"Apa kamu sudah meminta maaf pada Pak Tara dan Airin, Nak?" Tanya Tuan Marcelo pada sang putra.
"Sudah, Pi."
"Lalu mengapa wajahmu masih nampak kusut seperti ga mandi satu tahun." Tuan Marcelo menatap wajah Aksara yang menunduk sendu.
Aksara yang duduk tepat di hadapan sang ayah hanya bisa menunduk namun tiba – tiba saja air matanya menetes membuat Tuan Marcello kebingungan, Apa dia salah bicara?
Tuan Marcello menarik nafas panjang, "Come On Boy, kita itu laki – laki mengapa harus menangis hanya karena masalah perempuan?" Sang ayah bukan tidak ingin anaknya itu menangis namun Ia begitu geli melihat Aksara yang biasanya pecicilan kini menangis tertunduk sendih di hadapannya. Selama ini mereka berdua adalah partner yang luar biasa dalam segala hal.
"Papih, mulai hari ini aku akan menjauhi Airin." Ucap Aksara, tentu perkataan yang baru saja meluncur itu menjadi perhatian serius untuk tuan Marcello hingga laki – laki paruh baya itu menaut ken kedua alisnya.
"Maksud kamu apa, Son?"
"Airin selalu dalam bahaya jika berada di dekatku. Baik dulu maupun sekarang dia selalu terluka karena aku. Bahkan dia cacat karena aku ayah, dan sekarang aku membuat kesalahan lagi hik hik.." Aksara menunduk dan bahunya bergetar hebat menandakan kesedihan yang sangat dalam.
Tuan Marcello terdiam, Ia sangat tahu bagai mana perasaan putranya terhadap Airin. Tuan Marcello tidak bermaksud memisahkan Aksara dengan Airin selama ini, namun hal inilah yang Ia takutkan. Aksara akan menyalahkan dirinya sendiri terhadap apa yang terjadi pada Airin.
"Nak, apa kamu tahu jika kedua orang tua Airin tidak pernah menyalahkanmu bahkan mereka sangat menyayangimu?"
Aksara masih terisak namun kepalanya mengangguk.
"Lalu mengapa kamu bersikap seperti ini?"
"Aku tidak ingin Airin celaka papi, Aku hanya membawa sial untuk Airin."
"Apa menurut mu Airin berpikir seperti itu?"
Aksara terdiam, Ia pun sebenarnya tak tahu bagai mana jika Airin tahu tentang dirinya. Jika Aksara kakak kelasnya yang sering berselisih dengannya bahkan mengerjainya adalah sahabat dimasa kecil
Sementara Airin yang membuka matanya setelah kepergian Aksara, hanya diam melamun di ujung kamarnya.
"Maaf Aksara." Gumam Airin.
Airin mengingat dengan jelas bagai mana Aksara berteriak histeris saat melihat kakinya tak lagi kuat untuk menumpu tanah akibat kecelakaan yang dialami Airin.
"Papih ini semua salah Aksa! Salah Aksa!" Teriak Aksara kala itu dan kata – kata itu terus saja terngiang dengan jelas bahkan mengiris hati Airin kecil hingga menangis dan baru terdiam saat keduanya saling memeluk satu sama lain.
"Jangan nyalahin diri kamu lagi, Aksa! Ini salah mobil itu bukan salah kamu." Ucap Airin kecil saat itu membuat Aksa menganggukan kepala namun di hatinya tetap menyalahkan dirinya sendiri.
"Jika aku tahu ada kamu disekolah itu, lebih baik aku tidak ikut pindah ke sini bersama Ibu dan ayah. Aku tak ingin melihat mu menangiskarena aku Aksa." Gumam Airin.
*****
Hari ini Airin masuk sekolah seperti biasa, dengan senyuman manis Ia melangkah masuk ke dalam gedung sekolah. Seperti biasa tak ada yang berani menyapa nya. Namun tiba – tiba saja ada sepeda motor lewat disampingnya dan hampir menabraknya jika seseorang tak menahan tubuh kecil itu.
"Auh!" Jerit Airin yang kaget.
"Maaf."
"Tidak apa – apa." Ucap Laki – laki yamg baru pertama kali ini Airin lihat.
Sementara tak jauh dari Airin dan laki – laki itu berdiri, Aksa menatap mereka dengan wajah yang sulit di artikan.
"Hampir aja Lo nyelakain Airin." Ucap Alfaro pada Aldo.
