Chereads / Princess The Billionarie / Chapter 7 - Kesunyian yg Menghampiri Almira

Chapter 7 - Kesunyian yg Menghampiri Almira

Medina berjalan pelan dengan penuh keraguan dan juga rasa sedih menunju kamar sang kakak, hatinya begitu tidak tenang karena takut kondisi sang kakak semakin memburuk.

Saat ia sudah sampai di depan kamar Almira yg kebetulan pintunya tidak tertutup sempurna jadinya ia bisa sedikit melihat kondisi sang kakak tanpa diketahuinya. Hatinya terasa pilu saat melihat sang kakak tengah meringkuk sambil memeluk bingkai foto keluarga. "Kasihan Kak Almira," batinnya dalam hati.

Akhirnya Medina mengetuk pintu kamar itu dan langsung masuk. Almira hanya menengok kearah pintu yg diketuk oleh Medina dengan mata yg sembab dan tanpa berucap satu katapun.

"Kak Mira," lirih Medina sambil menghampiri Almira diatas tempat tidurnya.

Almira hanya diam sambil mengelus bingkai foto itu dan mulutnya kelu tidak mau berbicara apapun meskipun adik kesayangannya itu menghampirinya. "Kak Mira, Kakak dari tadi pagi belum makan apa-apa ya? Makan ya Kak," ucap Medina berusaha membujuk sang kakak.

Almira hanya menggelengkan kepalanya dengan lemas hingga membuat Medina semakin merasa khawatir dengannya. "Kak, Kakak enggak boleh gini terus. Kakak boleh sedih tapi Kakak juga harus pikirkan kondisi kesehatan Kakak lebih penting dari segalanya," jelas Medina.

Almira masih juga tidak bergeming dan hanya meneteskan air matanya sementara itu Medina terus membujuk Almira agar mau makan.

"Makan yuk Kak? Atau mau aku ambilkan?" ucapnya lagi sambil berdiri.

Namun saat ia akan berdiri untuk mengambil makanan tiba-tiba Almira menarik tangan kanannya. "Enggak perlu," jawabnya.

Medina kembali duduk diatas tempat tidur itu dan langsung mengusap punggung Almira dengan lembut. "Tapi Kak, jangan kayak gini terus dong. Aku enggak mau Kakak sakit, aku udah kehilangan Mama dan aku enggak mau lihat Kakak sakit."

Almira langsung memeluk adiknya, air mata terus bercucuran seolah menggambarkan kondisi hatinya yang saat ini tengah hancur-hancurnya. Mendapatkan pelukan dari Kakaknya membuat hati Medina semakin terasa terharu mengingat kesedihan yg dirasakan oleh Almira.

"Kak, kakak harus kuat ya Kak. Kakak harus percaya dibalik semua kejadian yang udah terjadi kemarin-kemarin pasti akan ada hikmahnya. Kakak harus bisa bangkit lagi karena kalau Kakak kayak gini terus yang ada Mama malah sedih disana nantinya," jelas Medina.

Almira hanya memejamkan matanya ketika mendengar perkataan sang adik karena ia juga selama ini sudah berusaha untuk tetap tegar dan kuat namun gagal. Bayang-bayang saat kejadian memilukan itu terus menghantui pikirannya.

"Kakak juga sudah berusaha untuk melupakan semua kejadian itu agar bisa tegar dan kuat tapi sayangnya yang ada itu hanya membuat hati Kakak terasa sesak," batin Almira.

Setelah itu Almira melepaskan pelukan itu dan ia langsung bertatapan dengan Medina. Ketika ia melihat sorot mata adik perempuannya itu, hatinya terasa sedikit tenang karena Almira melihat ada sosok sang Mama dihadapannya.

Setelah itu Medina memberikan senyuman manisnya lalu ia menggenggam tangan sang kakak. "Kakak haru janji sama Medina kalau Kakak bisa bangkit lagi karena meskipun Mama udah enggak ada, Aku masih ada. Aku akan selalu ada untuk Kakak, kita lewatin ujian ini bareng-bareng," ujar Medina yang memberikan semangat pada Almira. Karena, ia begitu sangat paham bagaimana hancurnya Kakak perempuannya saat ini, selain hancur karena kepergian sang Mama, hati Almira juga hancur karena harus kehilangan seseorang yang telah bersamanya selama belasan tahun lamanya.

"Aku ngerti gimana sakit hatinya Kak Mira saat ini, semoga aja dia bisa lekas pulih dari trauma yang dialaminya. Semoga aja setelah ini dia juga enggak trauma dengan laki-laki lain meskipun ia sudah dikhianati oleh laki-laki yang selama ini telah ia percayai," batinnya lagi.

