"Aduh!" sebuah suara membangunkan Arya dari tidurnya. Pria itu melirik sang istri yang sedang melakukan ibadah. Namun ada sesuatu yang berbeda, wanita itu tidak bisa bersujud seperti biasanya. Gerakannya menunjukkan bahwa salah satu kakinya mengalami luka.
Zahra tidak bisa salat dengan baik. Lututnya yang terbentur membuat wanita itu kesulitan untuk sujud. Dia pun mengaduh kesakitan. Sementara Arya melirik jam yang ada di dinding kamar mereka. Hari masih menunjukkan pukul 03.00 pagi pria itu kembali bertanya tanya mengapa wanita itu melakukan salat pada jam seperti itu.
Setelah menunaikan ibadah nya Zahra melanjutkan aktivitas dengan membaca beberapa ayat suci Alquran. Wanita itu sadar betul bahwa kini dia tak bisa menggantungkan apapun pada orang lain dan dia juga tidak bisa percaya kepada siapapun. Semua pembicaraan yang didengar nya di ruangan tertutup itu semakin membuat dirinya penasaran tentang keberadaan kedua orang tuanya. Pertanyaan besar kini muncul di dalam hatinya apakah benar bahwa kedua orang tuanya telah meninggal dunia pada saat kebakaran terjadi di rumah mereka.
Pada awalnya Arya merasa terganggu dengan suara yang dimunculkan oleh wanita itu. Tetapi semakin lama dia justru semakin menikmati suara Zahra yang membaca ayat suci Alquran. Suara itu ternyata bisa menenangkan hati Arya.
'Apakah itu suara ngaji?' batinnya bertanya. Sudah sangat lama pria itu tidak mendengar suara tersebut. Dia merasa suara itu sudah lupa dari ingatannya. Namun setelah sekian lama dia kembali merasakannya. Semua itu membuat Arya merasakan hal yang berbeda.
Zahra hanyut dalam ayat-ayat suci alquran yang dibacanya. Beberapa bening mulai menetes membasahi wajahnya. Zahra adalah seorang gadis yang sangat ceria. Beberapa hari yang lalu kebahagiaan menyelimuti dirinya. Saat dia lulus dari sekolah menengah atas dengan nilai yang memuaskan.
Wanita itu memiliki impian untuk menjadi desainer ternama. Dia suka sekali mendesain pakaian pakaian apalagi untuk para muslimah. Dia pun sudah menyampaikan impiannya kepada kedua orang tuanya. Mereka juga menyetujui keinginan dari putri mereka. Meski mereka hanya berasal dari keluarga sederhana tetapi kedua orang tua Zahra sudah memutuskan agar dia tetap melanjutkan sekolahnya ke tingkat universitas. Zahra akan mengambil jurusan desain busana agar bisa melanjutkan mimpinya.
Tetapi mimpi itu sudah hancur bersama dengan hancurnya rumah yang memiliki banyak kenangan di dalam hidupnya. Kenangan wanita itu kembali pada masa-masa di mana kebahagiaan senantiasa menyertai dirinya. Kini dia berada dalam keadaan yang tidak menentu. Dia bahkan tidak pernah keluar dari rumah itu.
'Aku tidak bisa membiarkan diriku seperti ini. Ayah dan ibu pasti akan sedih melihat keadaanku. Aku harus bisa bangkit dari semua masalah ini. Aku harus bisa menyelamatkan diriku sendiri. Aku tidak bisa membiarkan orang orang kaya ini memper daya aku. Menjadikan aku babu dan juga menyiksaku. Namun aku tidak bisa melawan mereka dengan kekuatan fisik yang aku miliki karena pasti aku akan kalah.' Zahra mulai berfikir sendirian. Karena dia tak memiliki siapapun yang bisa dijadikan teman dia pun harus mengurus dirinya sendiri.
Zahra memutuskan bahwa dia harus bisa berdiri di kakinya sendiri menggunakan akal pikiran untuk bisa melawan keluarga kaya raya itu. Pertama-tama dia kan mencari kebenaran kemudian mencari jalan untuk bisa meloloskan diri dari rumah besar tersebut. Apa gunanya seseorang memiliki rumah yang besar dan juga memiliki harta yang melimpah jika mereka tidak memiliki hati yang bahagia yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Zahra tidak menemukan cinta dan kasih sayang ada dirumah itu yang dia temukan hanyalah kebencian dan juga kemarahan serta ditemani oleh keserakahan.
