Chereads / Dendam Anak Pungut / Chapter 13 - Bab 13 Mama Dan Papa Tetap Menyalahkan Jonathan

Chapter 13 - Bab 13 Mama Dan Papa Tetap Menyalahkan Jonathan

"Mama setuju, Pa. Kita harus beri Jonathan hukuman karena sudah sangat ceroboh, hingga Viola tenggelam dan hampir saja mati."

Mama semakin mendukung Papa untuk memberikan hukuman untukku, ku fikir Papa bisa lebih percaya padaku dan membelaku didepan Mama. Nyatanya aku salah, Papa juga ikut menyalahkan aku. Meski semua ini kesalahan Gavriel.

"Kenapa sih, Ma. Jo yang selalu disalahkan, meski semua ini salah Gavriel. Kenapa Mama tak pernah adil padaku dan Gavriel. Jo juga masih anak-anak, Ma. Jo anak Mama juga,"

"Siapa bilang..."

"Sudah cukup, Ma. Jangan diteruskan lagi, yang penting Papa sudah buat keputusan untuk menghukum Jo, jadi tak perlu diperpanjang lagi masalah ini."

Papa secara sepihak memotong ucapan Mama, dan Mama terlihat kesal dengan perbuatan Papa. Apa yang ingin Mama katakan tadi, hingga Papa tak membiarkan Mama melanjutkan ucapannya.

"Biar saja lah, Pa. Biar dia tau kalau..."

"Ma, cukup! Mama mau Papa marah juga sama Mama, sekarang ini Papa sedang banyak pekerjaan untuk laporan keuangan di kantor Papa, sebagai evaluasi karena sebentar lagi akan ada peningkatan mutu karyawan. Belum lagi untuk pemindahan jabatan yang harus Papa seleksi pada karyawan Papa. Jadi jangan menambah beban pikirian Papa lagi."

Satu kali bentakan membuat Mama tak berani melanjutkan lagi kata-katanya barusan. Gavriel melihat Papa dan Mama yang sedang cekcok dengan muka takut, tak heran karena selama ini Mama selalu menghindari perselisihan didepan Gavriel. Ya, Mama selalu memberikan yang terbaik untuk Gavriel tapi tidak denganku.

"Papa sama Mama kenapa berantem? Kata Bu guru, gak boleh berantem loh."

"Iya, Sayang. Papa sama Mama gak berantem kok. Cuma suaranya agak kerasa saja tadi. Sekarang Gavriel ikut Mama saja ya! Mama mau ke butik."

Papa terlihat fokus kembali pada pekerjaannya. Menandakan bahwa pekerjaan yang ia lakoni saat ini sangatlah penting, pantas saja kalau Papa seperti naik pitam tadi saat membentak Mama. Aku ingin sekali ikut dengan Mama ke butiknya, toh Gavriel juga ikut. Bosan rasanya jika hanya berdiam diri di rumah tanpa seorang teman. Biasanya aku selalu bermain dengan Gavriel, tapi hari ini sepertinya Mama sengaja membawa Gavriel keluar rumah agar tak bermain denganku.

"Aku boleh ikut gak, Ma? Sudah lama sekali Jo gak ikut Mama ke butik." Aku memberanikan diri untuk menanyakan boleh tidaknya ikut dengan Mama dan Gavriel. Tapi, sepertinya Mama tak akan memperbolehkan aku untuk ikut.

"Gak, kamu gak boleh ikut. Mama jadi kerepotan nanti kalau kamu juga ikut, Mama harus jaga Gavriel. Sedangkan kamu, bisa saja membuat masalah seperti kemarin. Mama gak mau terjadi sesuatu sama Gavriel."

"Jo janji, Ma. Gak akan nakal. Jo akan jaga Gavriel juga, boleh ya, Ma!"

Aku merengek pada Mama agar ia mau membawaku. Semoga saja Mama bisa berubah pikiran, dengan embel-embel aku akan menjaga Gavriel.

"Sekali nggk, ya tetap nggk. Sudah sana, kamu ke kamar saja. Hari ini gak usah main sama Gavriel, Mama yang akan menjaga dia sendiri. Tak perlu kamu."

Mama berlalu begitu saja, tanpa memperdulikan permintaanku lagi. Aku menyerah, dan tak mau memohon lagi. Jika Mama sudah berkata tidak, maka aku tak bisa memaksa. Begitulah aku, meski hanya ingin ikut ke butik saja tak dibolehkan.

Aku berlalu menuju kamarku. Meski masih pagi, aku hanya bisa menghabiskan waktu sendiri dikamar. Biasanya libur panjang begini, Papa akan mengajak kami sekeluarga untuk pergi berlibur. Tapi, kenapa sekarang tidak. Apa karena Papa masih sibuk dengan pekerjaannya?

***

Hari mulai sore, ku dengar suara tertawa dari lantai bawah. Aku bangun dari tidur siangku. Cukup lama aku tidur, sejak Mama dan Gavriel pergi ke butik, aku memutuskan untuk bermain game PS kesukaanku di dalam kamar sendirian. Saking asiknya bermian, membuatku hingga tertidur sampai saat ini.

Kruyuk...

