Tiba di sekolah Aksara langsung berlari ke toilet dimana tempat Amanda Cs menahan Airin.
BraKKK!
"Ai...." tubuh Aksara merosot ke lantai, butiran sesal kini bergelayut di hatinya.
"Maaf.. maaf.. lagi – lagi gue Cuma bisa bikin lo terluka." Sesal Aksara.
Flashback On.
"Awas!" Teriak gadis kecil berkuncir dua seraya mendorong tubuh Aksara dari jalanan.
BRAAAKKK!
Tubuh gadis kecil itu terpental hingga beberapa meter, Aksara kecil hanya bisa berteriak histeris melihat temannya tergeletak di jalanan penuh dengan luka dan berlumuran darah.
"Ai... Ai..." Hanya kata – kata itu yang bisa keluar dari mulutnya.
Akibat dari kecelakaan itu Airin harus mengalami gegar otak dan tak sadarkan diri selama hampir satu bulan.
Flashback Off
"Ai..."
"Aku harus kerumahnya." Aksara berlari keluar gerbang sekolah, tanpa Ia sadari seseorang mengawasi gerak – geriknya selama di sekolah.
"Tuan Muda Aksara menangis di depan toilet tempat dimana Nona Airin terkunci, Tuan." Lapor orang itu pada Pak Tara.
"baiklah terima kasih." Pandangan Pak Tara menerawang jauh lalu menoleh pada putri semata wayang yang kini tertidur di sampingnya.
"Apa yang akan terjadi antara kamu dan Aksara ayah tidak akan ikut campur." Gumam Pak Tara.
Mobil yang di tumpangi oleh keduanya kini telah masuk ke halaman rumah sederhana tempat mereka merajut hari – hari bahagia.
Bu Fatma telah menunggu di teras dengan resah namun saat melihat mobil yang biasa di bawa oleh suaminya masuk ke halaman, hatinya mulai tenang. Apa lagi saat suaminya membuka pintu samping mobil dan mengendong tubuh anak perempuannya.
"Airin kenapa, Yah?" Tanya Bu Fatma begitu khawatir pada anaknya.
"Dia tidak kenapa – kenapa bu. Hanya kelelahan, tadi dia terkunci di toilet sekolah dan tak ada seorang pun yang tahu."
"Ya Ampun... bagai mana bisa terkunci yah?"
"lebih baik Ibu nanti tanya sendiri pada Airin, sekarang dia sedang tidur biar ayah bawa dia ke kamarnya, ibu tolong gantikan bajunya ya."
"Iya yah.."
Kedua orang tua itu lalu masuk ke dalam rumah kemudian masuk kedalam kamar sang putri.
Sementara Aksara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi ke rumah Airin, sesuai alamat yang di berikan oleh sang ayah.
Beberapa menit sebelumnya...
"Hallo. Pih.. bolehkan Aksa minta alamat Pak Tara?"
"Hm, untuk apa?"
"Sudah lah Pih, nanti Aksa ceritakan di rumah, sekarang berikan dulu alamatnya."
"Ok, papih kirim pesan."
"Ya pih."
Aksara langsung masuk ke dalam mobil dan melanjukan ke alamat yang di kirim oleh sangh ayag.
Beberapa menit kemudian mobil itu masuk ke dalam perumahan sederhana.
"Nomer D5, mana ya.." Gumam Aksara sambil menoleh kanan kiri melihat nomor rumah yang terpasang di setiap halaman rumah.
"Itu dia mobil papih... pasti itu rumahnya."
Aksara lalu segera turun dari mobil lalu melihat pada ponselnya dimana sang ayah telah mengirim alamat lengkap Airin.
"Ga salah lagi, ini rumahnya."
Tanpa ragu, Aksara lalu masuk ke dalam halaman, memastikan sekali lagi nomor rumah yang tertera pada dinding teras, lalu menekan bel yang berada di sisi pintu rumah.
TiNG Nong
Suara bel rumah berbunyi, Bu fatma yang hendak ke dapur mengurungkan niatnya dan berbelok arah menuju ke ruang depan.
"Selamat malam, Bu." Sapa Aksara sopan.
"Den Aksa.."
"Ibu mengingat saya?" Tanya Aksara sedih.
"Ya jelas ingat, ayo masuk ayah Airin sedang mandi."
Aksara mengangguk lalu ikut masuk ke dalam rumah setelah Bu Fatma membukakan pintu lebar – lebar.
