Wanita paruh baya itu melipat kedua tangannya. Dia sama sekali tidak mau tahu apapun Yang terjadi, yang dia inginkan hanyalah satu, yaitu putra semata wayangnya yang tak pernah kelihatan membawa seorang wanita ataupun dekat dengan wanita manapun itu memberikannya seorang cucu.
"Aiden, apakah kau sudah lupa, Mama sudah katakan berulang kali, Mama sama sekali tidak ingin mati sebelum mama melihat cucu mama. Sekarang apa? Kau sama sekali belum bisa memberikan hal itu pada mama?" Melihat putra semata wayangnya itu terdiam saja di sana, membuat mamanya pun kembali berteriak. "Aiden! Jawab Mama? Dimana wanita itu?"
Ya, sebenarnya mamanya itu memiliki beberapa informasi yang ia sematkan pada kehidupan pribadi Aiden. Dan tentu saja dia sudah mengetahui soal Amelia.
Wanita paruh baya itu kemudian sedikit melempar pandangannya ke arah lain sambil berbicara. "Ekhem! Mama dengar ... Kau sudah bisa berdekatan dengan wanita?" Tanyanya tiba-tiba.
"Hah? Mama bilang apa?" Padahal berita itu belum pernah ia beberkan kepada siapapun, akan tetapi kenapa mamanya bisa langsung mengetahui sampai ke inti soal masalah itu?
Pria itu sontak melangkahkan kakinya dan mendekati mamanya dengan dahinya yang dikerutkan. "Sebenarnya mama dengar berita seperti itu dari mana? Aku tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Mama paham? Aku ..."
"Hah?" Mamanya-Laura, kemudian menatap putranya bingung. "Mana mungkin sekretaris pribadi Aiden memberikan berita palsu padaku? Tidak, tidak mungkin." Pikirnya di dalam hati sambil terus menatap wajah putranya yang bagaikan es abadi kutub Utara.
"Lihat! Lihat wajahmu yang tak pernah tersenyum seperti ini! Bagaimana caranya wanita akan menyukai dirimu, jika kau sama sekali tidak pernah berlaku lembut dan memperlakukan mereka dengan baik? Kau benar-benar!" Mamanya tak bisa berkata-kata lagi saat, dia hanya bisa mengurut dahinya yang terasa sangat sakit ketika memikirkan bahwa putra yang sudah hampir memasuki kepala empat itu, sama sekali belum menikahi ataupun berkencan dengan siapapun.
"Shh! Mama, Aiden sudah mengatakan berulang kali, bahwa Aiden akan mencari wanita yang pantas untuk Aidan nikahi sendiri. Mama sama sekali tak perlu mengurus hal-hal seperti itu. Mama urus aja kesehatan Mama dengan baik."
"Sayang, apakah semua ini ada kaitannya dengan-" baru saja wanita paruh baya itu ingin melanjutkan ucapannya, namun tatapan yang begitu mengerikan dari Sang putra sontak membuatnya terdiam seketika.
"Baiklah! Mama tidak akan membahas hal itu lagi. Kalau begitu, sekarang mama akan pulang." Aiden pun mengangguk.
Tap. Tap.
Brak!
Setelah melihat mamanya telah keluar dengan sempurna dari pintu, pret tampan yang saat itu sedang mengernyitkan dahinya, sontak membanting dirinya di atas sofa.
Kenangan yang selama ini tak pernah ingin ia ingat-ingat lagi, tiba-tiba saja tergambar jelas dalam ingatannya. "Kenapa Mama harus mengingat hal seperti itu? Kenapa?" Berita tampan itu kemudian menutup matanya sejenak sembari berusaha untuk menjernihkan pikirannya sendiri.
Hingga beberapa saat kemudian, tanpa ia sadari ternyata Amelia telah tiba dengan beberapa koper yang ia bawa.
Tok. Tok. Tok.
"Aiden! Yuhuuu! Tuan muda!" Wanita itu terusan menggedor pintu yang sama sekali tak dibuka oleh siapapun.
"Shh! Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan? Apakah dia belum pulang ke rumah?" Wanita itu mulai melihat ke sana dan kemari berusaha untuk menemukan sesuatu yang bisa membantunya masuk ke dalam. "Hhh? Kenapa di sini sama sekali tidak ada pelayan? Apakah semua pelayannya sudah tidak sanggup lagi bertahan di bawah sikap angkuh lagi pesuruhnya itu? Pfft! Haha, rasakan! Pada akhirnya orang yang terlalu angkuh akan ditinggal oleh-"
Brak!