"Ga sengaja gue. Tadi ada kucing Pak Kardi lewat jadi keder gue nya." Jawab Aldo.
Kedua sahabat itu terdiam saat melihat Aksara menatap tak berkedip pada suatu objek, kemudian mereka mengikuti kemana arah mata Aksara sedang terfokuskan.
"Dika!" Teriak keduanya saat menyadari siapa laki – laki yang bersama Airin.
"Kapan bocah itu pulang dari LA?" Tanya Alfaro entah pada siapa.
"Eh! Kok kamu ga bilang kalau Dika udah pulang dari LA?" Tanya Aldo pada Aksara.
"Penting?" Jawab Aksara lalu meninggalkan mereka berdua.
"Woy! Tunggu!" Aldo dan Alfaro lalu mengejar Aksara yang sudah berjalan ke lorong sekolah menuju kelas mereka.
"Aksa!" Teriak Amanda dengan senyuman ceria.
Aksa menoleh dengan malas dia tatap perempuan cantik yang berlari kecil mendekatinya.
"Terima kasih, bingkisannya aku sudah aku terima kemarin, aku suka sekali." Ucap Amanda dengan binar bahagia.
"Sudah?" Tanya Aksa.
"Ehm..." Amanda bingung mau melanjutkan kata – katanya karena Ia berharap Aksara akan merespon ucapannya, namun apa yang terjadi kini? Aksa masih saja cuek dan terlihat biasa saja.
"Maaf gue harus ke kelas." Selesai mengucapkan itu Aksa kembali berjalan tanpa menoleh lagi, begitu juga dengan kedua sahabatnya yang sedari tadi berusaha menyamai langkah panjang Aksara.
"Busyet tuh bocah! Moodnya bener – bener lagi kacau." Kata Aldo.
"Tapi kenapa?" Tanya Alfaro.
Aldo hanya mengendikkan bahu karena tak mengerti juga dengan sebenarnya apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.
"Apa karena Dika pulang?" Tebak Alfaro.
"Seperinya tidak mungkin karena mereka selama ini selalu bersama dan tak pernah terlibat konflik apapun." Jelas Aldo yang diangguki oleh Alfaro.
"Tapi tar dulu dah.." Aldo mengerutkan dahi seolah berpikir.
"Kenapa lagi?"
"Tadi Dika bersama siapa di gerbang sekolah?" Tanya Aldo meyakinkan diri.
Alfaro nampak berpikir, "Dengan Airin."
"Apa mungkin Aksara cemburu?" Ujar Aldo
TAK!
Jitakan di kepala Aldo membuatnya meringis.
"Ngomong apa Lo?" Tanya Alfaro tak habis pikir dengan pikiran Aldo.
"Ya kali... Benci itu tetanggaan deket sama cinta Bro." Sahut Aldo.
"Hah!" Alfaro membuang nafas kasar lalu meninggalkan Aldo dengan pikiran anehnya.
Menurut Alfaro terlalu dini untuk menyimpulkan perasaan Aksara saat ini, karena Alfaro tahu siapa gadis yang selalu Aksara nantikan. Walau Alfaro tak tahu jika Airin lah perempuan itu.
Sementara Aksara yang baru masuk ke dalam kelasnya langsung di sambut senyuman hangat oleh saudara sepupunya, Dika. Tanpa Dika tahu jika Aksara sedang berada pada Mood yang tak menentu.
"Aksa." Panggil Dika ramah seperti biasanya.
"hai." Aksara menyambutnya dengan sedikit murung, hal ini tentu saja membuat Dika menjadi heran.
"Ada masalah?" Tanya Dika sambil duduk di samping Aksara.
Aksara mengeleng, "Ga ada, gimana Nyokap Lo dah baikan?"
Dika mengangguk. "Ya sudah mendingan berkat doa lo juga."
"Syukurlah, padahal gue sama papi mau nyusul kamu ke LA kalau hari ini Lo ga balik."
Dika tersenyum Ia sangat paham tentu Om dan sepupunya ini sangat menghawatirkannya, bagai mana tidak selama beberapa tahun belakangan ini Dika tinggal di Indonesia dan tempat tinggal mereka hanya terpisah dinding pagar, alias mereka bersebelahan.
"Di sekolah kita ada anak baru ya..."
"Kenapa?"Tanyab Aksara penasaran dengan respon Dika setelah tadi bertemu dengan Airin.
"Cantik."