"Selamat siang, kami dari kantor kepolisian Praja 5 ingin melakukan penangkapan atas nama saudara Bia."
"Tunggu, tunggu, atas dasar apa penangkapan ini?"
"Berikut surat tugasnya."
Papi membaca surat itu dengan teliti, sepertinya sangat terkejut dengan tuduhan atas pembunuhan sopir taxi online tempo hari.
"Ini salah besar! Saya saksinya, kami datang bersama. Justru Bia yang menolong anak saya yang menjadi korban pelecehan sopir taxi tersebut. Siapa yang membuat laporan?"
"Kami mempunya bukti kuat. Ada sidik jari yang cocok dengan saudara Bia, yang kami temukan di TKP. Satu-satunya bukti kuat yang mengarah terhadap kasus pembunuhan tersebut."
"Tidak!"
"Silahkan Bapak jelaskan di kantor polisi nanti!"
Polisi memborgol kedua tangan Bia. Tidak ada perlawanan dari Bia. Dia sudah mempunyai persiapan, setelah Cherry memberikan penjelasannya kemarin. Bia yakin, dia akan segera bebas. Karena memang bukan dia yang bersalah. Meskipun begitu, Bia tidak mungkin membeberkan kebenaran bahwa Cherry lah pelakunya. Selain tidak ada bukti yang mengarah padanya, karena cintanya pada Cherry yang membuatnya selalu ingin melindungi Cherry dalam kondisi apapun.
"Tenang, Pi. Aku tidak akan mendekam di sel. Aku ga bersalah dalam kasus ini!"
Papi melepas Bia dengan dada yang begitu sesak. Dia segera mengambil kunci mobil dan menyusul Bia di kantor polisi.
"Kemana, Pi?"
"Bia ditangkap polisi gara-gara kasus sopir taxi yang tewas kemarin, Mi. Bia dituduh sebagai pelakunya."
"Kalo emang Bia ga bersalah, dia akan segera pulang. Papi ga usah lebai!"
"Cherry! Harusnya kamu yang memberi kesaksian. Sebab, Bia yang datang menolongmu. Kamu tau kejadian yang sebenernya. Apa kamu mau diem aja, mau Bia ditahan?"
Cherry hanya terdiam, Papi terlalu emosi untuk ditanggapi. Dan itu sudah biasa untuk Cherry. Sebenarnya Mami juga tidak begitu tega melihat Bia dibawa ke kantor polisi. Dia tau, Bia yang sudah menyelamatkan putrinya saat itu. Andai tidak ada Bia, mungkin Cherry tidak dalam kondisi seperti saat ini.
"Cher ... apa kamu ga mau ikut sama Papi?"
"Mami nanya apa nyuruh?"
"Mami yakin, kamu punya pilihan yang terbaik."
Setelah Papi pergi, Mami masuk ke kamarnya. Cherry tertawa jahat menyambut kemenangannya.
"Ini terlalu mudah. Dunia ini terlalu berpihak sama gue!"
Cherry menggeleng-gelengkan kepalanya hingga bunyi gemertak sendinya terdengar begitu mengerikan. Cherry yang masih merayakan kemenangan kecilnya, meraih sebuah gelas tinggi yang berisi es soda. Di remasnya gelas itu hingga pecah. Beberapa pecahan gelas menancap di telapak tangannya. Sama sekali tidak merasakan sakit atau perih. Cherry bangkit dan memanggil bibi pembantu, "Bi, tolong bersihkan pecahan gelas ya, di depan!"
Bibi membersihkannya dengan cekatan dan hati-hati.
"Loh ... perasaan tadi aku ga denger ada gelas jatuh, kapan pecahnya?"
***
Papi sudah berada di Praja 5. Dia memberi kesaksian bahwa Bia tidak terlibat dalam kasus itu. Namun, polisi merasa belum cukup untuk membebaskan Bia. Terpaksa, malam itu, Bia menginap di bui, sampai saksi dan bukti yang lebih kuat di kantongi pihak kepolisian.
"Tapi Pak, saya ga bersalah loh!"
"Ya, tunggu dulu, sampai bukti dan saksi-saksi yang kami butuhkan cukup untuk membebaskan kamu."
Bia mengganti bajunya dengan baju khas berwarna orange. Malam yang paling buruk sepanjang hidupnya. Tidak pernah terlintas sedikit pun, ia akan meringkuk di balik jeruji besi. Terlebih, bukan karena kesalahannya sendiri.
