Kamilia mendapati Hendra tengah bertelanjang dada di ranjang. Di bawahnya Calista tengah tertawa cekikikan. Tas yang dilemparkan Kamilia tepat mengenai pelipis gadis itu. Calista melompat dari tempat tidur.
"Kau yang jalang!" Calista tidak terima dimaki. Dia berbalik menyerang Kamilia.
Kamilia yang sudah mempersiapkan diri menyambut serangan Calista. Tangan Calista dipelintir kemudian didorongnya. Calista jatuh di lantai
"Sudah!' teriak Hendra. Lelaki itu memburu Calista yang terduduk. Membantunya berdiri.
Kamilia memandang sinis mereka. Kini, Kamilia yang mendekati Calista.
Plak!
Sebuah tamparan dihadiahkan Kamilia pada wajah Calista. Gadis itu terhuyung, Hendra melindungi Calista.
"Mila, jangan bar-bar!" teriak Hendra. Dia mendorong Kamilia hingga terduduk di kasur. Kamilia meradang, wanita itu merasa lebih berhak atas Hendra.
"Kau lebih membela wanita ini?" tanya Kamilia berang. Dia menunjuk Calista.
Hendra diam, dia berjaga-jaga takut Kamilia menyerang lagi. Kamilia memandang mereka dengan bengis.
"Pergi kalian!"
Kamilia mengusir mereka. Calista pergi dengan Hendra. Tinggal Kamilia terduduk sendiri. Pikirannya melayang ke segala arah. Hatinya hancur melihat Calista semakin berani untuk merebut Hendra darinya.
Bagas … lelaki itu kini penuh dengan misteri. Pembicaraan yang didengarnya tadi, sayangnya harus terpotong. Seandainya tadi dia tidak menyenggol guci antik itu. Tentu sangat jelas baginya, jawaban misteri Bagas yang berubah.
Kini, Hendra terang-terangan berselingkuh di hadapannya. Tanpa terasa Kamilia menangis. Orang luar berpikir dirinya adalah makhluk sempurna dengan kehidupan sempurna. Punya karir bagus dan kekasih yang tampan.
Kamilia berdiri di hadapan malam yang teriris gerimis. Sejenak teringat Bagas, seperti jingkat uap yg melintas lembut. Sepertinya dia sengaja membendung persuaan menjadikannya berkeping dan remuk. Lunglai jalan menuju butiran abu ketika melihat kebuntuan cakap antara dia dan Bagas.
"Ijinkan aku menengok sisa obrolan yang telah lalu. Tentang keintiman dan aku larut dalam kenakalanmu. Yah, sekadar membetulkan bait-bait salah meski aku yakin hari-harimu tak pernah berkata cukup." Kamilia berkata sendiri.
Entah mengapa dia merindukan lelaki itu. Wanita itu menilai, Bagas lebih bisa menghargainya ketimbang Hendra.
**
Kamilia suntuk malam ini. Dia berniat ingin pergi ke kafe. Sekedar mencari hiburan. Dengan mobil putih hadiah dari Hendra, Kamilia meluncur pelan di jalan Ibukota.
Tiba-tiba wanita itu teringat saat baru datang ke kota ini. Dengan baju lusuh dan muka lelah. Memudar semua kenangan. Rasa sakit di hatinya telah lebur bersama hujan. Tidak ada jalan untuk lepas dari perjanjian ini. Walau Kamilia ingin terbang bebas.
Gurat luka ini meninggalkan nestapa. Waktu terlalu kejam untuk Kamilia yang terjebak dalam permainan Hendra dan Bagas. Dia tidak berdaya dengan jebakan Bagas.
Lamunan Kamilia terus dibayangi masa lalu. Sekilas wajah-wajah bermunculan di matanya. Dari mulai bapaknya, ibunya serta adiknya.
Kamilia menghentikan mobilnya karena lampu menyala merah. Seseorang menarik perhatian wanita itu. Pandangannya begitu tajam menukik seperti menembus jantung Kamilia. Kamilia memalingkan mukanya.
"Buka atau kupecahkan kaca mobilmu!" Tiba-tiba orang itu sudah mengetuk kaca mobil Kamilia. Karena terlanjur panik, yang seharusnya tidak dilakukan oleh Kamilia malah dilakukan. Wanita itu membuka kunci mobilnya. Lelaki itu dengan cepat masuk dan menyuruh Kamilia untuk melaju kembali. Lampu merah sudah berganti hijau. Dengan gugup Kamilia menyetir kembali.
"Aaah … lama, turun! Biar aku yang nyetir," bentak orang itu.
Kamilia menepi dan turun, kemudian naik lagi di kursi penumpang. Sekilas dia melihat perampok itu. Tidak nampak sangar, justru lelaki itu sangat tampan.
Kamilia mengambil handphonenya saat lelaki itu lengah. Dia mengetik cepat dan dikirim kepada Bagas : Aku dirampok.
