"Saya ingin membahas beberapa hal."
"Sudah, kan?"
"Kita perlu bicara lagi." Ia mengembuskan asap melalui kasa, dan perlahan-lahan membuka gerendel pintu. Aku memasuki sebuah ruang duduk sempit dan mengikutinya ke dapur. Rumah itu lembap dan lengas, bau apak tembakau di mana-mana.
"Mau minum?" ia bertanya.
"Tidak, terima kasih." Aku duduk di depan meja. Smith menuangkan diet cola pada es dan menyandarkan punggung pada counter. Eddy tidak terlihat. Aku menduga ia ada di kamar tidur.
"Di mana Eddy?" tanyaku riang, seolah-olah ia sahabat lama yang sangat aku rindukan.
la mengangguk ke jendela yang menghadap ke halaman belakang. "Kau lihat mobil tua di sana?"
Di sebuah sudut yang lebat ditumbuhi tanaman rambat dan perdu, di samping gudang bobrok, di bawah sebatang pohon maple, ada sebuah van Ford tua. Mobil itu berwarna putih dengan dua pintu, keduanya terbuka. Seekor kucing bertengger pada kapnya.
"Dia ada di dalam mobil," Smith menjelaskan.
Mobil itu dikepung oleh rumput liar, dan kelihatannya tanpa ban. Segala sesuatu di sekitarnya sudah bertahun-tahun tak pernah disentuh.
"Mau ke mana dia?" tanyaku, dan Smith benar-benar tersenyum.
la menghirup cola dengan keras. "Eddy tidak pergi ke mana-mana. Kami beli mobil itu dalam keadaan baru pada tahun 1964. Tiap hari dia duduk di dalamnya, sepanjang hari, cuma Eddy dan kucing-kucing itu."
Ada sesuatu yang logis dalam hal ini. Eddy ada di luar sana, seorang diri, tanpa asap rokok menyumbat sistem pernapasannya, tanpa kekhawatiran pada Ronnie Kray. "Kenapa?" aku bertanya. Jelas ia tidak keberatan berbicara tentang hal itu.
"Eddy tidak waras. Itu sudah aku katakan minggu lalu."
Bagaimana aku bisa lupa?
"Bagaimana keadaan Ronnie Kray?" la mengangkat pundak dan bergeser ke sebuah kursi pada meja makan reyot di depanku. "Baik dan buruk. Kau mau menemuinya?"
"Mungkin nanti."
"Dia hampir selalu berbaring di ranjang. Tapi dia bisa berjalan sedikit. Mungkin aku akan membangunkannya sebelum kau pergi."
"Ya, mungkin. Dengar, aku sudah bekerja banyak dengan mempelajari kasusmu. Maksudku, aku sudah menghabiskan waktu berjam-jam meneliti semua dokumen itu. Dan aku menghabiskan beberapa hari di perpustakaan khusus untuk meneliti undang-undangnya. Dan wah, terus terang saja, menurutku kalian harus benar-benar menggugat State Farm Insurance."
"Aku pikir kalau kita sudah memutuskan hal ini," katanya dengan pandangan tajam. Smith punya wajah yang tak kenal ampun, tak disangsikan lagi merupakan akibat kehidupan berat bersama si gila dalam mobil Fairlane di luar sana.
"Mungkin begitu, tapi aku perlu menelitinya. Aku sarankan kalau kau menggugat mereka secepatnya."
"Apa lagi yang kau tunggu?"
"Tapi jangan mengharapkan penyelesaian dengan cepat. Kau berhadapan dengan perusahaan besar. Mereka punya banyak pengacara yang bisa mengulur waktu dan menunda-nunda. Itulah yang mereka kerjakan sebagai mata pencaharian."
"Berapa lama waktu yang diperlukan?"
"Bisa sampai berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Kita mungkin mengajukan gugatan, dan mendesak mereka agar menyelesaikannya dengan cepat. Atau mereka mungkin akan memaksa kita maju ke pengadilan, lalu naik banding. Tak mungkin meramalkannya. "
"Dia akan mati beberapa bulan lagi."
"Boleh kutanyakan sesuatu?" la mengembuskan asap dan mengangguk dengan keselarasan sempurna.
"State Farm Insurance pertama kali menolak klaim ini pada bulan Agustus, tepat sesudah Ronnie Kray didiagnosis. Kenapa kau menunggu sampai sekarang untuk menemui pengacara?" Aku memakai istilah "pengacara" dengan sangat longgar.
"Aku tidak bangga dengan hal itu, oke? Aku pikir bahwa perusahaan asuransi akan datang dan membayar klaim tersebut, membereskan tagihan dan biaya pengobatan. Aku terus menulis surat pada mereka, mereka terus membalasku. Entahlah, aku tidak tahu. Bodoh, kurasa. Bertahun-tahun kami begitu teratur membayar preminya, tak pernah satu kali pun terlambat. Aku menyangka kalau mereka akan menghormati polis itu. Lagi pula, aku tak pernah memakai pengacara, kau tahu? Tak ada perceraian atau yang semacam itu. Tuhan tahu aku seharusnya menghubungi pengacara dari dulu." la menoleh sedih dan memandang ke luar jendela, menatap sayu pada mobil Fairlane serta segala kedukaan di sana. "Dia minum Martini satu pint di pagi hari dan satu pint di waktu siang. Aku sama sekali tak peduli. Itu membuatnya bahagia, menyingkirkannya dari dalam rumah, dan minum rupanya membuatnya tidak produktif, kau tahu maksudku?"
