"Baiklah ... sudah saatnya aku bekerja."
Jay berjalan masuk kembali ke dalam apartemennya dan keluar dari bangunan mewah tersebut dengan membawa koper kecil yang sudah ia persiapkan semalam saat Cleo terlelap setelah bercinta dengannya.
Tak banyak yang ia bawa dalam kopernya. Hanya beberapa helai pakaian ganti dan beberapa dokumen pendukung sebagai bukti bahwa ia adalah agen properti resmi yang ditugaskan untuk menyurvei mansion nona Wilona.
Brakk!!!
Jay menutup pintu bagasi mobil buatan negaranya itu --peugeot-- lalu berlari menuju pintu kemudi di sebelah kiri. Tanpa membuang waktu lagi ia menjalankan mesin mobil keluaran 94 itu dengan kecepatan sedang.
Jay seseorang yang memiliki pribadi sederhana. Terlihat dari mobil yang ia miliki. Mobil tersebut terkesan kuno dan tidak mewah sama sekali. Meski ia sanggup membeli mobil keluaran terbaru karena uang yang tersimpan di rekeningnya banyak, akan tetapi, tidak ia lakukan. Bagi Jay yang sering berpergian menemui klien di dalam kota maupun ke luar kota, bukan kemewahan yang ia butuhkan melainkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.
Mobil merek Peugeot tipe 306 ini, menurut Jay, bisa mengimbangi kesehariannya karena laju mobil tersebut cukup gesit meski tergolong mobil yang "imut".
Jay memasang headphone ke telinganya, alih-alih ada panggilan masuk, ia tak kerepotan meraih ponselnya.
Baru saja ia selesai memasang headphone, sebuah panggilan masuk dan secara otomatis ia terima.
Piip ... !
"Halo?"
" ... "
"Tidak tuan, saat ini saya sedang dalam perjalanan menuju Yvelines."
" ... "
"Sudah tuan. Semua sudah saya persiapkan dengan baik."
" ... "
"Baik tuan. Saya akan hubungi tuan Richard setelah saya sampai di sana."
Klik! Sambungan selesai.
Rupanya tuan Richard mencari keberadaan Jay di kantor. Ia ingin menyerahkan projek klien baru pada Jay, tapi sayangnya, Jay tak datang pagi ini.
Tentu saja alasan Jay tak ada di kantor sudah jelas, yakni karena ingin segera menyelesaikan projek dengan komisi yang menggiurkan, apalagi kalau bukan, projek penjualan mansion milik nona Wilona.
Masih sekitar dua sampai tiga jam lagi menuju kota yang dituju oleh Jay --Yvelines. Namun jarum di arlojinya sudah menunjukkan jam makan siang. Perut Jay pun sudah mulai meronta minta diisi.
"Let's get lunch first," gumam Jay.
Jay menginjak pedal gasnya lebih dalam. Ia mempercepat laju mobilnya untuk mencari restoran terdekat yang bisa ia sambangi.
***
Setelah melewati gedung Musée Lumière, Jay melajukan mobilnya sedikit lagi ke arah depan hingga sampai di sebuah restoran pinggir jalan. Jay menekan lampu sent kanan lalu memarkir mobilnya dengan rapi.
Awalnya Jay ingin mendatangi salah satu hotel dan resto milik Cleo di daerah Lyon. Sesuai dengan saran Cleo saat obrolan makan malam, tapi kemudian ia berubah pikiran.
Pikirnya, jika ia tak ingin terikat dengan seorang wanita, maka jangan bertemu dengan orang yang sama kedua kali atau bahkan berkali-kali. Meski begitu, Jay ingin merasakan perjalanan menuju Yvelines dengan mampir ke kota Lyon terlebih dahulu. Kota terbesar kedua di Perancis yang terkenal dengan pusat coklat dan es krim.
Coklat dan es krim? Pikiran Jay langsung terpusat pada sosok wanita. Dua benda tersebut merupakan bagian dari kesukaan wanita. Harapannya, di kota Lyon ia bisa menemukan wanita penyuka coklat dan es krim yang bisa menghilangkan kutukannya. Fantasi liar langsung tergambar di benaknya jika dua benda itu dipadukan dengan wanitanya di atas ranjang.
"Interesting!" desis Jay penuh semangat.
