Chereads / Favorite Girl / Chapter 5 - Chapter 5

Chapter 5 - Chapter 5

"Kau boleh pergi," kata Gavin saat setelah pelayan itu memberikan sebuah dress padanya.

Ferisha masih tak bergeming, bahkan dirinya membiarkan Gavin meraba pinggangnya dengan sebelah tangan kekar itu.

Ia masih mencoba untuk mencerna apa yang akan Gavin lakukan sebenarnya.

"Ingin aku yang membuka dress sialan ini, hm?" tanya Gavin menatap Ferisha dengan tatapan tajamnya.

Tidak! Bukan Ferisha, melainkan dress yang Ferisha kenakan.

"Apa magsud mu?"

Gavin tersenyum, tangan yang sedari tadi melingkar di pinggang ramping Ferisha ia lepaskan, "Kau hanya memiliki dua pilihan, baby."

"Ganti pakaian mu sekarang dihadapan ku," ucap Gavin.

Tangan Gavin membelai pipi Ferisha dengan gerakan pelan, "Atau membiarkan ku melakukan itu pada mu."

Shit!

Tak ingin berpikir panjang, Ferisha meraih pakaian yang ada ditangan Gavin, di amati pakaian berwarna merah muda itu, tak lama kemudian tatapannya membola, "Midi dress!?"

Ya, sebuah midi dress dengan panjang bawah baju mencapai pertengahan betis. Ferisha tau jika midi dress akan memberikan kesan feminim yang sangat menonjol, namun tetap saja Ferisha tak menyukainya, terlalu resmi untuk acara birthday temannya.

"Aku tak ingin--

"Cepat ganti, baby. Atau ingin aku yang melakukannya?" tanya Gavin melipat kedua tangannya di dada, punggungnya ia senderkan di dinding, seolah sudah siap menonton pertunjukan yang sangat dinantinya.

Ferisha membuang nafas sebal, ia menatap sekilas Gavin, kemudian mulai melancarkan aksinya.

Di mata Gavin, raut wajah itu begitu menggemaskan.

Ferisha mulai menurunkan resleting dress yang ia kenakan, merasa tak nyaman melakukan hal itu dihadapan Gavin, namun dirinya tak memiliki pilihan lain selain memilih opsi yang setidaknya tidak terlalu berbahaya.

Dengan gerakan hati-hati Ferisha menurunkan mini dress yang dikenakannya hingga melorot ke lantai.

Hingga hanya tersisa bra dan juga celana dalam.

Hal itu tak luput dari penglihatan Gavin, berkali-kali Gavin menahan hasratnya untuk tidak menyetubuhi Ferisha disini, namun tetap saja sulit dilakukan.

Persetan dengan nafsunya, Gavin jelas harus menahan keinginan gilanya itu.

Ferisha mulai memakai midi dress yang Gavin berikan, tak buruk, dari merek yang ia lihat pun tampaknya brand ini berasal dari perusahaan pria itu sendiri.

Huft--- pada saat usianya masih enam belas tahun, Ferisha bahkan harus menabung selama tiga bulan untuk membeli brand ini.

Kali ini, dirinya mendapatkannya secara sia-sia.

Dari pemiliknya secara langsung pula.

"Butuh bantuan, hm?" tanya Gavin kala melihat Ferisha yang tampak kesulitan membenarkan resleting dressnya.

Dress kali ini jelas berbeda, memiliki resleting yang begitu panjang, membuat Ferisha benar-benar kesulitan menaikannya.

Ferisha menatap Gavin ragu, namun dirinya mengingat dengan jelas acara birthday Alodie akan dilangsungkan lima belas menit mendatang, alhasil Ferisha menyetujuinya dengan berjalan mendekat ke arah Gavin dan membalikan tubuhnya hingga memunggungi pria itu.

Gavin tersenyum senang kala melihat punggung mulus wanitanya, ia mendekatkan tubuhnya dan--

Cup!

Cup!

Cepat-cepat Ferisha menghindar, "Apa yang kau lakukan!?" kesal Ferisha.

Yang benar saja, bagaimana bisa Gavin mengecup punggungnya berkali-kali.

Gavin terkekeh, kembali menarik Ferisha agar memunggunginya, setelah itu ia menaikan resleting dress yang sudah Ferisha kenakan, "Mengapa kau begitu kesal, hm?"

***

Ferisha menatap Alodie yang tengah berjalan dengan gaun birthdaynya, Ferisha akui jika Alodie begitu cantik dan elegan, tak heran karena memang Alodie berasal dari keluarga Stevenson.