Kami berdua memandangi sosok yang tergolek rendah di jok depan sana. Semak dan pohon maple meneduhi mobil itu. "Kau membelikan minuman untuknya?" aku bertanya, seakan-akan itu penting.
"Oh, tidak. Dia mengupah bocah sebelah rumah untuk pergi membeli dan menyelundupkannya untuknya. Dia pikir aku tidak tahu."
Terdengar suara gerakan di bagian belakang runah. Tak ada AC untuk meredam suara. Seseorang seperti tengah batuk. Aku mulai bicara. "Dengar, Smith, Aku ingin menangani kasus ini untukmu. Aku tahu aku cuma orang baru, bocah yang baru akan lulus dari sekolah hukum, tapi aku sudah menghabiskan waktu berjam jam untuk menelitinya, dan aku lebih tahu persoalan ini daripada siapapun."
Tatapannya tampak kosong, nyaris tanpa harapan. Pengacara adalah pengacara, tidak yang istimewa. Ia akan mempercayaiku seperti mempercayai orang lain, dan itu tidak berarti banyak. Betapa ganjilnya.
Dengan begitu banyak uang yang dihamburkan pengacara untuk iklan yang menggorok, iklan TV konyol dengan anggaran kecil, billboard penuh bualan, dan harga obral pada iklan mini surat kabar, ternyata masih ada orang-orang macam Smith Jack yang tidak tahu membedakan jagoan pengadilan dari seorang mahasiswa hukum tahun ketiga.
Aku mengandalkan kenaifannya. "Saya mungkin harus bekerja sama dengan pengacara lain, cuma mencantumkan namanya pada segala urusan, sampai saya lulus ujian ikatan pengacara dan diterima. " Rasanya ia tidak memahaminya.
"Berapa biayanya?" tanyanya, bukannya tanpa kecurigaan.
Aku melontarkan senyum yang benar-benar hangat. "Tak satu sen pun. Saya akan mengurusnya sebagai kasus contingency. Saya mendapat sepertiga dari berapa pun yang kita dapatkan. Tak ada ganti rugi, tak ada biaya. Tak perlu apa pun di muka." Sudah tentu ia pernah menyaksikan kata-kata ini yang diiklankan entah di mana, tapi tampaknya ia tidak mengerti.
"Berapa?"
"Kita menuntut jutaan dolar," kataku sok dramatis, dan ia pun terpikat. Aku mengira kalau tak ada sifat rakus dalam tubuh perempuan malang ini. Segala impian akan kehidupan indah sudah lama lenyap, sampai ia tak bisa mengingatnya lagi. Namun ia suka dengan gagasan untuk menyerang State Farm Insurance dan membuat mereka menderita.
"Dan kau dapat sepertiganya?"
"Saya tidak berharap akan mendapatkan jutaan, tapi berapa pun yang kita dapatkan, saya hanya mengambil sepertiganya. Dan itu sesudah biaya pengobatan Ronnie Kray dilunasi. Tak ada ruginya buat Anda."
la menepuk meja dengan telapak tangan kiri. "Kalau begitu, kerjakanlah. Aku tak peduli berapa yang akan kau dapatkan, kerjakan saja. Lakukanlah sekarang, oke? Besok."
Di sakuku terlipat rapi kontrak pemberian layanan hukum, kontrak yang aku temukan dalam sebuah buku formulir di perpustakaan. Seharusnya saat ini aku mengeluarkannya dan memintanya menandatangani kontrak itu, tapi aku tak bisa memerintahkan diri sendiri untuk melakukannya. Menurut etika, aku tak bisa menandatangani perjanjian untuk mewakili kepentingan orang lain sampai aku terdaftar dalam ikatan pengacara dan punya lisensi praktek. Aku rasa Smith akan pegang janji.
Aku mulai melirik jam tangan, seperti pengacara sejati. "Saya akan mulai bekerja," kataku.
"Kau tidak mau menemui Ronnie Kray?"
"Mungkin lain kali."
"Aku tak menyalahkanmu. Tak ada apa pun kecuali kulit dan tulang."
"Saya akan kembali beberapa hari lagi, kalau saya bisa tinggal lebih lama. Banyak yang perlu kita bicarakan, dan saya perlu mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya."
"Tapi cepatlah, Oke?"
Kami mengobrol beberapa menit lagi. bicara tentang Lincoln Gardens dan pesta di sana. la dan Eddy pergi ke sana seminggu sekali, kalau ia bisa menjaganya agar tidak mabuk sampai siang. Itulah satu-satunya kesempatan mereka keluar rumah bersama-sama.
la ingin bicara, dan aku ingin pergi. la mengikuti ke luar, mengamati Toyota-ku yang kotor dan bobrok, mengomentari betapa buruknya produk impor, terutama barang-barang dari Jepang, kemudian membentak anjing Doberman itu.