Selesai melakukan ibadah dia kembali ke atas ranjang. Zahra melirik suaminya yang tidur di sebelahnya. Pemuda tampan itu tertidur pulas terlihat dia memejamkan kedua matanya. Zahra mulai membuka pakaian yang menutupi lutut nya untuk bisa mengobati lutut tersebut. Luka yang terdapat di lutut akan lebih lama penyembuhannya dibandingkan luka yang berada di tempat lainnya.
Zahra mengambil obat kemudian mengoleskan nya perlahan di lutut. Rasa perih dan sakit membuat dirinya menimbulkan sebuah suara. Zahra tidak mengetahui bahwa suaminya tidak terlelap dalam tidurnya.
Arya menjadi semakin penasaran dengan apa yang terjadi kepada istrinya. Luka apa yang telah membuat wanita itu begitu merasa kesakitan. Kenapa istrinya bisa terluka. Jika wanita itu terluka mengapa tidak ada yang berusaha mengobatinya. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benak Arya tetapi dia hanya diam seribu bahasa.
Setelah selesai memberikan obat di kakinya, Zahra mencoba tidur kembali.
***
Seperti biasa keesokan harinya Zahra bangun lebih awal. Dia melakukan ibadah salat subuh kemudian keluar dari kamar itu. Tidak seperti kemarin, hari ini Zahra tidak melakukan apapun untuk melayani suaminya. Pagi-pagi sekali dia sudah berangkat ke dapur untuk menyiapkan sarapan bagi keluarga itu.
Ketika keluarga ibra pratama terbangun dari tidur mereka satu persatu anggota keluarga mendekati ruang makan begitu juga dengan Arya. Semua orang sudah berkumpul di meja makan yang sudah dihiasi dengan makanan. Namun mereka merasa heran melihat menu yang berbeda kini hadir di meja makan. Raut wajah mereka menunjukkan hal yang sama tetapi tidak ada satu pun dari antara mereka yang mengajukan pertanyaan.
Zahra ikut duduk di samping suaminya. Dia harus bertindak cerdas setelah mengalami banyak penderitaan. Semua orang mulai menikmati sarapan tanpa suara. Ketika makanan masuk ke dalam mulut mereka para anggota keluarga merasakan hal yang berbeda. Rasa masakan itu tidak seperti biasanya. Mereka pun merasa heran dengan apa yang terjadi.
Tetapi satu hal yang mereka aku ih bahwa makanan ini lebih nikmat untuk disantap di pagi hari dibandingkan makanan-makanan sebelumnya.
"Mbak Susi?" panggil Arsyad Ibra Pratama. Seorang kepala pelayan rumah besar itu mendekat. Dia menundukkan kepala memberi hormat kepada pemilik rumah tersebut.
"Apakah kita memiliki koki baru?" tanya Arsyad.
"Tidak Tuan!" jawab Susi.
"Lalu, siapa yang sudah menyiapkan makanan ini?" Arsyad kembali bertanya.
"Nona Zahra, Tuan besar!" jawabnya. Bukan hanya Arsyad, tetapi semua orang yang ada di dalam ruangan makan tersebut tercengang. Mereka tidak percaya jika Zahra memiliki kemampuan dalam memasak. Mereka semua hanya bisa terdiam.
"Kamu? Ini berita yang sangat luar biasa. Ternyata kamu sama seperti ibumu." pria paruh baya itu memuji Zahra. Sementara yang lainnya hanya diam tak bersuara.
"Papa, terima kasih. Tetapi boleh aku minta izin kepada Papa?" Zahra menjadikan kesempatan baik itu untuk melakukan sesuatu.
"Minta izin?" tanya Arsyad. Semua orang yang ada di meja makan tercengang. Apakah sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Zahra. Terutama Devi, dia takut jika wanita itu justru mengatakan kebenaran tentang apa yang dilakukannya kemarin kepada menantunya tersebut.