Chereads / JANGAN DENDAM, JIKA RINDU / Chapter 26 - Ketidaksengajaan Yang Dinikmati

Chapter 26 - Ketidaksengajaan Yang Dinikmati

Bia mengambil seember air yang kebetulan ada di pojokan taman. Disiramkan air itu ke arah gagak. Bukan hanya gagak yang basah kuyup. Sekujur tubuh Cherry pun ikut basah. Burung gagak itu pergi. Bia melepas jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Cherry.

"Sorry, baju lo jadi basah, pake ini!"

"Aww ...."

Bia merobek ujung kaosnya untuk membalut luka di kening Cherry.

"Lo mau ngapain?"

"Lo mau diserang gagak yang lain?"

"Ya enggak lah! Sakit tau!"

"Dahi lo luka, buat sementara pake ini aja, nanti di rumah gue ganti pakai kasa. Ayo pulang, pasti mobil lo udah beres."

"Gue tunggu sini aja. Malu."

"Yaudah, hati-hati ya. Kalo ada gagak lagi, pakai kayu aja, di sabetin!"

"Iya, buruan!"

Bia meninggalkan Cherry di pinggir pintu taman. Lima belas menit kemudia Bia kembali dengan mobilnya yang sudah kembali normal.

"Cherry ... Cherry, lo punya rahasia apa sih sebenernya. Ini aneh banget. Gue yakin, bukan karena nyamuk, darah lo emang hitam. Bahkan burung gagak aja tertarik nyium aroma darah lo. Padahal, di Jakarta begini, susah loh kalo sengaja-sengaja nyari gagak. Gue akan cari tau sendiri."

Tiiit ... tiit ...

"Lama banget!" oceh Cherry.

"Iya, kan bukan bengkel pribadi. Ayo, naik. Keburu gagak nyerang lo lagi!"

"Ih ... ngawur kalo ngomong!"

"Cepetan! Masih sakit ga?"

"Ya lo pikir aja sendiri."

Tak tega sebenarnya Bia, melihat kekasih hatinya menyimpan beban hidup yang begitu berat dan sangat rumit. Terlebih jika semua itu berasal dari dirinya.

"Nak ... kenapa dahimu?" tanya Mami kaget dengan penampilan Cherry yang jauh dari kata layak.

"Ga apa-apa, Mi. Tadi Cherry jatuh ke kubangan."

"Benar begitu, Bi?"

"I-Iya Mi."

"Ah ... sini Mami obatin."

"Emm ... gausah Mi. Biar Bia aja di kamar, iya kan Bi!"

"I-Iya."

Bergegas Cherry mendorong Bia ke lantai dua menuju kamarnya.

"Heh, awas lo sampe bocor!"

"Tenang, gue bukan tipe cowok ember, kok!"

"Ambilin baju ganti sam handuk di lemari, Bi!"

Bia salah tingkah membuka lemari baju Cherry dan mencarikan pakaian ganti untuknya.

"Duh ! Gue jadi deg-degan gini sih!" batin Bia.

"Bia!"

"Iyaaaa ... bawel!"

Setelah berganti baju, Cherry duduk di depan meja riasnya. Memperhatikan luka bekas patukan burung gagak di taman tadi.

"Kenapa burung gagak itu nyerang gue ya?"

"Aduh!" lanjutnya sambil meringis kesakitan karena menahan perih.

Bia tidak diizinkannya menyentuh luka itu lagi. Bukan tanpa alasan, tapi ketika Bia menyentuhnya sewaktu membalut lukanya tadi, Cherry mendapatkan sensasi panas di sekitar luka itu.

"Sini gue bantu!" tawar Bia. Dia tidak tega melihat Cherry kesusahan membersihkan lukanya.

"Jangan!"

Bia terpental.

Bruk! Menabrak lemari bajunya.

"Aduh!" rintih Bia.

"Gue bilang juga apa, jangan, ya jangan!"

"Lo! Lo ... harus hati-hati sama kekuatan lo Cher! Selain gue, siapa lagi yang tau soal ini?"

"Lo yang satu-satunya tau!"

"Lo harus hati-hati sama kekuatan lo. Bahaya banget. Yang gue rasain, tiap hari kekuatan lo makin besar. Iya enggak?"

"Hm!"

"Terus, lo ga nyoba buat cari tau datengnya dari mana atau ... cara ngilangin kekuatan itu gimana?"

"Ga bisa?"

"Maksudnya?"

"Gue udah bilang, semua ini karena lo yang tiba-tiba hadir dalam kehidupan keluarga gue. Kekuatan itu dateng dengan sendirinya. Kakek buyut gue yang ngasih. Dan ini ga bisa hilang, sebelum dendam gue tuntas."