"Tunggu sebentar ya, pasti kamu ada perlu dengan ayah Airin kan?"
Bu Fatma tidak mengetahui jika Aksara juga turut andil dalam drama Airin dan Amanda Cs.
Aksara lagi – lagi hanya mengangguk lalu duduk di sofa ruang tamu.
Tak lam kemudian, Pak Tara datang ke ruang tamu. Sebetulnya Pak Tara telah mengetahui niat Aksara datang ke rumahnya. Pak Tara tahu jika Aksara bukan anak yang tidak bertangung jawab dia selalu akan mengakui setiap kesalahan yang Ia perbuat.
"Den Aksa, ada apa malam – malam begini datang ke rumah saya? Papi baik – baik saja kan?" Tanya Pak Tara mengawali pembicaraan.
"Aksa yakin papi baik – baik saja, Pak. Saya kesini untuk..." Aksara ragu untuk menyampaikan permintaan maafnya, untuk kesekian kalinya Ia harus menghadap Pak Tara untuk meminta maaf atas perbuatannya yang menyebabkan Airin celaka.
"Untuk..." Pak Tara seolah bertanya.
"Untuk meminta maaf pada Airin dan Pak Tara."
"Kenapa meminta maaf?"
"Karena sesungguhnya..."
"Ehm.."
"Sesungguhnya saya juga turut andil atas kejadian Airin terkunci di toilet." Ucap Aksara psaada akhirnya.
Pak Tara menautkan keningnya, "Maksud Den Aksa bagai mana?"
"Tadi disekolah saya melihat Airin bersama papih, saya kira Airin adalah salah satu gadis yang selalu mengejar – ngejar papih, lalu teman Aksa mengunci Airin di dalam toilet, saat Airin berteriak minta tolong saya yang mendengar, tapi karena saya sedang kesal dengan Airin akhirnya saya diamkan saja. Sampai sekarang. Tolong maafkan saya Pak Tara."
Pak Tara menarik nafas panjang, "Sudahlah jangan semua sudah berlalu, lagi pula Airin tidak apa – apa, dia hanya kehausan dan kelaparan, namun saya harap Den Aksara tidak mengulanginya lagi, siapapun yang meminta tolong entah itu musuhmu atau kawan baikmu, tolong lah dia. Karena ketika seseorang sudah emminta tolong, berarti dia memang sedang kesulitan."
"Ya Pak tara, saya akan menjadi kan ini sebagai pelajaran."
"Bagai mana sekarang keadaan Ai..."
"Ai...? memangnya Den Aksa mengingat Ai?"
"Saya selalu mengingatnya, namun selama ini papih melarang saya untuk menemui Airin, saya punsadar diri jika karena saya, Ai sering mengalami celaka, seperti saat ini." Ucap Aksa dengan menunduk.
Pak Tara tersenyum, "Kamu salah Den Aksa, apa yang terjadi pada Airin bukan karena Den Aksa, tapi semua sudah takdir. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri."
"saya berjanji tidak akan menganggu Airin lagi."
"Memangnya selama ini Den Aksa menganggu Airin? Karena Airin tidak pernah mengatakan apapun pada saya, bahkan dia berkata jika terkuncinya dia di dalam toilet karena kesalahannya sendiri bukan karena siapapun."
Aksara mendongak Ia begitu terkejut betapa hati Airin tidak pernah berubah selalu baik pada siapapun.
"Lagi pula kalau ada yang menganggu Airin, saya yakin Airin dapat menangani dengan baik."
Aksara masih terdiam, gadis kecil yang selalu Ia rindukan dan khawatirkan ternyata kini ada di depan matanya namun karena kebenciannya dengan wanita yang sok lugu dan sok cantik menjadikan Aksa gelap mata, menganggap semua perempuan sama di matanya, hanya Airin kecil yang tulus dengannya. Namun Ia tak menyadari jika perempuan yang ia benci adalah Airin kecilnya.
"Bolehkan saya melihat keadaan Ai? Saya janji tidak akanmenganggu tidurnya, saya hanya ingin melihatnya saja."
Pak Tara tersenyum lalu mengangguk, "mari saya antar ke kamarnya."
"Terima kasih Pak.."
"Den Aksa boleh saya menanyakan sesuatu?" Tany pak Tara seraya berjalan beriringan menuju ke kamar Airin.
"Silahkan pak."
"Kenapa kamu begitu menyayangi Airin kecil?"