Brama yang mengetahui saat ada salah satu anak buah Raden Mardian yang kabur. Ia pun segera menghampirinya.
"Mau ke mana, kamu?" tanya Brama sambil menghadang anak buah Raden Mardian yang ingin bertemu dengan majikannya dan melaporkan kehadiran Brama.
"Aku -- aku -- ," Perkataan anak buah Raden Mardian itu terbata-bata. Namun Brama bisa menebak kalau dia akan menemui Raden Mardian.
"Kamu pasti mau bertemu dengan majikanmu, kan? Aku juga ingin bertemu dengannya, segera pertemukan aku dengan Raden Mardian sekarang juga," perintah Brama sambil menikung tangan anak buah Raden Maryam.
"Aaarggh, lepaskan!" Dia pun mengaduh kesakitan.
"Aku tak akan melepaskanmu sebelum kamu pertemukan aku dengan Raden Mardian sekarang juga," ujar Brama dengan tegas.
"Ba—baik, aku akan mengantar Kisanak untuk bertemu dengan Raden Mardian," ucap anak buah Raden Mardian sambil meringis kesakitan, karena salah satu tangannya ditikung oleh Brama.
Kemudian anak buah Raden Mardian mengantarkan Brama ke rumah Raden Mardian dengan kondisi tangan yang masih tertikung oleh Brama. Karena ia tak akan membiarkan anak buah itu untuk kabur. Diikuti dengan kawanan anak buah lainnya. Mereka juga cemas saat teman mereka dibawa paksa oleh Brama.
Brama tak sabar lagi untuk bisa bertemu dengan Raden Mardian. Tak lama kemudian, mereka pun sampai ke kediaman Raden Mardian.
Saat itu, Raden Mardian yang bertubuh tambun sedang dilayani oleh para selirnya yang berjumlah tiga orang.
Dia pun terkejut melihat saat salah satu anak buahnya datang dengan seseorang seperti tawanan.
'Ada apa dengannya? Mengapa tangannya ditikung oleh seseorang?' gumam Raden Mardian. Ia langsung terbangun dari tempat duduknya untuk menghampiri anak buahnya itu yang sedang bersama dengan Brama.
Setelah mereka bertemu, Brama pun kemudian mendorong anak buah Mardian dengan cukup keras sehingga jatuh tersungkur di hadapan Raden Mardian.
"Ada apa ini? Mengapa kamu bersikap kasar kepada anak buahku? Siapa kamu?" cecar Raden Mardian dengan nada emosi yang tinggi.
"Aku Brama dan aku ingin memperingatkan kamu untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada rakyat kecil," jawab Brama. Raden Mardian pun membelalakkan matanya.
"Memangnya kamu ini anak raja, sampai berani memperingatkan aku?" tuding Raden Mardian dengan nada marah.
"Aku memang bukan siapa-siapa, tetapi sudah kewajibanku untuk memperingatkan sesama. Jangan pernah memasang pajak yang tinggi kepada rakyat. Sebab hal itu sangat memberatkan mereka," papar Brama. Namun Raden Mardian tidak terima.
"Aku ingin meninggikan pajak atau meniadakannya, terserah padaku. Itu bukan urusanmu," ujar Raden Mardian dengan nada marah.
"Tetapi kamu lihat sendiri, dengan tingginya pajak di kabupaten ini. Mengakibatkan rakyatmu banyak hidup sengsara. Mereka seharusnya bisa hidup tenang dan makan kenyang. Namun mereka harus memikirkan pajak yang kamu bebankan pada mereka," kata Brama, Raden Mardian tetap tak terima dengan nasihat Brama.
"Kalau kamu anak dewa. Mungkin aku akan menurutinya. Tetapi kamu hanya pria buntung yang tidak waras. Datang-datang malah memperingatkan aku," amuk Raden Mardian. Brama pun kemudian tersenyum simpul.
"Jika kamu tetap seperti ini, kamu akan dibenci oleh rakyatmu. Dan pasti banyak pemberontakan dan perampokan terjadi," tegur Brama.
"Itu bukan urusanku. Yang terpenting adalah aku harus menerapkan peraturan ini, dan harus ditaati oleh rakyatku sendiri," balas Raden Mardian.
