"Parasit sepertiku tidak membutuhkan cinta," kata Kamilia dingin.
Selalu diulang-ulang lagi kata-kata itu. Ya … dia merasa seperti parasit sebelum menjadi model kini. Seharusnya dirinya tidak banyak tingkah di luaran.
"Tidak seperti itu, Mila. Aku akan mencintaimu seumur hidupku." Bagas mulai mengeluarkan rayuannya. Tentu saja gadis itu hanya mencibir.
"Hhhh … baru saja kau mengajakku bekerja sama agar Calista bisa kembali ke pelukanmu, kini kau menjilat ludahmu sendiri." Kamilia mendengkus.
"Hahaha hahaha. Kau cemburu?"
"Heei … !"
Kamilia mencibir saat Bagas menyebutnya cemburu. Entah apa yang ada dalam pikiran pemuda itu. Kamilia tidak bisa menduganya. "Cemburu apa?" kata hatinya.
Sementara itu, Hendra di rumahnya merasa badannya semakin sakit. Lemas sekujur badannya. Dia melihat jam dinding.
"Harusnya Kamilia sudah kembali, kemana dia pergi?" Hendra bertanya-tanya.
Dia merasa kalau ada yang berubah dalam diri Kamilia. Selalu disangkal karena dirinya sudah berselingkuh dengan Calista. Entahlah, melihat mata Calista, Hendra merasa tertarik. Padahal dari dulu pun, dia tidak pernah ada hati kepada gadis itu.
Seandainya Hendra tahu, apa yang dilakukan Calista. Saat Kamilia datang ke tempat Tante Melly, dulu.
Gadis itu --Calista mencoba dengan berbagai cara, agar Hendra kembali mengaguminya. Termasuk mendatangi tempat paranormal.
**
"Sialan, dia merebut lagi langganan gue!" Calista berkata sambil marah-marah. Hendra yang selalu memilihnya sekarang tak lagi melirik sejak kedatangan Kamilia, pelacur muda yang sedang naik daun.
"Kalau terus-terusan begini, kamu akan menjadi pelacur jalanan, Callista," kata Hilda teman sejawatnya.
"Tentu saja aku tak mau, aku harus tetap jadi primadona di sini, dari mana dia dapatkan pengasihan begitu ampuhnya?" jawab Calista. Gadis itu juga bertanya ilmu pengasihan yang dipakai Kamilia.
Hilda tak menjawab pertanyaannya, dia sibuk tebar pesona kepada para laki-laki hidung belang langganannya. Calista pun terdiam. Musik hingar-bingar, lampu-lampu yang berputar. Bau alkohol dan asap rokok, adalah teman akrab sejak mereka terjerumus di lembah hitam itu.
Sejak suaminya menceraikan Calista demi perempuan lain, tanpa uang dan harta gono-gini. Sebuah alasan yang sangat klise, karena Calista bisa saja bekerja sebagai pembantu rumah tangga misalnya. Namun, rasa sakit akibat perceraian membuatnya seperti orang yang tidak lagi punya akal. Inginnya pergi jauh-jauh dan bergenit-genit dengan pria. Seperti ikan mabuk air tuba. Sempoyongan mencari air jernih.
Hilda, yang juga teman sekampungnya, mengajaknya bekerja di kota. Mulanya Calista tidak tahu kalau pekerjaannya melacurkan diri seperti ini.
Mulai malam itu, dia menjadi pelacur primadona, karena ternyata setelah dipoles make-up, ternyata dirinya sangat cantik. Begitu kata langganannya. Rupiah sangat mudah didapat dan mudah pula menghilang. Menguap bagai air, mungkin karena uang haram yang tidak berkah. Dia berubah dari yang tadinya cuma wanita kampung, menjadi seorang wanita metropolis. Selalu update gaya bak selebriti. Tinggal di apartemen yang bagus.
Pernah satu waktu, dia pulang kampung, ya cuma sekali itu saja, karena selanjutnya dirinya tak pernah lagi pulang. Merasa diri tak pantas karena terlalu bergelimang dosa. Terakhir dia dengar orang tuanya sudah meninggal. Bahkan untuk sekedar mengusap nisan orang tuanya, Calista tidak berani. Takut dosa-dosanya berimbas kepada mereka di alam sana.
Saat pulang kampung dulu, mantan suaminya begitu terpana melihat Calista, lelaki itu ingin kembali, tapi tidak digubris Calista. Laki-laki biadab dan bejat, tak ada keinginan lagi untuk berbicara dengannya. Dia datang mengiba, dan Calista hanya memandang tak peduli. Itulah terakhir bertemu orang tua dan orang-orang kampung, kecuali Hilda.
