Chereads / Jangan Sentuh Aku! / Chapter 7 - Siapa namamu?

Chapter 7 - Siapa namamu?

Jay terkekeh. Ia sangat terkesan dengan antusiasme yang ditampilkan Maria.

"Aku rasa, aku akan menunda perjalananku sehari atau dua hari di sini. Sebab, ada gadis cantik yang mau menemaniku berkeliling kota Lyon."

Netra Maria semakin berbinar. Seolah mendapatkan keberuntungan yang tiada tara saat itu juga.

"Benarkah? Ah, great! Nice decision, yeay!" pekiknya sambil mengepalkan tangan kirinya ke udara.

"Kalau begitu, biar kuantar kamu ke rumahku. Kamu bisa bermalam di rumahku malam ini," sambungnya tak kalah antusias.

"Wow, wow, hei! Tunggu dulu! Bukankah aku orang asing yang baru kamu temui? Kenapa kamu begitu mudah membawaku ke rumahmu, bahkan memintaku bermalam? Apakah kamu tidak takut kalau aku ini orang jahat dan akan mencuri barang-barang di rumahmu?"

Jay melipat kedua tangannya di atas meja. Ia sangat tertarik dengan jawaban yang akan dilontarkan mulut mungil Maria.

Pipi Maria memerah. Ia tersipu karena Jay menatapnya lekat. Wajah Jay condong mendekati Maria. Degup jantung Maria berdentum kencang. Jarak meja kayu tersebut tak begitu luas. Dengan dihuni oleh dua tangan Jay yang terlipat belum lagi piring dan gelas yang tersaji di atas meja. Membuat jarak itu semakin terkikis.

Bagaimana tidak! 60X60cm tentu saja sangat dekat. Dalam hati, Maria berharap Jay tak mendengar degupan jantungnya.

"Aku ... entahlah ... aku hanya percaya dengan hatiku," sahutnya sambil mengalihkan pandangan.

Maria tak ingin netranya bersirobok dengan netra biru Jay yang indah terlalu lama. Lututnya bisa-bisa lemas jika ia melakukannya terus menerus. Jay terlalu tampan untuk standarnya!

Jay menarik bibir atasnya, miris. Ia bukannya tak tahu dengan jawaban Maria. Jay sangat tahu dengan jawaban Maria dan itulah alasan kenapa ia selalu menggunakan tangan kirinya.

Hati Jay terenyuh dengan masa lalu Maria yang sekilas terbersit di penglihatannya.

"Kamu tahu, terkadang hati bisa menipu. Aku tak pernah pernah percaya hatiku. Aku lebih senang dengan penglihatanku," tandas Jay. Sarcastic!

Maria balik menatap intens Jay.

"Jadi? Apakah kamu pencuri?"

Jay tertawa renyah.

"Kamu gadis yang manis dan enerjik. Hatimu pun bersih. Benar katamu, kamu pantas memakai nama Maria untukmu," ulas Jay tulus.

Wajah Maria semakin memerah. Mungkin jika disandingkan dengan lobster yang keluar dari penggorengan, wajah Maria lebih merah karena malu bercampur senang. Seolah ribuan kupu-kupu berterbangan menyerbu perutnya. Menggelitik hingga rasanya sesak di dada.

"Aku tak menyangka, makan siangku begitu menyenangkan setelah bertemu denganmu. Kukira aku akan tersesat di kota indah ini sendirian."

Maria tak tahan lagi dengan semua kata-kata yang terlontar. Di telinganya pujian dan rayuan Jay benar-benar ampuh menyirami hatinya yang tandus. Rasanya, ia ingin sekali melepaskan perasaan menggelitik di dalam dadanya dengan melahap bibir tebal laki-laki di hadapannya itu. Sungguh hasrat tak tahu malu!

"A-aku juga, merasa sangat beruntung bisa bertemu denganmu di sini. Apakah ini takdir?"

Jay tersenyum kecut. Lagi-lagi Maria mengutarakan sesuatu yang berlawanan dengan Jay. Maria sangat lekat dengan hal-hal yang Jay anggap semua itu tak pernah ada.

Takdir, cinta, bahkan keberuntungan, itu semua hanyalah dongeng sebelum tidur. Jay tak percaya itu!

"Bisa saja demikian, kalau kamu meyakininya." Jay menatap kosong.

"Ka-kalau begitu. Apa yang akan kamu lakukan setelah makan siang? Bisakah ... bisakah kita mulai tour kita?" ujar Maria bersemangat.

