Chereads / Pelangi Putih Abu - Abu / Chapter 7 - Aksara jiwa

Chapter 7 - Aksara jiwa

"Airin, Lo ga apa – apa? Aku tadi lihat kamu hampir ketabrak motor kak Aldo, Lho." Ujar Maria satu – satunya anak yang mau mengajak nya ngobrol di kelas.

"Ga apa – apa kok." Airin menaruh tasnya di laci lalu duduk di bangku setelah memastikan jika bangku yang akan dia duduki aman.

"Untung aja tadi kamu ditolongin sama kak Dika."

"Dika?"

"Iya. Cowok yang tadi nolongin Lo.."

"Ow."

"Kok Cuma O.."

"Lha terus aku harus ngomong apa?"

"Dia cakep Lho.."

"terus?"

"Kali Lo langsung jatuh cinta hahaha.."

Airin mengelengkan kepala, "Yang ada aku tambah di bully nanti."

"Jadi kalau ga di bully Lo bakal suka?"

"belum tentu juga, siapa tahu dia playboy atau dia anggota geng motor, Ih ogah."

Maria kini tertawa, "Ya ga mungkin lah, Kak Dika itu terkenal kalem, baik, pinter, sebelas dua belas sama Kak Aksara."

"Kamu udah ngerjain PR belum Maria?" Airin mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Oh PR Matematika? Udah kok."

"Aku juga udah."

"Nanti Lo mau anterin gue ke kantin ga saat jam istirahat?"

"Kamu ga takut ikutan di bully karena temenan sama aku?" Tanya Airin menatap Maria, gadis cantik dengan rambut ikal yang terurai indah.

Maria mengeleng.

"Kemarin kamu kenapa ijin pulang cepat?" Tanya Maria teringat kejadian kemarin saat Amanda Cs mengambilkan tas milik Airin dengan alasan Airin ijin pulang.

"Kemarin?" Airin mencoba mengingat lagi dan teringat tragedi penyekapan di dalam toilet.

"Oh, itu karena aku ada keperluan, jadi aku di suruh pulang." Ucap Airin karena tak ingin Maria tau atas apa yang sebenarnya terjadi padanya kemarin.

"Kirain kamu sakit atau kenapa, ya sudah nanti ngobrol lagi ya, sudah ada guru masuk."

"Ok."

Amanda memperhatikan interaksi antara Maria dan Airin. Senyum liciknya kembali terukir namun panggilan presensinya membuat Ia kembali fokus pada guru kelas.

'Gimana bisa Airin bebas gitu aja, dan dia baik – baik aja, tak terlihat sedikitpun rasa trauma, sakit ataupun takut datang ke sekolah.' Batin Amanda.

Tak berbeda dengan Amanda, Anastasya pun berpikiran sama, selama ini anak yang mereka kunci di toilet esok harinya pasti sakit dan tak akan berangkat kesekolah lagi alias pindah sekolah saking tak mau di bully lagi.

Sementara Rachel sudah memiliki cara untuk membully airin kembali. Sudah menjadi rahasia umum jika Rachel memang doyan sekali mengusili teman sekolahnya, bahkan sudah beberapa kali Ia masuk BP karena keusilannya.

'Lihat aja ntar.' Batin Rachel.

*****

Bel istirahat telah berbunyi, para siswa keluar dari kelas menuju ke tempat favorit mereka hanya untuk menghilangkan penat selama belajar, ada yang ke kantin, ke perpustakaan, ke taman atau hanya duduk mengobrol di ruang kelas sambil makan bekal atau jajan yang sudah mereka beli di kantin sekolah.

Hari ini untuk pertama kalinya Airin ke kantin dan itu pun tidak sendiri, Ia bersama Maria. Dan tak seperti biasa, Aksara Cs pun ke kantin dan tidak menunggu makanan datang di atas gedung sekolah.

Suara riuh antara sendok, gelas dan piring serta mangkok ditambah suara gelak tawa dan obrolan di kantin terdengar nyaring di telingga. Airin masuk bersama dengan Maria dengan riang.

"Berani juga tuh cewek ke kantin sama korban bully." Kata salah seorang sisiwi disana.

"kalo aku sih seneng – seneng aja soalnya cantik sih." Ucap siswa yang duduk bersama siswi tadi.