"Oleh siapa?"
Mendengar ada suara saat dia sedang membelakangi pintu rumah Aiden, sontak membuat wanita itu pun berbalik dengan linglung.
"Eh, hahaha! Ter-ternyata kau ada di dalam? Aku pikir-"
"Kau pikir, sudah tak ada lagi orang yang tersisa di rumah ini? Iya?"
"Hahaha." Amelia pun tertawa canggung saat itu. "A-aku hanya bercanda! Kau jangan memasukkan semua kata-kata aku ke dalam hatimu, Tuan! Hehe! Maaf!"
Huft~
Aiden pun menghela nafasnya sembari memperhatikan wanita dengan tiga koper yang ia bawa sendiri itu.
"Kau membawa ketiga koper yang besar-besar ini sendiri?"
Mata wanita itu sontak dialihkan pada koper yang ia pegang. "Oh ini? Ya, tentu saja aku yang membawanya sendiri? Memangnya siapa lagi?" Jawab Amelia dengan wajah bingungnya.
Pada saat yang sama, Aiden hanya bisa menepuk dahinya karena wanita ini benar-benar aneh.
Selama ini, dia belum pernah melihat ada wanita yang mengerjakan sesuatu sendiri. Jangankan mengerjakan sesuatu sendiri, bahkan ketika mereka mau mandi saja pasti harus ada pelayan di sampingnya.
Ada tapi semua itu sangat berbeda dengan Amelia Casey-model cantik yang sama sekali tak populer itu.
Kehidupan yang sangat sederhana dan juga sikapnya yang tidak jaim, membuat Aiden merasa harus berpikir dua kali untuk menyebut wanita itu sebagai wanita yang sama dengan wanita lainnya.
"Kau ... Sama sekali tak sama seperti wanita pada umumnya!"
Jder!
Mendengarkan ada seorang pria yang berkata bahwa dirinya sama sekali tak sama seperti wanita pada umumnya, membuat Amelia bagaikan tertampar kenyataan.
"A-apa? Apa yang kau katakan? Kau bilang aku tidak sama seperti wanita pada umumnya? Hhh! Heh, Tuan muda! Sebaiknya kau lihat wanita pada umumnya itu seperti apa, mereka sangat sombong dan membuatku jijik sampai ke tulang rusukku. Kalau maksudmu bahwa aku lebih baik daripada mereka, maka kau pasti akan ku maafkan sekarang." Amelia melipat kedua lengannya sambil melemparkan pandangannya ke arah lain. Namun, beberapa saat kemudian, jawaban dari pria kaya raya dan tampan yang ada di hadapannya itu, sontak membuat Amelia pun tak percaya.
"Ya, yang kau katakan itu memang benar. Kau sangat berbeda dari wanita penggoda itu. Kau adalah sosok yang bersih dan juga melakukan sesuatu yang didasari oleh hati."
"Ya benar, kan?" Tiba-tiba saja ia pun tersentak. "Hah? Apa? A-apa yang baru saja kau katakan?" Wanita itu membelalakkan matanya sambil menatap pria tampan yang saat itu sedang tersenyum padanya.
"Tampan sekali." Dia belum pernah melihat pria dingin yang tersenyum setampan Aiden.
"Ya, aku anggap itu sebuah pujian. Terima kasih!" Sembari Amelia masih terpaku di sana, Aiden pun melangkahkan kakinya dan meraih ketiga koper yang sedang wanita itu pegang.
"Hey, mau ke mana?" Amelia yang pada awalnya masih linglung karena dipuji oleh Aiden, kemudian tersentak ketika koper yang sedang ia genggam itu malah ditarik oleh pria tampan yang ada di hadapannya.
Aiden pun berbalik. "Apakah kau bisa membawa ketiga koper yang besar-besar bagaikan rumah ini masuk ke dalam?" Ya berkata dengan wajah yang datar kembali.
"T-tidak, sih!" Amelia pun terlihat sungkan, akan tetapi pada dasarnya dia memang mau dibantu. "Ya sudah! Silahkan!"
Aiden pun kembali menampilkan senyum tipisnya yang sangat tampan, dan setelah itu melanjutkan membawa koper Amelia masuk ke dalam rumahnya.
Saat itulah, mereka berdua pun resmi tinggal bersama dan menjalankan seluruh peraturan yang ada di kontrak yang telah mereka berdua sepakati.