Chereads / Air Mata Agnia / Chapter 24 - Bab 24

Chapter 24 - Bab 24

Rosa terus menerus memikirkan kejadian dua hari lalu. Hatinya semakin benci saat Ivan dengan seenak hati memporak-porandakan rumahnya, alhasil dirinya harus mengganti semua kerugian yang ada. "Ingin rasanya aku meninju wajah kurang ajar Ivan!" ujarnya dalam hati.

"Rosa."

Rosa langsung tersentak, kembali ke realita. Ia melihat sang manager toko yang sedang melihatnya dengan pandangan serius. Rosa menunduk sesaat, ia tau akan kesalahannya yang melamun sejak tadi. Kurang fokus.

"Maaf Bu."

"Dari tadi saya perhatikan kamu melamun terus. Di saat bekerja itu harus fokus, fokus, dan fokus, mengerti?!" Tatapan tajam dilayangkan.

Rosa mengangguk pelan sambil berkata, "Saya mengerti. Maaf sekali lagi atas kesalahan saya."

"Jangan diulangi atau saya yang akan mengadukan kelakuanmu pada Bu Agnia. Meskipun kamu bekerja atas rekomendasi beliau, bukan berarti bisa seenaknya seperti tadi." Kemudian wanita tersebut pergi.

Rosa menepuk pelan kedua pipinya. "Ayo fokus Rosa. Jangan biarkan Ivan terus berada di pikiranmu. Pria itu tidak pantas untuk dipikirkan." Berusaha menyemangati dan memotivasi diri sendiri.

Ia pun mulai serius bekerja. Beberapa menit berlalu, indra penciumannya merasakan parfum yang familier serta mendengar langkah kaki yang kian mendekat.

Ketika mendongak, muncul Agnia. Tak hanya itu, atasannya tersebut juga membawa gadis kecil berkepang dua yang tengah menatap sekeliling dengan pandangan kagum.

Maira menarik pelan tangan Agnia. "Bibi Agnia."

Agnia sontak menoleh. "Iya, Maira, ada apa?"

"Ini toko kue Bibi yang baru buka itu kan?"

"Betul. Kan bibi sudah bilang."

Maira mengangguk anggukan kepala dan masih melihat ke sekitar. "Tokonya bagus dan bau kuenya harum. Maira jadi tidak sabar mencicipi kue-kue lezat itu Bi." Tadi saat baru masuk dan melihat kue-kue berjejeran di etalase membuat gadis kecil tadi menelan ludah. Di matanya terlihat sangat lezat.

"Nanti Maira akan dapat kue spesial."

"Sungguh, Bibi?"

"Ya, tapi sekarang Maira duduk dulu ya. Nanti ada yang akan menjaga Maira sebentar. Bibi ingin bicara sebentar dengan Bibi Rosa."

"Oke deh."

Sang manager toko tadi menghampiri ketiganya. "Ayo Nona Maira kita duduk."

"Ayok Bi."

"Tolong jaga dan awasi Maira sebentar ya."

"Bu Agnia jangan khawatir." Baik manager toko maupun Maira kini telah pergi.

Sementara itu, Rosa sedari tadi melihat interaksi antara Agnia dan Maira. Ingin rasanya bertanya siapakah gadis kecil tadi, tapi ia sadar bukan urusannya dan takut dianggap lancang oleh Agnia. "Rosa, saya ingin bicara empat mata denganmu."

"Baik Bu Agnia." Rosa mengikuti ke mana perginya Agnia. Mereka kini telah sampai ke dalam runangan pribadi Agnia.

"Duduk lah."

"Iya Bu."

"Saya mendapat laporan bahwa kamu melamun saat bekerja. Apa itu benar?"

Rosa cukup terkejut mendapat pertanyaan tersebut. Ia kira sang manager menepati perkataannya dengan tidak mengadukan pada Agnia. Ternyata malah kebalikannya.

"Benar, Bu. Maaf atas kesalahan saya. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."

"Baik, saya akan memberi kamu kesempatan. Meski kita sekarang berteman, bukan berarti saya bisa bersikap lunak padamu Sa. Nanti apa kata karyawan jika saya pilih kasih."

Rosa mengangguk paham. "Saya mengerti Bu."

"Apa yang kamu lamunkan ada hubungannya dengan Ivan?"

Diam.

Rosa hanya bisa diam mendengar pertanyaan Agnia. Bimbang ingin memberi tau atau tidak. "Beri tau atau tidak ya?" ujar dalam hati.

Sementara Agnia memperhatikan gelagat Rosa. Ia tersenyum samar. "Dari respon kamu, saya bisa menyimpulkan kalau jawabannya adalah iya. Benar kan?"