Sejak kedatangan pelacur muda itu, kehidupan malamnya berubah. Predikat primadonna tak lagi disematkan kepadanya, tapi bergeser ke Kamilia. Dirinya yang terbiasa menjadi yang terbaik, tidak terima. Mulailah dia mencari dukun yang benar-benar ampuh, untuk menaikkan kembali posisinya.
Calista dan Hilda berangkat menemui dukun, di sebuah desa sunyi. Semua masalah diceritakan, dukun itu mengangguk-angguk tanda mengerti. Di hadapan mereka terdapat air berisi kembang. Tiba-tiba air itu beriak setelah dibacakan mantra.
"Kamu harus menjalani ritual yang tidak biasa," kata Mbah Dukun.
"Aku siap, Mbah, apapun itu, aku tak mau menjadi pelacur jalanan," kata Calista yakin.
"Baiklah, kau mandi kembang dulu, setelah itu baru ritual pengasihannya."
Seperti petunjuk dukun tersebut, Calista melaksanakan segala yang diperintahkan. Termasuk melayani dia di tempat tidur. Dasar dukun cabul, dia tidak mau melewatkan kesempatan bagus orang yang butuh pertolongannya.
Malam pun tiba, saatnya menjalani ritual. Calista duduk di hadapannya, kembang sesaji sudah lengkap begitu juga pedupaan yang mengepul. Sang dukun mengeluarkan sesuatu yang dibungkus kain putih, berbau menyengat agak busuk, hampir muntah Calista mencium aromanya.
"Ini alat vital orang mati, kamu harus memakannya!" suruh Mbah Dukun.
"Busuk begitu ... a--ku makan," kata wanita itu tidak percaya.
"Hanya ini jalan satu-satunya, agar kau tetap menjadi primadona."
"Baiklah, Mbah," ujar Calista lesu.
Mbah Dukun membakar alat vital itu di atas pedupaan. Bau busuk bercampur aroma menyan terbakar mengaduk-aduk isi perut Calista, minta keluar. Selesai dibakar disodorkannya kepada Calista untuk dimakan. Sepertinya dukun itu menangkap keraguan di hati gadis tersebut.
"Ingatlah, kau ingin seperti semula atau ditendang menjadi pelacur jalanan karena tidak laku," kata Mbah Dukun.
Terbayang di mata Calista, dirinya terlunta-lunta di jalanan, menjadi pelacur murahan pinggir rel kereta.
"Tidak! Aku harus kuat, harus berani memakannya," batinnya
Dengan susah payah Calista berhasil memakannya, walau rasanya perutnya berontak. Setelah dikasih air mantera, barulah perutnya reda. Malam itu juga Calista dan Hilda pulang kembali ke kota.
Malam berikutnya Calista kembali menjadi bunga yang dipuja banyak lelaki hidung belang. Para lelaki tajir yang kesepian berlomba membookingnya. Anehnya, Hendra tidak tertarik kepadanya.
Hendra tetap dengan pujaan hatinya, Kamilia. Malah mereka kini hidup bersama. Entah berapa banyak Hendra membayar kepada Tante Melly. Mamy itu begitu berbinar-binar matanya saat Kamilia pergi bersama lelaki itu.
Calista merasa kalah saing. Beberapa hari dia murung. Bagas, laki-laki yang suka dengan dirinya selalu menghiburnya. Namun, level Bagas tidak memenuhi standar Calista.
Rupanya Calista belum sepenuhnya mengenal Bagas. Bagas memang tidak pernah memperlihatkan kalau sesungguhnya orang tuanya seorang konglomerat. Dia hidup sederhana dengan motor matic menemani perjalanannya.
Seandainya Calista tahu siapa sebenarnya Bagas, tentu wanita itu akan lengket dengannya. Harta semata yang dicarinya
*
Bagas menghentikan mobil Kamilia di depan sebuah pagar tinggi. Lelaki itu menekan klakson mobil beberapa kali. Seseorang datang dengan tergopoh-gopoh. Membuka pintu gerbang dan memberi hormat kepadanya.
Kamilia yang tengah melamun, kaget mendengar bunyi klakson. Refleks dia melihat ke depan. Heran, Bagas mau ke tempat siapa.
"Rumah siapa?" Kamilia memberikan tekanan pada pertanyaannya.
"Rumah siapa ya … ru ... mah mertuamu, hahaha hahaha." Bagas tertawa menyebalkan.
"Apa?" Kamilia shock mendengarnya.