Jawaban dari Bagas tak sempat Kamilia lihat. Pandangan mata pria itu begitu dingin saat melihat Kamilia menggunakan handphone. Ketakutan dan masalah yang bertubi-tubi, membuat wanita itu pingsan.
Kaget sekali Bagas membaca pesan dari Kamilia. Sesungguhnya dia tengah memperhatikan Hendra di sebuah kafe. Dia yang menyuruh Kamilia agar datang sekedar menikmati kopi.
Dia membalas pesan dari Kamilia : Posisi di mana?
"Aaah HP-nya mati!" teriak Bagas cemas. Teriakannya mengundang tengok orang-orang di kafe tersebut. Tak terkecuali Hendra. Lelaki itu kaget melihat Bagas ada di situ juga.
"Bagas," gumamnya. "Mau apa dia di sini?"
Bagas memandang tajam Hendra. Menghampirinya dan menghadiahkan satu pukulan ke wajahnya. Hendra tidak bisa mengelak. Tidak menyangka akan mendapat pukulan secepat itu.
"Kau tahu? Kamilia dirampok orang!" desis Bagas.
"Apa? Di mana?" tanya Hendra. Dia tidak jadi membalas pukulan Bagas. Calista membuang muka bertemu dengan Bagas.
Bagas tidak menjawab, dia berlalu meninggalkan Hendra. Bagas bertekad akan menemukan Kamilia segera. Jika perlu, anak buah bapaknya, akan dikerahkan.
Di pelataran parkir, Bagas kaget melihat Hendra sedang menunggunya. Bagas berlalu melewatinya. Entah di mana Hendra meninggalkan Calista.
"Ayo, naik mobilku saja! Aku tahu dia." Hendra berkata sambil masuk ke mobilnya. Bagas melihat Hendra sejenak, kemudian ikut masuk ke mobil Hendra.
**
"Lepaskan … lepaskan! Kamu siapa?" Seorang wanita meronta-ronta. Tangannya terikat di sebuah kursi.
"Kau seorang wanita simpanan, bukan?"
Sejenak wanita itu menghentikan usahanya untuk melepaskan diri. Dari mana ia tahu kalau dirinya wanita simpanan. Dirinya selalu menjaga imejnya sebagai perempuan baik-baik. Tidak ada yang tahu kalau dulu ia seorang penjaja cinta satu malam. Ia selalu tampil sempurna di depan publik. Dirinya aman-aman saja sejauh ini.
"Apakah kau suruhan Calista?" tanya wanita itu.
"Siapa Calista, aku tak mengenalnya?" Lelaki itu malah balik bertanya. "Sepertinya cantik, kau bernama Kamilia, bukan?" sambungnya sambil menyeringai.
"Lepaskan!" jerit Kamila.
"Diam sajalah aku ada urusan dengan kekasihmu," katanya
"Di mana kamu kenal Hendra?" tanya Kamilia curiga.
"Ini urusan laki-laki, kau tak usah tahu. Biar aku selesaikan dengan Hendra," jawabnya.
"Kalau memang urusan laki-laki, mengapa kau membawaku ke sini?"
"Setahun lebih aku mendekam di penjara. Saatnya aku membalas dendam padanya!" Ia berkata dengan geram. Terlihat kemarahan di wajahnya. Gerahamnya mengatup kencang pertanda kekesalannya sudah di ubun-ubun.
"Urusan apa?" tanya Kamilia penasaran.
"Dia menjebakku! Aku berusaha menyamar agar tidak ketahuan. Hendra terlambat datang dari perjanjian. Dan itu membuatku lama menunggu. Akhirnya aku tertangkap aparat." Lelaki itu bercerita panjang lebar, sambil menatap Kamilia.
"Aku tidak mengerti," kata Kamilia.
"Rupanya kau hanyalah wanita pemuas nafsu. Tidak tahu apa sesungguhnya pekerjaannya," ejeknya.
"Diam kau!" bentak Kamilia. "Lepaskan!' Kamilia masih berteriak.
"Kau yang harus diam! Apakah kita akan bermain-main dulu, Cantik?" Pria itu mendekati Kamilia. Kamilia waspada, dia menyiapkan satu tendangan. Apabila lelaki itu masih berani mendekat.
Lelaki itu kian mendekat. Kamilia mengisi kakinya dengan kekuatan. Mengukur jarak antara dirinya dan lelaki itu. Setelah dirasa perhitungannya tepat, Kamilia melayangkan tendangan ke bawah perut lelaki itu.
Bruuuk.
"Aww!" Lelaki itu terhuyung sambil memegangi bawah perutnya. Wajahnya pucat, tetapi sesaat kemudian mukanya merah karena marah. Dia memandang Kamilia dengan murka.
Dorr.
Suara tembakan menyalak.