"Almira kamu dipanggil sama Pak Fabian, ke ruangannya."
Almira tercekat cukup kaget mendengar suara itu. Salah satu atasnya di kantor itu sudah berada tepat di sampingnya. Bukannya ia kaget dengan sosok atasannya itu yg muncul tiba-tiba. Tapi kata-katanya itu. Almira takut jika Fabian akan memarahi dirinya karena sudah tidak masuk kantor melebihi batas cuti.
"Saya Bu?" tanya Almira.
"Iya, kamu Almira. Sudah cepat kesana nanti takutnya Pak Fabian marah kalau kamu lama temuin dia."
Almira mengangguk segera beranjak dari kursi kerjanya. Perlahan namun pasti ia mulai berjalan menuju ruangan diatas satu lantai dari ruangan karyawan biasa seperti dirinya berada. Tidak lupa ia mengikutsertakan handphone yang ia genggam dan selalu dia bawa kemana-mana.
Pikirannya, sebelum ia masuk kedalam ruangan Fabian. Ia harus menetralkan isi pikirannya dengan sesuatu didalam ponsel yang membuat perasaannya sedikit lebih tenang.
Selama perjalanan keatas menuju ruangan orang nomor satu di perusahaan besar itu, Almira terus mengotak-atik handphone miliknya melihat beberapa gambar dan juga tangkapan layar yang ada didalam ponselnya itu. Namun yang ia dapati hanyalah foto-foto kebersamaannya bersama dengan sang Mama dan juga mantan pacarnya yang kurang ajar itu.
"Aku lupa belum hapus foto-foto tentang dia, bikin mood aku turun aja lagi bukannya malah membaik ini malah sebaliknya," batin Almira merasa kesal.
Melihat foto-foto dirinya bersama dengan sang mama membuat hatinya kembali merasakan sakit karena rasa rindu yang begitu dalam namun ia berusaha untuk menyembunyikan rasa sedihnya dan ia berusaha untuk mengalihkan pikirannya pada hal-hal lain karena ia ingat jika sekarang ini ia sedang berada di kantor tempatnya bekerja bukan di dalam kamar tempat biasanya ia menangis mengekspresikan suasana hatinya.
"Tenang Almira, kamu kuat." Almira berbicara dalam hatinya dan mencoba menguatkan dirinya sendiri.
Ia menarik nafasnya dalam-dalam sambil memejamkan matanya hingga ia benar-benar tenang.
"Ini juga kali pertamanya aku masuk kantor lagi dan aku akan berhadapan dengan Pak Fabian. Aku harus ceria kayak dulu lagi," batinnya.
Tokkk Tokkk Tokkkk
Tanpa sahutan, Almira langsung menekan tombol open pada pintu otomatis dihadapannya.
"Selamat siang, Pak. Pak Fabian cari saya?"
"Selamat siang, Almira. Silahkan duduk."
Almira segera duduk di kursi tamu yang ada diruang itu. Fabian tersenyum pada Almira dan Almira pun memberikan senyuman manisnya pada Fabian meskipun perasaannya terus bergejolak tidak tenang.
Keduanya duduk, Almira terus menundukkan kepalanya sementara itu Fabian terlihat membereskan beberapa berkas yang masih berceceran dihadapannya dan setelah selesai Fabian langsung menatap wajah wanita yang ada dihadapannya.
Mendapatkan ratapan itu langsung membuat hati Almira merasa semakin tidak tenang apalagi di ruangan sebesar dan semewah ini ia hanya berduaan dan ini kali pertamanya ia masuk dan duduk berdua dengan Fabian meskipun sudah hampir satu tahun ia bekerja di Perusahaan ini.
"Pak, saya mau minta maaf," ucap Almira yang sudah tidak tahan lagi karena suasana juga terasa sangat canggung.
"Maaf kalau saya baru bisa masuk kantor, maafkan saya kalau enggak bisa profesional dalam menghadapi pekerjaan dengan kehidupan pribadi saya," lanjutnya lagi merasa bersalah.
Fabian langsung mengerutkan keningnya setelah mendengar hal tersebut. Ia lalu tersenyum. "Kamu enggak perlu minta maaf dan saya panggil kamu kesini bukan buat nyuruh kamu untuk minta maaf sama saya."
Almira terlihat seperti kebingungan mencerna ucapan Fabian. Jika bukan untuk mempermasalahkan itu lalu untuk apa Fabian memanggilnya kesini, pikiran Almira bekerja keras.
"Justru saya panggil kamu kesini itu buat tanya bagaimana kondisi kamu?" ucap Fabian dengan lembut.
Almira yang sejak tadi menundukkan kepalanya sekarang langsung menatap pria tampan yang ada dihadapannya itu. "Kondisi saya sekarang sudah semakin membaik kok, Pak."
