"Cukup Jay! Aku menyerah! Ah..... "
Sudah lebih dari lima jam, Jay dan Cleo "bertarung" memperebutkan gelar pecundang di atas ranjang. Dan Jay tahu siapa pemenangnya. Cleo!
Cleo sudah mengalami pelepasan beberapa kali hingga akhirnya meminta Jay menyelesaikan pergulatan dengan ditandai pelepasan terakhir lima menit yang lalu.
"Kamu gila Jay! Aku belum pernah bertemu dengan senjata lain sekuat milikmu. Kamu benar-benar gila!" pekiknya semringah.
Napas Cleo mulai teratur sejak pelepasan terakhir. Tak terhitung lagi, jeritan dan desah kenikmatan yang terlontar dari bibir sexy itu. Cleo mendapatkan kenikmatan hingga ia rela jika harus mengelontorkan uang yang fantastis sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat sebelum bercinta.
Jay terdiam. Manik matanya menatap nanar langit-langit apartemennya. Lagi-lagi ia menang, dan anehnya ia kecewa.
Ironis sekali! Saat semua orang menginginkan kemenangan, sedangkan Jay menginginkan kebalikannya. Entah harus berapa wanita lagi ia jelajahi agar senjata saktinya menyemburkan lahar panas ke sarang milik wanita. Dan sampai kapan ia harus berpura-pura mencapai puncak Everest tiap kali bercinta dengan wanita.
Such a suck curse!!!
"Kamu menang, darling! Aku akan membayar servismu ini sesuai dengan perjanjian kita," desah Cleo di dekat daun telinga Jay sambil menggoda milik Jay yang masih menantang dengan usapan lembut telapak tangannya.
Jay tersenyum miris. Ia berguling ke tepi ranjang dan menghindar dari sentuhan Cleo. Jay tidak suka bermanja-manja setelah kegiatan bercinta usai. Sikapnya langsung berubah dingin, tak sehangat saat memainkan perannya dalam bercinta. Ia tidur membelakangi Cleo.
Cleo tak tersinggung. Baginya, lima jam sudah cukup "kenyang" untuknya bermain dengan milik Jay dan tak harus menuntut lebih saat ini, meski sikap Jay berubah dingin seperti salju.
***
Saat acara masak-memasak yang cukup panas --menurut Jay-- karena Jay hampir saja terbakar akibat kecerobohan Cleo menumpahkan wine ke atas kompor, sehingga api menyambar dengan kobaran yang cukup besar semalam, Jay tak lagi membiarkan Cleo mendekati dapurnya.
Bisa dibilang, hampir semua kegiatan menyediakan makan malam, Jay yang lakukan.
Cleo dibiarkan memandangi punggungnya yang atletis dengan duduk di kursi makan seberang dapur.
Seperti halnya semalam, pagi ini Jay bangun lebih dulu. Ia sudah bergumul dengan pisau dan wajan di dapur.
Hidup sebatang kara sejak kecil membuatnya mandiri dengan melakukan pekerjaan wanita seperti memasak sebagai pekerjaan yang ringan dan menyenangkan.
Jay ahli dalam memasak makanan apapun.
"Morning honey ... "
Jay berjingkat kecil saat kedua tangan Cleo melingkar di pinggangnya. Ia menoleh.
Sebuah kecupan kilat ia dapatkan dari bibir tebal milik Cleo.
"Morning sayang ... apa tidurmu nyenyak?"
Jay bisa merasakan gerakan kepala Cleo yang mengangguk dari balik punggungnya.
"Kenapa kamu tak membangunkanku?" rajuk Cleo.
"Aku tak ingin mengganggu tidurmu."
"Hemh ... harum sekali, kamu masak apa?" ucap Cleo lantas bergeser ke sebelah Jay untuk melihat isi wajan yang dipegang Jay.
"Boleh aku membantumu?"
Cleo hendak mengambil alih wajan tersebut, buru-buru Jay mencekal tangan halus tersebut.
"Duduklah di sana. Aku akan menyiapkan sarapan untukmu," titah Jay sambil mengulas senyum lembut.
Jay tak ingin apartemennya terbakar dengan membiarkan Cleo ikut campur dalam proses pembuatan menu sarapan.
"Baiklah, tapi cium aku dulu!" rajuk Cleo.
Jay menyeringai. Ia tahu Cleo akan meminta hal itu. Lima jam ke depan, Jay tahu semuanya!
Jay mengecilkan api kompor lalu meraih tengkuk Cleo dengan tangan kanannya dan tangan satunya lagi merapatkan pinggang Cleo pada tubuhnya.
Ciuman yang diminta pun segera dilakukan oleh Jay dengan sempurna. Sebuah ciuman yang mampu membangkitkan hasrat Cleo untuk menarik Jay ke atas ranjang lagi.