Jay melirik arlojinya. Ia berpikir sejenak.

'Tak ada salahnya jika aku menunda perkerjaanku 'kan? Lagipula, bukankah tuan Richard membebaskanku dalam proyek ini?' batin Jay.

"Tentu saja! Aku tak sabar untuk berkeliling, kota ini denganmu!" cetus Jay berpura-pura antusias dengan memasang senyum cerah.

"Ayo! Mari kita mulai tour ini, sekarang!" sambung Jay sambil mengulurkan tangan kanannya pada Maria.

Maria menyambutnya dengan suka cita.

***

Maria membawa Jay ke Musee Des Confluences siang itu. Sebuah Museum yang terletak di jalan Quai Perrache --Lyon-- dengan bangunan unik nampak luar. Jay memarkirkan mobilnya di area parkir museum tersebut.

Memasuki museum tersebut, Maria dengan lancar menjelaskan banyak hal tentang isi dari museum tersebut, mulai dari rangka tulang yang nampak seperti seekor Mamoot dengan sepasang gading yang sangat besar dan masih banyak hal lagi yang dijelaskan oleh Maria. Jay menyimak penjelasan tersebut setengah hati. Ia menatap bibir mungil itu yang membuka dan mengatup dengan gerakan indah yang mampu menarik rasa penasarannya.

"Jadi, bisakah kamu menceritakan tentang dirimu saja? Sejujurnya aku tak terlalu tertarik dengan penjelasan tentang tulang belulang dan semua tentang museum ini," jujur Jay

Jay menginterupsi ocehan Maria. Ia mendekat lalu menyibak rambut ikal yang terurai ke belakang telinga Maria.

Jarak mereka sangat dekat. Tujuan Jay sangat jelas. Ia ingin mengetahui semua hal tentang Maria melalui sentuhannya.

Maria membeku. Jantungnya kembali berdebar.

"A-apa yang ingin kamu tahu tentangku?" gagap Maria.

Netra hijau itu nampak bergerak-gerak ke kanan dan kiri seolah memindai tiap inci keindahan dari wajah Jay.

"Bagaimana kalau dimulai dengan sejarah namamu, Maria? Siapa nama aslimu?" bisik Jay di dekat telinga Maria.

Jay melancarkan aksi nakalnya agar bisa mendapatkan hasrat Maria.

Maria terdiam. Otaknya seolah beku dengan aksi Jay. Skala ketertarikan Maria semakin memuncak.

Ia menimang-nimang apakah baik jika ia memberitahukan nama yang tak ingin ia ingat sama sekali pada laki-laki yang sedang ia sukai. Alih-alih memberitahu, bisa saja Jay menjauhinya karena nama buruknya itu.

"Kenapa kamu ingin mengetahuinya? Bagaimana jika kamu tidak suka dengan nama asliku, seperti aku yang membenci nama itu?" desis Maria menudukkan kepala.

Jay memundurkan tubuhnya. Ia melipat kedua tangan di dadanya.

"Kamu terdengar murung. Seperti bukan dirimu saja," cibir Jay.

Maria mendongak. Ia melihat raut kecewa pada wajah Jay. Dan itu membuatnya semakin frustrasi.

"Dari mana kamu tahu, kalau aku akan membencimu hanya karena nama aslimu?"

Benar! Tak ada salahnya mencoba mengetahui gadis di depannya itu. Jay merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Maria yang membuat Jay begitu ingin mengetahui lebih jauh tentang Maria.

"Mm ... baiklah, tapi bisakah kuberitahu semua tentangku, nanti setelah tour kita selesai?" pinta Maria pasrah.

"Oke. Tak masalah. Kapanpun kamu siap, sweety... "

Hati Maria berbunga kembali. Ia kembali mengajukan satu tempat lagi untuk mereka kunjungi. Dan Maria memutuskan temlat itu adalah tempat terakhir untuk kunjungan Jay hari ini, sebab senja mulai beranjak naik.

Jay menyetujui semua tempat yang diajukan oleh Maria. Pun termasuk hotel yang akan menjadi tempat bermalam Jay.

Ya! Jay memilih tidur di hotel ketimbang bermalam di rumah Maria.

Alasan Jay sederhana, agar ia bisa dengan leluasa mendekati Maria. Ia merasa, ada sesuatu yang berbeda dengan gadis itu, yang membuatnya begitu menginginkan Maria.

Hasrat seksualkah? Entahlah... Jay belum bisa mengartikan keinginannya itu.