Jay turun dari mobil. Le Bistro Autrement --Lyon, menjadi pilihan Jay untuk makan siang kali ini.
Menu di restoran tersebut tak terlalu buruk untuk makan siang Jay kali ini. Sosis bakar dengan saus Beaujolaise menjadi pilihannya. Tak hanya itu, Jay memesan menu dessert yang menjadi andalan di restoran tersebut.
So yummy!
"Here you go, et bon appétit!"
Pelayan menyajikan makanan pesanan Jay. Tak menunggu lama lagi, Jay menyantap dengan lahap menu makan siangnya. Cuaca panas dengan semilir angin di musim panas bulan Juli bisa ia rasakan saat ini. Jay duduk di bagian luar restoran tersebut. Pilihan yang tepat agar bisa menikmati lalu lalang laju kendaraan di depannya.
"Permisi, bolehkah saya duduk dengan anda?"
Suara lembut tiba-tiba menyapa telinga Jay. Kegiatannya mengunyah makanan sejenak terhenti. Ia mendongak. Seorang wanita cantik dengan rambut pirang sebahu nan ikal berdiri di depan meja Jay.
"Ah, sure! Tentu saja kamu boleh duduk menemaniku! Aku tidak keberatan sama sekali," sahut Jay ramah sambil mengulas senyum mautnya.
Wanita tersebut lantas duduk di depan Jay. Meja kayu berbentuk persegi berukuran kurang lebih 60x60 sentimeter menjadi pembatas mereka. Sepintas Jay memindai wanita yang duduk di depannya itu. Kulit putih layaknya wanita Eropa pada umumnya, dengan bintik-bintik di area hidungnya yang bangir.
Jay mengalihkan pandangan saat sang wanita memergoki sikap Jay yang mencuri pandang. Dia mengulas senyum. Nampak ceruk lesung di pipi kanannya. Sangat manis!
"Sepertinya, kamu bukan dari daerah sini. Aku tak pernah melihatmu makan di sini. Apakah kamu pelancong?"
Tebakan jitu.
"Kamu benar! Kenalkan, namaku Jay!" ujar Jay sambil mengulurkan tangan kanannya.
Wanita itu tersenyum. Ia menyambut tangan Jay dengan mengulurkan tangan kirinya. No match!
Jay langsung mengganti tangan dengan mengulurkan tangan kirinya. Dan disambut dengan baik oleh wanita tersebut.
"Maria! Semua orang memanggilku begitu," sahutnya saat tangan Jay bersentuhan dengan tangannya.
Jay tak heran saat Maria mengatakan demikian di perkenalan pertamanya. Ia tahu alasan di balik nama Maria dan alasannya menggunakan tangan kiri.
"Nama yang indah, seperti wajahmu," puji Jay.
Wanita tersebut langsung tersipu. Wajahnya memerah dengan sangat jelas. Tak heran jika ia menginginkan nama Maria, sebab ia tak pernah mendapatkan perlakuan manis dari laki-laki manapun.
"Jadi, angin apa yang membawamu ke kota ini sendirian?" tanya Maria sambil memangku dagunya dengan tangan kirinya.
Jay meneguk minumannya sebelum berkata, "aku hanya mampir sebentar. Kudengar, kota Lyon terkenal dengan coklat dan es krim. Kuharap aku bisa mendapatkan pemandu tour profesional untuk berkeliling dan berakhir mengunjungi pusat coklat di kota ini," ujar Jay sambil mengerlingkan matanya.
Netra hijau itu berbinar mendengar ucapan Jay.
Jay tak terkejut. Ia tahu semua tentang Maria, bahkan nama asli dari wanita yang kini nampak semringah itu dari sentuhan kilat barusan.
"A-aku ... aku bisa menjadi tour guide-mu."
"Benarkah? Wow, itu akan sangat menyenangkan!" Jay berpura-pura antusias.
Wajah Maria semakin bersemangat.
"Sungguh?! Ah, perfect!" pekiknya.
"Mm ... kapan kita mulai?" tanyanya lagi.
Enerjik! Itulah kesan Jay ada Maria. Wanita yang terpaut jauh lebih muda usianya dibandingkan Jay.
Sungguh sangat disayangkan, ia bukan lagi gadis suci seperti impiannya. Ia ternodai secara paksa oleh orang yang ia kagumi sejak duduk di bangku sekolah --pamannya!