"Benar Bu." Tidak ada gunanya lagi menyangkal.

"Ada apa? Ivan berbuat ulah lagi?"

"Sebenarnya ... iya. Pria itu menyuruh orang itu merusak kontrakan saya. Yang punya kontrakan marah dengan keadaan rumahnya. Jadinya saya dituntut ganti rugi."

Agnia tidak menduga Ivan akan melakukan aksi seagresif tersebut. Itu artinya ego Ivan benar-benar tersentil. Agnia merasa bersalah karena telah mempertemukan keduanya.

Harusnya ia jujur kalau dirinya lah yang mempertemukan mereka pada Rosa? Bagaimana tanggapan Rosa nantinya? Wanita itu pasti marah.

"Tenang saja. Saya akan membayar semua kerugian yang telah Ivan sebabkan."

Rosa terkejut. "Ap-ppa?" Tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. "Jj-jangan. Saya tidak ingin merepotkan lebih jauh lagi." Di dalam hati Rosa sangat ingin dibantu, tapi tentu merasa tidak enak.

"Saya tidak merasa direpotkan kok. Sudah, jangan dipikirkan."

"Baiklah kalau Bu Agnia memaksa. Saya akan mencicil uang ganti ruginya setiap bulan."

"Tidak usah." Agnia menolak gagasan Rosa.

"Tapi Bu ...."

"Saya tidak membutuhkan uang Sa. Tapi saya ingin kamu bekerja dengan benar. Jangan memikirkan masalah apa pun terutama Ivan pada saat bekerja. Itu bisa menghambat produktivitasmu. Kamu bisa kan?"

"Bisa kok Bu. Saya janji akan melakukan yang terbaik."

"Bagus. Sekarang kamu boleh keluar."

"Baik. Terima kasih Bu Agnia."

*****

Agnia tengah menyetir bersama Maira di sampingnya. Ia melirik sekilas ke arah gadis kecil tersebut. Senyum bahagia Maira belum luntur sejak ia meninggalkan toko kue Agnia.

"Kelihatannya ada yang sangat senang nih." Agnia mulai berbicara sembari tersenyum.

Maira terkekeh karenanya. "Maira senang berada di sana. Makanan dan minumannya enak-enak. Lain kali ajak Maira ke sana lagi ya Bi."

"Tentu. Kapan-kapan kita akan ke sana."

"Yeayyy." Maira kegirangan. Netranya menatap kue di tangannya. "Terima kasih ya Bi karena memberikan rainbow cake pada Maira. Maira suka sekali pelangi."

"Sama-sama Sayang." Agnia mengelus puncak kepala Maira. "Kuenya ada dua. Satu untuk Maira, satu lagi untuk Paman Dirga."

Anak tadi mengangguk dan sambil tersenyum. "Paman Dirga pasti senang mendapat kue dari Bibi. Paman juga suka rainbow cake loh Bi."

"Oh ya?"

"Iya."

*****

"Paman Dirga." Maira langsung memeluk sang paman tercinta begitu memasuki apartemen Agnia.

Dengan senang hati Dirga menerima pelukan keponakan kecilnya. "Rindu tidak dengan paman Dirga?"

"Rindu. Rindu sekali. Kalau Paman Rindu juga tidak dengan Maira?"

Dirga berpikir kemudian menjawab, "Tidak tuh. Biasa-biasa saja."

Riak wajah anak tersebut langsung masam. Ia melepas pelukan Dirga. "Paman Dirga kok gitu sih."

Dirga tertawa pelan. "Bercanda Sayangnya paman. Jelas paman juga rindu keponakan cantik ini." Menarik pelan kedua pipi Maira.

"Ekhem." Agnia berdehem.

Kedua orang tadi yang asyik mengobrol pun melihat ke sumber suara. "Oiya, paman sampai lupa menyapa Bibi Agnia." Dan Maira hanya terkekeh.

"Maaf ya karena mengabaikanmu. Kami memang selalu begini setiap tidak bertemu beberapa hari."

"Tidak masalah."

"Oiya, aku ingin bertanya, apa Maira merepotkanmu atau membuat masalah saat bersamamu?"

"Ihh Paman Dirga kok tanya begitu? Maira anak yang baik dan patuh kok. Iya kan Bibi Agnia?"

Agnia tersenyum kecil. "Yang Maira katakan benar. Dia anak yang baik dan penurut. Bahkan selalu membantuku dalam menyiapkan makanan."

"Oh ya?" Dirga beralih ke arah Maira. Ternyata menitipkan Maira pada Agnia merupakan keputusan tepat.