"Jadi lo mau bunuh gue?"

"Terserah lo!"

"Tapi lo ga bisa diemin aja, Cher!"

"Terus gue harus ngapain?!"

Brak! Cherry menggebrak meja riasnya hingga kacanya retak karena getaran dari tangannya.

"Cherry! Stop!" teriak Bia.

Entah sengaja atau tidak, Cherry mengarahkan pecahan kaca itu ke sekitar Bia. Dan ... darah segar otomatis menetes perlahan. Bia mencabutinya satu per satu pecahan yang masih menempel di bagian tubuhnya. Cherry antara sadar dan tidak, dia hanya menyaksikan Bia yang merintih kesakitan. Tidak ada rasa iba ataupun kasihan. Cherry hanya menatap dengan perasaan puas.

"Gue numpang kamar mandi," ucap Bia.

Cherry membiarkan Bia berlalu. Ketika itu juga, kesadarannya kembali. Ternyata begitu mudahnya mengembalikan kesadarannya. Setelah puas menyakiti Bia, maka, sekejap saja kesadarannya akan segera kembali. Bia kembali, dia mendekap Cherry, erat.

"Cher ... gue suka sama elo, gue cinta. Seberapa sakitnya, gue ga akan ninggalin elo, sedetikpun!"

"Lo gila? Kalo lo terus sama gue, gue akan semakin sering membuat lo sakit. Bahkan lebih dari ini, Bi!"

"Gue rela!"

"Dasar sinting!" ungkap Cherry.

Melihat luka di dahi Cherry sudah terbalut rapih, Bia meninggalkan kamar itu tanpa pamit.

"Kemana lo?" tanya Cherry.

"Ngilang!" jawab Bia sekenanya.

Ternyata ada Papi di dapur. Otomatis ia melihat jelas noda darah di baju Bia, juga luka bekas pecahan kaca.

"Bia!" Papi berteriak histeris.

"Aku ga apa-apa. Aku masuk ke kamar dulu, Pi."

"Stop! Papi liat dulu!"

Lima menit Papi membolak balikan badan Bia. Diamatinya luka bekas pecahan kaca itu. Tidak sengaja, mulut Papi meringis, seperti ikut merasakan perihnya.

"Kenapa ini, Bi?"

"Ga apa-apa Papi!"

Bia mencoba menghindari Papi. Ia tidak punya alasan untuk membohongi Papi masalah lukanya.

Klek ... klek!

Bia mengunci pintu kamarnya dari dalam. Membersihkan lukanya dengan antiseptik yang ada.

"Haduh Cher! Kenapa gue bisa punya istri monster begini sih. Belum ada sebulan gue nikahin elo. Nyawa gue udah beberapa kali dalam bahaya. Jika semua ini emang karena gue, maka udah pasti gue juga yang harus ngembaliin kenormalan lo Cher, gue janji!"

"Mencintai elo adalah ketidaksengajaan yang gue nikmati!" gumamnya.

***

"Sampai kapan pun, gue ga akan pernah mencintai lo Bi. Bukan karena lo ga baik, tapi karena lo hadir sebagai anak Melani, wanita yang menjadi selingkuhan Papi. Begitu juga dengan Papi, entah akan seberapa besar dosa-dosa Cherry ke Papi, karena akan semakin sering membantah semua omongan Papi. Selama Papi terus memihak Bia, selama itu juga sikap gue akan biasa aja ke Papi. Jangan salahkan Cherry jika semua akan terasa dingin. Papi yang udah memulai lembaran penuh luka ini."

Cherry merebahkan dirinya di kasur empuk dengan selimut bulu kesayangannya. Angannya menerobos jauh di awang-awang. Membayangkan setiap pertengkaran yang akan silih berganti. Meski dia bisa menerawang sebuah kejadian di masa depan. Tapi dia sulit mengendalikan diri agar kejadian buruk tidak benar-benar terjadi. Ketika semua sudah sampai waktunya, Cherry sungguh lepas kendali. Raga dan jiwanya seolah dikuasai seluruhnya oleh mahluk astral dan mahluk lainnya yang kini menyatu dalam dirinya. Belum lagi jiwa Goldi yang sengaja ia tanamkan di dalam dirinya. Beberapa kali, mereka bertengkar di dunianya yang melibatkan raga Cherry ikut terdampak. Tidak ada yang bisa Cherry lakukan kecuali mengikuti irama yang mereka ciptakan.

"Jujur gue capek dengan ini semua. Tapi mau gimana lagi, mungkin ini konsekuensinya. Seperti biasa, gue harus menyelesaikan apa yang udah gue mulai."