"No, sweety. Kita akan sarapan. It's just one night. No more," bisik Jay di telinga Cleo.
Jay menggigit kecil cuping Cleo pertanda akhir dari cerita panasnya hari ini.
Cleo kecewa, akan tetapi kesepakatan sudah dibuat. Ia harus menaati peraturan Jay.
Cleo akhirnya menuruti perintah Jay dengan hanya duduk manis di kursi sambil memerhatikan tiap pergerakan Jay menyiapkan sarapan.
Tak beberapa lama kemudian, Jay membawa menu sarapan ke hadapan Cleo.
Kini mereka akhirnya duduk berhadapan di depan meja makan persegi panjang milik Jay.
"Aku tak menyangka kalau kamu pandai memasak, Jay. This is so tasty!" puji Cleo.
Jay mengulas senyum singkat sambil mengiris roti isi beef dan sayur dari piringnya.
Menu sarapan mereka berbeda. Jay tahu, Cleo tak suka sayuran karena itu, di dalam roti milik Cleo tak terselip satupun dari keluarga sayur mayur.
"Aku tak sepandai itu. Tentu saja semua karena bantuanmu juga," tampik Jay.
Ia menjalankan rayuannya dengan memuji Cleo.
"Seharusnya kamu membuka restoran ketimbang menjadi agen properti yang komisinya tak lebih banyak dari keahlianmu memasak."
Pujian tulus dari Cleo dirasakan oleh Jay pagi ini. Meski semalam Cleo memuji steak buatannya tapi jelas semalam sudah terkelabui oleh hasrat yang membuncah ingin segera mengakhiri makan malam dan melahap Jay.
Jay tertawa.
"Maksudmu, tak lebih banyak dari keahlianku di atas ranjang?" kelakar Jay dengan senyum menggoda.
Cleo tersipu. Otaknya mengingat olahraga panas yang ia lalui bersama Jay malam tadi.
"Sayangnya aku tak tertarik dengan itu. Menjadi agen properti adalah kesenanganku, karena bisa membuat orang lain bahagia dengan menjual properti mereka," sambung Jay.
Jay melanjutkan menggoda Cleo dengan berkata, "sama sepertimu, bukan? Menjadi pebisnis hotel adalah hasratmu, meski kuakui kepiawaianmu memainkan senjataku cukup mumpuni."
Wajah Cleo memerah. Dadanya berdebar. Entah apa yang spesial dari Jay yang membuatnya ingin kembali merasakan sentuhan Jay.
"Jika kamu berminat, aku bisa membantumu mewujudkannya," ucap Cleo mencoba menepis debaran di dadanya dengan mengalihkan pembicaraan. Ia harus kuat menahan hasratnya agar tidak melanggar perjanjian.
Jay menatap intens netra coklat milik Cleo.
"Terima kasih tawarannya. Tapi, aku masih menikmati kehidupanku seperti ini. Thank you sweety," tolak Jay halus diakhiri kerlingan genit mata kanannya.
"Kamu benar Jay. Sepertinya aku harus berusaha keras menepati aturan pertamamu. Hemh ... sangat disayangkan. Aku masih ingin mengenalmu lebih jauh lagi," sesal Cleo mengudarakan keresahan hatinya.
Jay mengulas senyum tipis.
Tingtong!
"Sepertinya taxy-mu sudah tiba. Aku akan mengeceknya terlebih dahulu."
Jay meninggalkan Cleo ke ruang tamu untuk mengecek orang yang menekan bel apartemennya.
Lima menit kemudian, Cleo menyusul Jay ke ruang tamu dengan membawa tas tangan miliknya.
Jay mengantar Cleo hingga lobi apartemen. Di depan pintu lobi sudah terparkir rapi mobil taxy yang dipesan Jay.
"Kamu yakin, tak mau mengubah aturan mainmu, honey?" ujar Cleo mengusap lembut pipi Jay, saat dirinya hendak masuk ke dalam taxi.
Tak pernah terbayang di benak Cleo, berpamitan dengan Jay sesulit ini. Kakinya terasa berat melangkah masuk ke dalam taxi.
Jay menepis tipis usapan Cleo di pipinya.
"Nope! Kita hanya bersenang-senang. Tak ada ikatan."
Cleo melangkah masuk ke dalam mobil dengan wajah sangat kecewa. Jay abai.
Ia lalu menutup pintu mobil taxy yang ditumpangi Cleo dilanjutkan dengan melambaikan tangan sekilas hingga mobil taxy itu hilang dari pandangan.
"Game over! Tak ada romansa, tak ada nostalgia! Just one night stand!" desis Jay.