik toko menggeleng. "Maaf Tidak bisa kalau harus jadi hari ini juga. Masih banyak pesanan yang harus kami selesaikan."

"Saya akan membayar lebih. Bagaimana? Keponakan saya akan sedih kalau tidak ada kue ulang tahun. Kalau saya bayar tiga kali lipat dari biasanya, bagaimana?"

Sejenak pemilik toko tersebut terdiam. Ia berkata. "Baiklah. Kami akan buat dan kirim sebelum malam tiba."

Agnia tersenyum. "Terima kasih." Setelahnya ia pun pergi setelah menjelaskan detail kue seperti apa yang akan dibuat.

Saat akan masuk ke dalam mobil tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara seorang wanita dari arah samping. Agnia menoleh ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia saat melihat salah-satu orang yang dirindukannya.

"Bu Ratna."

"Apa kabar Nak Agnia?" Bu Ratna bertanya dengan senyuman teduh menghiasi wajahnya. Mereka berpelukan untuk melepas rasa rindu masing-masing.

Agnia melepas pelukannya. "Baik Bu. Bagaimana kondisi Bu Ratna? Bu Ratna tidak sakit lagi kan?"

Ratna tertawa kecil. "Yang waktu itu ibu hanya sakit ringan. Jangan terlalu khawatir. Kalau tidak percaya, coba lihat ibu baik-baik."

Agnia mengamati dengan saksama. Tidak ada wajah pucat atau berat badan menurun. Dilihat dari mata wanita di depannya ini sehat.

"Ya, Bu Ratna sehat. Saya berpikir kalau kondisi ibu makin sehat dan semakin bahagia. Coba saya tebak." Berpikir. "Pasti usaha Bu Ratna semakin berkembang ya?"

Wanita tadi hanya tersenyum sambil menepuk pelan lengan Agnia. "Ya begitu lah."

"Saya doakan semoga usaha Bu Ratna semakin besar."

"Aamiin."

"Sampai buka cabang di luar negeri," tambah Agnia.

"Ah, kamu ini kalau ngomong bisa saja. Mana mungkin sampai buka cabang ke luar negeri? Usaha ibu yang di kampung lancar sudah sangat bersyukur kok."

"Loh Bu, masa depan tidak ada yang tau. Siapa tau kalau omongan saya ini benar-benar dikabulkan. Aminin Bu, kali saja terkabul."

Lagi-lagi Ratna terkekeh. "Iya, ibu akan amini. Aamiin."

"Nah gitu." Agnia mendongak ke atas. Tampak awan gelap mulai berkumpul. "Bu Ratna mau ke mana? Kok tumbenan datang ke sini?"

"Ya mau menemui kamu Agnia. Memangnya ibu punya kepentingan apa?"

Agnia mengedikkan bahu. "Ya siapa tau Ibu mau membuka cabang di kota ini."

"Ah kamu bisa saja kalau ngomong. Ibu cubit nih lama-lama. Dari tadi berbicara tentang cabang terus. Lelah ibu amininnya. Harusnya ya ibu yang bertanya, bagaimana perkembangan usahamu?"

"Lancar Bu Ratna. Oiya Bu, lebih baik kita bicara saja di mobil. Sudah mau hujan ini."

Ratna mendongak ke atas. "Wah iya ya." Keduanya pun masuk, tak lama mobil melaju. "Sekarang ini cuaca susah diprediksi. Tadi kelihatan panas eh tiba-tiba mendung."

"Iya Bu. Untung saja kita sudah terbiasa hidup dengan cuaca yang tidak menentu. Tidak begitu kaget."

"Benar." Setelahnya tidak ada percakapan di anatara kedua wanita itu.

Agnia sibuk menyetir sementara Ratna bergelut dengan pikirannya. Ia menatap dalam Agnia. Lidahnya terasa gatal ingin mengatakan hal yang ditahan-tahan dari tadi.

"Sepertinya ada yang mau ibu sampaikan ya?" Agnia tahu gelagat Ratna. Mudah membaca apa yang dipikirkan wanita di sampingnya tersebut.

"Emm, iya, sebenarnya ada yang ibu ingin bicarakan." Pandangan mata Ratna tak sengaja melihat Ivan yang sedang berdiri di depan mobil yang berhenti sambil bertelepon. "Stop," ujar Ratna.

"Maksudnya Bu?" Tak paham dengan satu kata yang terlontar dari bibir Ratna.

"Maksud Ibu, hentikan mobilnya."

"Oalah." Dengan patuh Agnia memberhentikan mobilnya. "Kenapa Bu Ratna ingin berhenti? Di sini tidak ada toko dan jalanan pun tergolong cukup sepi." Tak ada jawaban.

Ia menoleh dan mendapati Ratna sudah membuka pintu mobil dan berjalan dengan terburu-buru. Agnia melihat ke mana kira-kira tujuan Ratna.

Agnia kaget. "Itu Ivan?" Melihat Ratna yang tampak dingin. "Aduh gawat ini." Agnia segera turun dari mobil.

Sementara itu Ratna berhenti di dekat Ivan sambil berteriak, "IVAN!"

Teriakan Ratna membuat Ivan menoleh. Pria itu terkejut. "Bb-bu Ratna."

PLAK

Tamparan keras diberikan Ratna sebagai 'hadiah' pertemuan tak sengaja mereka setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Agnia dan Ivan kegat dengan sikap tiba-tiba Ratna.

"Bu Ratna, apa yang ibu lakukan? Ayo kita pergi." Agnia mencoba membujuk.