"Ma ... aku minta maaf, aku sungguh ga bersalah dalam hal ini. Mama pasti sedih liat aku tidur di sini!"
Bia menitikkan air mata. Bia tidak menyangka dia benar-benar meringkuk di dalam sel.
"Ternyata, Cherry benar-benar tau hal ini akan terjadi. Apa setelah ini dia akan berubah? Apa dia merasa puas dan menang setelah aku mendekam di sini."
Bia tertawa dalam tangisnya. Ini sungguh menyedihkan.
"Apa gue udah jatuh cinta pada orang yang salah?"
Lantai yang dingin membuat Bia tidak bisa terpejam. Memang Bia bukan berasal dari keluarga yang kaya raya seperti halnya Cherry dan keluarganya. Tapi, sejak kecil, almarhum mamanya berusaha mencukupi kebutuhan mereka. Mulai dari makanan hingga tempat tinggal dan pakaian yang layak untuk Bia. Beruntung, saat itu tempat tinggal mereka sudah di jamin oleh Wilson, papi kandung Cherry.
Papi tiba dirumah dengan wajah tertekuk.
"Loh, Bia mana?"
"Bia nginep di sana, Mi!"
"Mmm ... kalo Cherry mau bersaksi, Papi rasa, Bia bisa dibebaskan."
"Cherr ... kali ini aja. Tolongin Bia, kamu berhutang budi loh sama dia."
Cherry hanya terdiam, dia tidak menolak atau mengiyakan permintaan orangtuanya. Semalaman Cherry memikirkan hal tersebut. Dia membayangkan Bia yang bertubuh kekar dan berkulit kuning langsat, tidur meringkuk di atas lantai beralaskan tikar.
"Ah Bia ... nasib lo sungguh malang. Lo yang udah nolongin gue, malah berakhir di sel."
Cherry bergumam, terbahak-bahak setelahnya. Malam itu terasa begitu panjang. Cherry tak melewatkan semenit pun untuk terpejam. Dia benar-benar terjaga sepanjang malam. Wajahnya kumal begitu pagi menjelang. Berkantung dan hitam tentunya.
"Cher ... kamu pucet banget!" seru Mami kaget dengan penampilah Cherry yang tidak seperti biasanya.
"Cherry ga bisa tidur semaleman, Mi."
Mami mengangguk lalu bertanya, "Kamu mau kemana sepagi ini?"
Tapi Cherry mengabaikan pertanyaan maminya dan langsung pergi tanpa permisi. Dengan kesadaran yang tidak sempurna, akhirnya Cherry sampai di Praja 5 dengan selamat.
"Saya mau memberi kesaksian atas kasus tewasnya sopir taxi online itu, Pak."
"Oh ... jadi Anda yang bernama Cherry, korban kasus asusila yang dilakukan oleh sopir tersebut?"
"Iya benar, Bia bukan yang membunuhnya, dia datang setelah saya dan sopir itu tidak sadarkan diri. Bia yang menolong saya. Dia suami saya."
"Kami menemukan sidik jari yang cocok dengannya di TKP."
"Saya yang menyaksikan dengan mata kepala sata sendiri. Pria brengsek itu kena serangan jantung. Bukan karena dibunuh oleh Bia. Apa Anda menemukan kekerasan pada tubuhnya?"
"Tidak ada. Jadi ini murni sakit, ya?"
"Silakan lakukan pemeriksaan pada jasadnya."
"Baik. Anda bersedia menunggu di sini sementara waktu? Sampai hasil visum keluar."
"Tentu."
Cherry menunggu hasil pemeriksaan polisi di ruangan khusus. Karena mengantuk dan lelah, Cherry tertidur di kursinya.
***
3 jam kemudian ....
"Cher ...."
Bia memeluk Cherry dari belakang. Cherry yang masih tertidur, kaget dan siap dengan kepalan tangannya. Beruntung wajah Bia tak menjadi sasarannya.
"Lo bebas?"
"Makasih, ya?"
"Bukan karena gue, lo bisa bebas karena emang bukan lo yang bersalah!"
"Tapi, kuncinya ada sama elo!"
"Mami yang minta."
Bia menggenggam tangan Cherry kuat-kuat. Mereka pulang berdua.