"Syukurlah kalau begitu."
"Oh iya, sebentar lagi kita akan ada projek besar dan saya harap kamu bisa ikut serta, Almira. Kamu siap? Tapi kalau enggak siap ya enggak apa-apa saya juga ngerti perasaan kamu."
"S-saya bisa kok, Pak." Almira menjawabnya dengan gugup dan mengiakan saja apa yang dikatakan oleh bosnya itu.
Melihat Almira berada dihadapannya, rasa kagum itu muncul. "Wanita mandiri dan secantik Almira masih saja disia-siakan," batin Fabian merasa heran dengan calon suami Almira yang memutuskan hubungan secara sepihak.
Setelah berbicara seperti itu dalam hatinya dengan buru-buru Fabian menggelengkan kepalanya lalu memijat keningnya. Entah mengapa kalimat itu bisa terucap. Sudah berbulan-bulan ia kenal dengan Almira namun sekarang ini entah kenapa rasanya berbeda.
Fabian juga memperhatikan raut wajah cantik Almira yang masih terlihat sedih padahal Almira hanya merasa gugup dan grogi karena harus menghadapnya.
"Kalau gitu kamu bisa kembali ke ruangan kamu dan kerja lagi kayak biasa," ucap Fabian.
"Iya baik, Pak. Kalau gitu saya permisi dulu." Almira segera berdiri lalu membungkukkan badannya sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan ruangan mewah itu.
Setelah menutup pintu ruangan Fabian dan ia segera langsung mengembuskan nafasnya karena akhirnya ia bisa tenang. "Kirain mau marah-marah atau apa tau-taunya cuma tanyain kondisiku aja," ucapnya.
Diwaktu yang sama terlihat pria tampan dengan setelan jas hitam rapih berjalan menuju dirinya. Pria tampan itu tidak lain adalah David.
"Almira," ucapnya hingga langsung membuat Almira menengok kearahnya.
"Eh, Pak David. Bikin kaget aja."
"Kamu ngapain disini? Enggak masuk kedalam?" tanya David keheranan sambil menatap kearah pintu ruangan Fabian.
"Saya tadi baru aja keluar dari ruangan Pak Fabian. Kita habis ngobrol-ngobrol sebentar."
David mengernyitkan dahinya.
"Kalau gitu saya permisi dulu ya." Almira segera pergi meninggalkan David.
Sementara itu David langsung mengetuk pintu ruangan Fabian setelah Almira meninggalnya. Lalu ia masuk dan menemui Fabian.
"Cie yang udah ngobrol berdua sama Almira," ledeknya.
Fabian langsung mengernyitkan keningnya. "Kamu ngomong apa sih!" balas Fabian yang merasa heran kenapa Asisten yang sering membuat ia emosi itu mengetahui jika ia habis menggobrol dengan Almira.
David langsung tersenyum meledek pada Bosnya itu. "Saya malah baru tahu kalau Almira udah masuk kerja, Pak Fabian enggak marahin dia kan karena baru masuk kerja lagi?" tanya David yang paham betul jika bosnya itu termasuk tipe orang yang sangat disiplin dan tegas.
"Sudah-sudah kamu jangan banyak bicara David! Sudah cepat serahkan berkas sama dokumen yang saya minta!" ucap Fabian dengan tegas dan juga mengalihkan pembicaraan tentang Almira.
"Iya-iya ini jangan marah-marah mulu bisa enggak sih," jawab David sambil menyerahkan map berisi berkas-berkas penting yang diminta oleh Fabian.
Saat ini Fabian juga tidak mengerti dengan perasaannya saat ini, apakah ia jatuh cinta dengan Almira ataukah perasaan ini hanya sebatas perasaan biasa.
Dalam hatinya, David merasa jika Bosnya itu memiliki rasa sayang pada Almira. Pasalnya akhir-akhir ini sikap Fabian pada Almira itu cukup berbeda tidak seperti biasanya dan tidak seperti sebelum-sebelumnya. David sebagai Asisten pribadi sekaligus saudara dekat Fabian memang selalu merasa penasaran dengan kehidupan Fabian.
"Kalau enggak suka sama Almira pasti Pak Fabian enggak akan peduli tapi emang kelihatannya Pak Fabian suka sih sama Almira. Eh tapi kok gue jadi ribet ngurusin hal kayak gituan sih?" batin David.
Sementara itu saat ini Almira di ruangannya sedang duduk dan mencoba melihat beberapa list pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan. Hari ini hari pertamanya masuk kerja lagi, ia tidak ingin mengecewakan Fabian yang sudah mempercayainya.
"Huh banyak juga ternyata beberapa kerjaan yang belum aku selesaikan. Semangat Almira! Aku harus bisa selesaikan secepatnya," gumamnya sambil menatap fokus laptop yang ada dihadapannya.