Dan berbagai ucapan silih berganti mereka dengar, namun baik Airin ataupun Maria tak ambil pusing dengan hal tersebut.

"Kamu mau pesan apa, Ai?"

"Ai?" Airin teringat pangilan Aksara kecil untuknya.

"kenapa? Kamu ga suka ya aku pangil Ai?" Tanya Maria menjadi tak enak hati.

"maaf, bukan begitu tapi kaget aja, itu panggilan aku kalau di Bandung." Kilah Airin.

"Oh, aku kira aku salah, ya udah yuk kita pesan."

"Ok, aku pesan somay aja deh." Ucap Airin.

"Aku bakso deh." 

Lalu keduanya memesan makanan favorit mereka, setelah itu mereka mencari tempat duduk untuk makan, namun sepertinya semua tempat telah penuh kecuali satu tempat.

"Maria, duduk lah sini." Ajak Dika.

Maria tersenyum senang, lalu segera menarik tangan Airin tanpa mendengar persetujuan darinya terlebih dahulu.

Sementara Aksara hanya duduk diam di depan Dika bersama dengan kedua sahabatnya, Aldo dan Alfaro.

"Apa kabar Maria?" Tanya Aldo.

"Baik, kak. Maaf saya menganggu." Ucap Maria sungkan lalu menarik kursi di samping Dika.

Dika sangat mengenal Maria karena kedua orang tua mereka selalu terikat kerja sama dalam dunia bisnis, dan tak jarang keduanya ikut di setiap acara pertemuan antar perusahaan, jadilah Maria dan Dika bisa saling kenal dekat.

"Apa kabar kak Aksa." Sapa Maria sambil menunduk dan mengaduk makanannya.

"Baik." Ucap Aksa cuek seperi biasa.

"Kak Dika kapan pulang?"

"Semalam, bagai mana kabar orang tuamu?" tanya Dika ramah.

"Baik kak."

"Ngomong terus kapan makannya?" Celetuk Aksara sambil berlalu pergi, sementara Airin hanya diam.

"mau kemana Lo?" tanya Aldo, namun Aksara tak menjawab.

Dika hanya menatap kepergian sepupunya, Ia tahu jika Aksara sedang dalam suasana hati yang tidak baik.

"kenapa sih dia? Lagi PMS kali ya?" Tanya Aldo pada Dika dan Alfaro yang masih menikmati makanan mereka.

"Mungkin." Jawab Dika cuek.

"Kamu Airin kan anak baru disekolah?" Tanya Dika.

"Iya kak." Jawab Airin singkat lalu kembali meyuapkan somay ke dalam mulutnya.

"Sering di bully?"

Airin mengangguk. 

"Kamu hebat, ga menyerah."

"Dari mana kakak tahu?" Tanya Maria.

"Tahulah, biasanya tak sampai dua minggu pasti anak baru akan keluar dari sekolah ini."

Maria mengangguk mengiyakan.

"Aku bayar somay dulu ya." Pamit Airin.

"Eh! Biar gue aja, kan gue yang ajak elo makan." Kata Maria sambil beranjak pergi namun segera di cegah oleh Airin.

"Ga usah biar aku aja." Airin mendudukkan Maria kembali lalu berjalan menuju ke kantin sekolah.

"Permisi buk, mau bayar Somay di meja 6 sama bakso, es teh dua." Kata Airin sambil menyodorkan uang lima puluh ribuan.

"Udh di bayar neng." Ucap penjaga kasir

"Lho siapa yang bayar buk?"

"Itu siapa ya tadi... emh.. mas Aksara."

"Aksara?"

"Iya. Neng anak baru ya? Ibu baru lihat."

"Iya buk. Ya sudah kalau begitu terima kasih, permisi buk."

"Iya neng."

Airin mengaruk pelipisnya, Ia bingung harus bersikap bagai mana dengan Aksara. Apa dia harus diam saja tanpa mengucapkan terima kasih, atau dia harus menemui Aksara untuk berterima kasih?

Airin berjalan tanpa memperhatikan orang di hadapannya, hingga semangkok bakso hampir saja menguyur nya jika tidak ada seseorang yang menghalanginya.

"Aksara!"