Di depan sana, tampak seorang wanita dan pria paruh baya yang sudah berumur namun masih terlihat awet muda, tentu saja Gavin pun ada disana.

Ferisha jelas tau jika mereka adalah Saga Stevenson dan juga Elena Stevenson, kedua orangtua Alodie.

Siapa yang tak mengenal mereka memangnya?

Suara tepuk tangan yang meriah terdengar oleh indera pendengaran Alodie, ia bahkan ikut melakukan hal yang sama, dengan kedua sudut bibir yang tertarik ke atas.

"Hai!"

Ferisha mengalihkan arah pandangnya, ia tersenyum seramah mungkin kala mendapati salah seorang pria yang tengah berdiri dihadapannya dengan dua gelas wine yang ada di tangan pria itu.

"Oh, hai!" balas Ferisha.

Pria itu menyodorkan satu gelas wine pada Ferisha, "Nama ku Ezra, kau Ferisha?" Dia balik bertanya.

"Tunggu, bagaimana kau tau aku?"

Namun meski begitu Ferisha tetap menerima uluran gelas yang Ezra berikan padanya.

Ezra hendak menjawab, namun sebuah tangan kekar sudah lebih dulu melingkar di pinggangnya, "Baby... Mengapa kau berbicara dengan pria asing, hm?"

Siapa lagi jika bukan Gavin?

"A--

"Ayo! Aku sudah tak sabar," tukas Gavin membawa Ferisha berjalan bersamanya.

Ferisha benar-benar tak memiliki kesempatan untuk berbicara pada Ezra, bahkan Ezra pun sepertinya hanya diam tanpa mengatakan sepatah katapun.

Lebih terkesan merasa malu karena mengganggu kekasih seorang Gavino.

"Bagaimana jika Alodie atau kedua orangtua mu melihat!" kesal Ferisha menatap Gavin dengan tatapan tak percaya sembari menghentikan langkahnya.

Keduanya kini saling berhadapan.

Ferisha bahkan melupakan satu hal, siapa yang ada dihadapannya saat ini.

Persetan dengan itu semua.

"Darimana kau mendapat keberanian itu, baby? Aku tak suka dengan nada bicara mu," kata Gavin dengan nada yang begitu rendah.

Tangannya terulur, mencengkram rahang tak seberapa milik Ferisha, "Apa karena pria itu, huh?"

Ferisha menepis kasar lengan itu, "Dengar Mr. Stevenson! Aku tak akan tinggal diam--

"Membiarkan ku menyebarkan Vidio kita semalam? Atau kau lebih memilih untuk bercinta terlebih dahulu dengan ku?"

Ferisha benar-benar dibuat bungkam akan apa yang Gavin lontarkan, lagipula kemana semua orang? Apa mereka benar-benar berada di rooftop mansion ini? Membiarkan dirinya terjebak bersama Gavin disini.

Sungguh gila.

Ferisha hendak berlari kembali ke rooftop, namun Gavin sudah lebih dulu menggapai tubuhnya, membopongnya ala karung beras.

Tak tinggal diam, Ferisha mencoba memukul punggung tegap Gavin berkali-kali, yang nyatanya hal itu tak berpengaruh apapun pada Gavin.

Bahkan hingga Gavin berhasil membawa Ferisha masuk ke dalam kamar, kamar milik Gavin tentunya.

Dan jangan lupakan satu hal, Gavin membaringkan tubuh Ferisha di atas tempat tidur miliknya, membuat Ferisha memejamkan matanya sejenak, merasakan pusing yang menghampiri kepalanya.

Gavin menatap tubuh Ferisha dan juga wajah cantik itu, dress yang sudah tersingkap, menampilkan paha putih mulusnya.

Ah dan jangan lupakan satu hal, rambut berantakan yang menambah kesan seksi tersendiri.

Tak ingin membuang waktu, Gavin membuka tuxedo yang melekat ditubuhnya, melemparnya asal, setelah itu melepas satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan.

Hingga kini, Gavin benar-benar bertelanjang dada, menampilkan otot-otot diperutnya, tubuhnya begitu profesional.

Mungkin siapa saja yang melihatnya, akan dengan sukarela menyerahkan tubuhnya pada Gavin.

Namun tidak dengan Ferisha.

"Ayo kita bercinta, baby..." bisiknya menindih tubuh ramping Ferisha dengan kedua tangan yang Gavin jadikan sebagai tumpuan.

Tangan Gavin bergerak, meraba—