"Kak, Makan yuk?" bujuk Medina lagi.

"Aku juga belum makan dan aku juga enggak mau makan kalau Kakak enggak makan," lanjutnya lagi mencoba mengancam sang kakak.

Almira langsung mengerutkan keningnya saat mendengar itu. "Kamu belum makan?"

Medina menganggukkan kepalanya. "Iya, aku mau makan sama Kakak. Yaudah ayo kita makan bareng yuk, kasian tuh Tante Rita udah capek-capek masak tapi masih utuh makanannya, sayang banget kalau enggak ada yang makan."

Almira terdiam sambil menunduk namun setelah Medina membujuk serta merayunya dengan berbagai macam cara akhirnya ia mau makan.

Almira menyimpan bingkai foto yang sejak tadi dipegangnya lalu setelah itu ia bangun dari tempat tidurnya, hal itu sungguh sangat membuat hati Medina begitu bahagia karena merasa telah berhasil membujuk sang kakak.

"Akhirnya Kak Almira mau juga diajak makan. Ya, walaupun aku harus berbohong bilang belum makan padahal aku udah makan tadi saat aku di kampus bareng temen-temen aku," ujar Medina dalam hatinya.

Mereka berdua berjalan menuju ke ruang makan dan setelah sampai disana sudah terdapat berbagai macam masakan dan juga buah-buahan yang sudah disiapkan oleh sang tante.

"Tuh kan, Kak. Tante Rita udah repot-repot nyiapin semua ini masa mau kita diemin aja."

"Sekarang Tante Rita kemana?" tanya Almira sambil melirik ke setiap sudut rumahnya.

"Tante Rita tadi udah pamit pulang sama aku," balas Medina sambil menarik kursi untuk ia tempati.

Rumah Tante Rita memang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah mereka namun juga tidak terlalu dekat. Semenjak ibunya meninggal, Almira dan juga Medina hanya tinggal berdua di rumahnya.

Namun mereka Almira dan juga Medina masih beruntung karena meskipun sang mama sudah meninggal masih ada Tante Rita yang selalu memberikan perhatian layaknya seorang ibu pada anaknya. Semenjak Mama Alda meninggal, Tante Rita juga rajin mengantarkan makanan untuk ponakan-ponakannya itu.

Sedikit demi sedikit Almira mencoba untuk memakan yang ada dihadapannya itu meskipun semua yang ia masukan kedalam mulutnya terasa pahit namun ia mencoba untuk mengingat apa yang diucapkan Medina karena bagaimanapun ia harus menghargai usaha sang Tante yang sudah capek-capek menyiapkan makanan untuk dirinya dan juga sang adik.

Mata Almira tertuju pada sebuah kursi dimana biasanya itu adalah tempat duduk yang menjadi favorit sang mama saat mereka sarapan ataupun makan malam bersama. Sekarang kursi itu kosong dan suasana rumah terasa sangat sepi dan hampa, tidak ada lagi senyuman tulus yang menjadi sumber semangatnya untuk terus bekerja dan menjalani kehidupan ini.

"Tidak ada yang lebih pedih dari kehilangan orang yg begitu sangat kita cintai, sampai kapanpun aku akan terus mencintai Mama. Mah, semoga Mama baik-baik aja disana ya, disini Almira akan berusaha untuk tetap kuat meskipun itu sulit karena Mama udah enggak ada," lirih Almira dalam hatinya yang tidak terasa tetesan air mata kembali berikilauan di pelupuk matanya.

Melihat sang kakak kembali menangis membuat Medina langsung menatap sang Kakak. "Kak? Makan dong makannya jangan malah melamun sambil nangis."

Almira langsung mengusap air matanya. "Enggak kok Medi, kamu tenang aja karena Kakak enggak apa-apa. Ini makanannya juga Kakak makan kok," jawabnya.

Jika melihat dan memperhatikan raut wajah sang kakak membuat Medina khawatir jika kondisi psikis Almira semakin memburuk. "Kak, semoga Kakak baik-baik aja ya sesuai dengan apa yang kakak katakan. Aku udah kehilangan Mama dan jujur aku juga enggak akan bisa lihat Kakak kayak gini terus, terpuruk dan murung terus," lirih Medina dalam hatinya yang sebetulnya ia juga begitu sedih dan terpukul karena harus kehilangan sang Mama.

"Sekarang kita hanya tinggal berdua di rumah ini, Kak. Aku janji akan selalu menjaga Kakak dan enggak akan biarin ada laki-laki lain lagi yang menghancurkan Kakak," batin Medina yang begitu sangat menyayangi sang kakak dan ia juga begitu sangat membenci Agya yang telah tega menghancurkan perasaan Almira dengan mudahnya.