Chereads / RIANTI : Dendam Terindah / Chapter 8 - BAB 8

Chapter 8 - BAB 8

"Jadi, wanita beruntung itu adalah Biung?" tanyaku. Aku sama sekali tidak menyangka jika cinta sejati benar-benar nyata dan ada. Cinta yang datang dari pandangan pertama dan bisa untuk bersatu selamanya. Sebuah hal yang membuatku sangat terharu sekaligus iri karenanya.

"Ya, tentu saja. Siapa lagi? Wanita yang paling Romo cintai setengah mati, hanya biungmu—Larasati," percaya diri Romo. Aku kembali mengulum senyum, aku sama sekali tidak menyangka jika Romo akan menjawab pertanyaanku dengan seperti ini, begitu tegas dan jelas, dan sangat membanggakan Biung. Sungguh, sangat hal yang membuatku merasa ingin sekali menjadi seperti Biung. Rasanya aku ingin sekali menjadi Biung, dapat dicintai oleh laki-laki yang begitu aku cintai. Dicintai dengan cara segila ini, dan aku benar-benar merasa jika Biung begitu beruntung bisa memiliki laki-laki sehebat Romo.

"Biung," kubilang, sambil aku merengkuh lengan kokoh Romo. Romo tampak tersenyum, hingga mata kecilnya itu menghilang. "Lihatlah, betapa Biung sangat beruntung memiliki Romo. Laki-laki yang bahkan mencintai dan membanggakan Biung sepenuh hati. Rasanya, aku sangat senang sekali. Melihat hal ini, Romo, Biung ... jujur, aku begitu ingin mendapatkan laki-laki seperti Romo. Sepertinya sebuah keberuntungan yang ndhak ada tara bisa bersama dengan laki-laki yang begitu kita cinta juga mencintai kita,"

Biung langsung mengelus puncak kepalaku dengan sayang, tatapannya sendu. Meski dia tampak tersenyum tapi entah mengapa aku begitu merasa jika ada secuil dari hatinya terdalam rasa sedih dan kehilangan itu nyata.

Tapi, apa? Mengapa? Aku sama sekali tidak tahu, dan begitu penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.

"Kalau kamu ingin mendapatkan laki-laki seperti Romo, dan seberuntung Biung. Berarti kamu juga harus merasakan apa yang Biung rasakan."

"Maksudnya, Biung?"

"Rasa kesal karena romomu sejatinya adalah laki-laki yang sangat menyebalkan, bermulut pedas dan juga tajam. Bahkan dulu waktu pertama kali Biung bertemu dengan Romo benar-benar Biung berpikir kalau Romo adalah laki-laki yang sangat kejam sekali. Bahkan sebenci itu Biung kepada Romo saat itu. Kami bertengkar dengan begitu lama, saling benci dan saling menghina juga sangat lama. Bahkan karena rasa benci kami, Biung ndhak sadar jika cinta itu telah datang secara diam-diam. Cinta yang semakin dalam dan semakin nyata, cinta yang membuat Biung takut kehilangan Romo. Biung baru tahu, jika yang membenci ternyata hanya Biung seorang, tapi romomu apa pun yang telah dia lakukan ternyata ungkapan dari rasa cinta yang ndhak bisa dia realisasikan. Lantas, Biung harus menjawab apa tentang itu? Bangga, terharu, dan bahagia. Rasanya Biung ingin bersyukur, dicintai secara diam-diam, dicintai dengan cara begitu dalam," Biung tampak memandang Romo, kemudian dia tersenyum. Lihatlah matanya itu yang tampak berkaca-kaca dengan sangat sempurna. Tatapan keduanya, tampak nyata dengan penuh cinta. Membuatku semakin merasa iri dibuatnya. "Terimakasih, suamiku. Karena kamu telah setia menunggu, menunggu aku juga menunggu hatiku. Terimakasih juga sudah setia bersamaku, setia menemaniku dan menerimaku."

Aku tidak kuasa untuk tidak menangis, terlebih saat Romo memeluk tubuhku juga Biung. Untuk kemudian, Kangmas Nathan ikut memeluk kami. Akhirnya kami terharu dan larut dalam pelukan. Tidak pernah kami terpikirkan sebelumnya, sebuah hal yang terjadi begitu nyata. Luapan emosi yang apa adanya, tanpa dibuat-buat karenanya.