"Lalu untuk apa pajak setinggi itu diterapkan di kabupaten ini? Rakyatmu saja masih berada di bawah garis kemiskinan," tanya Brama, Raden Mardian tentu tidak bisa menjawabnya.
Karena ia memang membutuhkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan kekayaannya. Sehingga membuat Brama bisa tahu isi hati Raden Mardian.
"Kamu tidak bisa menjawabnya kan? Kecuali kalau kamu bisa membuat rakyat sejahtera. Tetapi lihat sendiri, banyak sekali penduduk yang kelaparan dan kamu enak-enakan bersama selirmu," sindir Brama. Raden Mardian pun naik pitam lagi, saat mendengar apa yang Brama katakan.
"Jangan banyak omong kamu! Kamu ini bukan siapa-siapa, kalau kamu berani menentangku. Maka aku akan menghukummu," ancam Raden Mardian. Namun Brama tidak takut dengan ancaman itu.
"Aku tidak takut," ujar Brama dengan nada enteng.
"Kurang ajar! Aku akan menggantungmu di alun-alun kota. Biar mereka tahu, kalau ada yang berani membangkang aturanku. Maka aku akan menjatuhkan hukuman mati kepadanya," celoteh Raden Mardian. Namun Brama terkekeh.
"Hahaha, pimpinan macam apa kamu ini? Mementingkan isi perutmu yang besar itu?" ejek Brama. Raden Mardian pun kembali marah kepada Brama.
"Tutup mulutmu! Atau aku yang akan memotong lidahmu," sahut Raden Mardian. Ia kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menyerang Brama.
"Serang pria berlengan satu itu, kalau perlu potong tangannya yang satu lagi. Agar dia hidup menderita karena tidak memiliki tangan!" perintah Raden Mardian. Brama pun bersiap menghadapi puluhan anak buah Raden Mardian yang dikerahkan oleh majikannya.
Brama tersenyum tipis, baginya mudah saja mengalahkan serangan mereka. Bahkan Brama mampu menangkis, menghindar, dan melawan serangan dari para anak buah Raden Mardian.
Sebenarnya Raden Mardian cukup cemas dengan aksi Brama yang begitu lincah, walau ia hanya memiliki satu tangan.
Tetapi ia mampu menghadapi puluhan anak buahnya Raden Mardian dengan waktu yang tak lama.
Radeb Mardian khawatir jika sampai anak buahnya dapat dikalahkan oleh yang Brama.
'Apa yang harus aku lakukan jika pria untung itu berhasil mengalahkan semua anak buahku?' pikir Raden Mardian.
Ia sebenarnya ingin berusaha kabur agar tidak tertangkap oleh Brama. Karena ia takut jika sampai dibuat babak belur oleh Brama.
Namun Brama tahu kalau Raden Mardian melangkah mundur untuk melarikan diri dari kediamannya.
"Tunggu, bangsawan gendut! Aku belum selesai berurusan denganmu," seru Brama. Ia kemudian menghajar para anak buah Raden Mardian secara bersamaan, dan mereka pun menjadi tumbang dalam satu serangan.
Lalu Brama memutuskan untuk mengejar Raden Mardian yang lari lewat pintu belakang rumahnya.
Brama berhasil untuk menangkap Raden Mardian dengan mencengekeram lehernya.
"Mau ke mana kamu? Katanya kamu ingin menghukumku? Lalu kenapa kau melarikan diri?" tukas Brama.
Bug!
Dia kemudian menendang punggung Raden Mardian sampai jatuh tersungkur. Pria itu kemudian mengerang kesakitan.
"Kurang ajar kamu! Berani sekali kamu menyakiti pimpinan di kabupaten Tanjung Mas ini. Kalau Ayahku tahu, kamu bisa dihukum berat," sahut Raden Mardian.
Tetapi ia tak punya pilihan lain untuk melawan. Sebab semua anak buahnya sudah berhasil dilemahkan oleh Brama.
"Siapa takut! Kamu ingin memanggil leluhurmu juga, aku tidak masalah. Aku akan melawan siapa saja yang berani menindas rakyat kecil," balas Brama.
Raden Mardian pun mendengus kesal, ia segera bangkit dan mengambil pedang yang terpasang di dinding rumahnya Ia pun segera melawan Brama.
Brama pun terkejut saat Raden Mardian menyabetkan pedang itu kepada dirinya.