Perutku berbunyi, karena tidur siang yang cukup lama. Membuatku tak sempat makan siang, ku putuskan untuk turun ke lantai bawah, dan lagi untuk mengecek siapa saja yang ada dibawah. Apakah ada Nenek dan Kakek? Jika iya, maka aku senang sekali. Karena biasanya mereka akan bermain denganku, serta membawakan oleh-oleh untukku dan Gavriel. Beda halnya jika Eyang putri dan Eyang putra yang datang, mereka sama halnya dengan Mama. Selalu bersikap tak adil padaku dan Gavriel.

Nenek dan Kakek adalah orang tua dari Papa, sedangkan Eyang putra dan putri adalah orang tua dari Mama. Aku seperti seorang cucu yang tak diharapkan oleh mereka, lain halnya dengan Gavriel. Dia selalu dimanjakan oleh kedua eyangku, sama halnya dengan Mama.

Sesampainya ditangga, ternyata bukan Kakek dan Nenek yang datang ataupun eyang. Akan tetapi keluarga Om Pras. Aku menuruni tangga dan hendak bergabung dengan mereka, karena disitu juga ada Papa dan Mama. Tapi, tak kutemui Gavriel dan Viola. Entah kemana mereka, mungkin sedang bermain bersama.

"Tak perlu sampai menghukum Jo dengan tidak mengikutkan dia, Yasa. Dia masih kecil, lagi pula Vio baik-baik saja. Mungkin kemarin dia sedikit syok, hingga tak sadarkan diri." Ucap Om Pras pada Papa.

"Benar itu, Yasa. Kasian dia, jika dia tidak ikut, lalu dia akan bersama siapa disini? Dia masih kecil juga, tak perlu menyalahkan dia karena tidak menjaga Vio dengan baik. Tak perlu terlalu keras menghukumnya." Apa yang dikatakan Om Pras disetujui oleh Tante Ningrum.

"Itu sudah menjadi keputusanku, Pras. Biar saja itu menjadi hukuman untuknya. Lagi pula, disini juga ada Bi Ningsih yang biasa mengurusnya, dan di bantu oleh Bi maria juga kalau dia butuh apa-apa. Aku merasa bersalah pada kalian, Karena gara-gara Jo teledor, Vio hampir saja mati tenggelam."

"Iya, benar kata mas Yasa, Ningrum. Kami merasa bersalah pada kalian. Jadi, biarlah Jo mendapatkan hukumannya. Dan kami fikir, hukuman itu sangat cocok untuknya. Agar lain kali, lebih bisa fokus lagi pada keselamatan adik-adiknya."

Selalu saja aku yang salah. Bahkan Papa juga tak segan menyalahkan aku didepan orang tua Vio, mengapa bukan Gavriel, yang jelas-jelas semua itu salahnya. Apa karena dia masih kecil hingga tak disalahkan? Ini semua tak adil. Apa yang Papa dan Mama bicarakan dengan Om Pras dan Tante Ningrum, hingga mereka bersih keras untuk memberikan hukuman dengan cara aku tidak diikutkan? Ikut kemana? Memangnya mereka mau kemana?

Sebenernya, ingin sekali aku kesana dan bertanya. Tapi biarlah, ku rasa tak perlu ikut campur dengan pembicaraan mereka para orang tua. Aku akan makan saja, karena perut sedari tadi sudah keroncongan.

Saat sampai di dapur, ku lihat Gavriel dan Viola sedang bermain di taman belakang. Namun, agak jauh dari kolam. Disana juga ada Bi Ningsih, mungkin Mama yang menyuruh Bi Ningsih untuk menjaga mereka. Saat sedang asik makan, Gavriel dan Viola tiba-tiba menghampiriku. Begitu pula Bi Ningsih yang mengikuti mereka dari belakang.

"Mas Jo, Gavriel tadi sudah minta maaf sama Vio dan Mommynya Vio. Mereka maafin Gavriel, iya kan, Vio?"

"Iya, Mas Jo. Vio juga mau bilang makasih sama Mas Jo, Karena sudah nolongin Vio kemarin."

Aku hanya mengangguk saja dengan ucapan mereka. Tak ingin membalas ucapan mereka, karena sedang mengunyah makanan.

"Mas Jo tenang saja ya! Mama gak akan marahin Mas Jo lagi, karena Gavriel sudah mengakui kesalah Gavriel."

Aku tersenyum mendengar kata-kata Gavriel. Apa iya, Mama tak akan memarahiku lagi, hanya karena dia sudah mengakui kesalahannya? Ku rasa tidak, karena aku sangat paham dengan sikap Mama.

Mereka berlalu meninggalkan aku yang masih sibuk dengan makananku. Mungkin Vio akan pulang, hingga sudah berhenti bermain. Selesai makan aku bermaksud untuk menemui Tante Ningrum, untuk meminta maaf soal kejadian kemarin yang sempat membuat Vio hampir mati karena tenggelam. Tapi, ku lihat dari kejauhan Tante Ningrum dan Om Pras sudah beranjak duduknya hendak meninggalkan rumah.

"Tante, Jo minta maaf ya! Karena Jo tidak menjaga Vio dengan baik, Vio jadi hampir tenggelam." Ucapku pada Tante Ningrum sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruang tamu.

"Iya, Jo. Gak papa, lagi pula Vio juga sudah bilang sama Tante, kalau kemarin itu, kamu berusaha menolong dia. Makasih ya, Jo."

Ku anggukan kepala, Tante Ningrum dan Om Pras beranjak dari ruang ramu diikuti oleh Mama dan Papa. Mungkin mereka akan mengantar Om Pras dan Tante Ningrum sampai depan rumah. Aku memilih untuk kembali ke kamarku.