"Romo, Biung. Terimakasih kalian telah hadir dengan banyak cinta, sehingga bisa lahir aku juga Kangmas. Terimakasih telah bersama dengan kami, terimakasih telah hadir dan membuat kami ada. Sekali lagi, terimakasih,"

Tangan besar Kangmas, langsung mengelus kepalaku, kemudian sedikit menekannya. Membuat kepalaku sedikit maju karena menahan tangan besar Kangmas. Aku kesal, tapi aku tidak marah, biarkan saja. Aku tidak mau merusak suasana haru yang baru saja tercipta ini.

"Sekarang sudah jam berapa? Lekas masuk ke dalam mobil, nanti kamu kemalaman. Besok pagi kamu harus kuliah kan? Tuntutlah ilmu setinggi langit, dan fokus pada karirmu. Jangan banyak berpikir hal yang macam-macam. Apalagi berpikir tentang laki-laki, kamu ini masih kecil, toh. Masih ingusan, nangis saja masih ngadu ke Biung, kok ya sudah membahas cinta-cintaan."

"Enak saja, aku ini sudah besar tahu! Aku sudah delapan belas tahun!" kesalku karena selalu dilecehkan oleh Kangmas. Benar-benar Kangmas ini, awas saja. Kalau sampai aku tahu siapa nanti kekasihnya, pasti kekasihnya aku akan membuatnya menderita dengan sempurna.

Lagi, kulirik jalanan yang tampak jauh memanjang itu. Aku menghela napas panjang, ternyata benar, Zainal tidak juga kunjung datang. Mungkin memang benar, jika Zainal tidak memiliki rasa kepadaku. Zainal tidak mencintaiku.

Kutundukkan wajahku dengan sempurna, aku tersenyum getir karena ini semua. Sadar, Rianti ... sadar. Apa yang telah kamu perbuat sekarang, kamu itu terlalu bodoh. Mengharapkan sesuatu yang tidak pantas kamu harapkan. Kamu harus kuat, kamu harus menerima kenyataan. Jika nyatanya, yang namanya cinta itu tidak bisa dipaksakan. Kalau benar dia cinta, maka dia akan datang sengan sendirinya. Tanpa perlu aku mengemis atau pun mengiba. Karena sejatinya, cinta adalah sesuatu yang datang dari hati, bukan dari naluri atau apa pun itu.

"Romo, Biung, Kangmas ... aku pamit pergi dulu. Jaga diri kalian baik-baik, jangan telat makan dan minum, dan yang lebih penting dari itu adalah, kalian harus selalu rukun dan jangan pernah bertengkar. Sesungguhnya yang lebih membuatku tenang adalah, tatkala melihat kalian bahagia bersama-sama selamanya, ketika melihat kalian selalu penuh dengan cinta. Jadi, Biung, Romo. Tetaplah rukun dan bersama selamanya."

Romo dan Biung pun menganggukkan kepala mereka, kemudian tersenyum manis. Aku membalas senyuman mereka dengan senyuman juga.

"Ndhak usah kamu kasih tahu, Romo pastikan akan selalu menjaga Biung, menjaga agar tetap sehat, bahagia, dan dipenuhi dengan cinta yang ndhak ada tara,"

"Terus doa untuk Kangmas, apa?" tanya Kangmas kepadaku. Kukerutkan keningku sambil berpikir keras. Apa kira-kira doa yang pantas untuk kangmasku yang jelek ini, kemudian aku tersenyum sambil memandang Kangmas.

"Iya, aku doakan. Semoga Kangmas jadi perjaka tua selamanya,"

"Kamu, dasar! Awas saja kalau kamu balik! Aku doakan kamu ndhak bisa bersama dengan laki-laki yang kamu cinta!"

Mataku menajam memandang Kangmas, aku sama sekali tidak menyangka jika Kangmas begitu kejam kepadaku. Aku benci, benci sekali dengan Kangmas atas semua hal yang dia ucapkan sekarang ini. ucapannya benar-benar sangat kejam dan tidak memiliki perasaan.

"Kenapa kamu, Dik? Kenapa kamu memandangku dengan tatapan mengerikan seperti itu, toh?"

Aku tidak menjawab pertanyaan dari Kangmas, lalu aku masuk ke dalam mobil, kusuruh Paklik Sobirin untuk segera pergi. Biarkan, siapa peduli. Aku kesal dengan Kangmas, aku tidak mau bertemu dengan Kangmas selamanya. Tega-teganya dia mendoakan adiknya yang cantik ini dengan doa yang sangat mengerikan itu, aku tidak menyangka kalau Kangmas telah menyakiti hatiku sampai seperti ini. Sebenci itukah Kangmas kepadaku?