Chereads / JANGAN DENDAM, JIKA RINDU / Chapter 36 - Bau Darah

Chapter 36 - Bau Darah

Hati Cherry dongkol dengan penolakan Bia.

"Udah bagus, gue baik-baikin, malah songong nih anak!" batinnya.

"Aw ... aw ... aw!"

Dengan sengaja Cherry menyenggol lengannya dan otomatis mengguncang perut Bia.

"Yang sakit perut kan, bukan lengan!"

Dengan nada sengit, ia menirukan gaya bicara Bia.

"Iya, tapi ga sengaja nyenggol gitu kali."

"Halah, lemah!"

Mereka berdua segera naik taxi dan pulang. Merasa ada yang aneh, Bia menyuruh sopir itu untuk menepikan mobilnya.

"Pak, berhenti sini aja!"

Namun, si sopir terus saja melajukan mobil itu, bahkan lebih kencang dari sebelumnya.

"Pak!"

Syiiiiit ....

Mobil itu berhenti mendadak di depan sebuah area persawahan. Dia mengeluarkan sebuah botol semprotan dan menyemprot sesuatu ke arah belakang. Cherry dan Bia terbatuk-batuk. Mereka kesusahan bernafas dan hampir tak sadarkan diri. Bia mulai lemas dan akhirnya pingsan. Beda dengan Cherry, tubuhnya terlalu kuat untuk pingsan secepat itu. Tentu saja, ada berapa mahluk yang hidup dalam dirinya. Meski lebih sering merugikan, tapi kali mereka serentak berpihak pada Cherry. Kali ini, dia berpura-pura pingsan dan mengikuti permainan si begundal itu. Dalam hatinya menggerutu, "Kenapa malem ini gue apes banget sih, sayangnya gue lagi ga tertarik buat nganter nyawa orang!"

Sopir itu mulai menggerayangi tubuh Cherry dan Bia. Mencari-cari sesuatu di kantong mereka. Hanya ada ponsel Cherry dan Bia.

"Halah, keliatannya pada keren, nyatanya kere! Tapi, lumayan lah. Daripada ga sama sekali."

Sopir mengantongi ponsel milik Bia. Kali ini tangannya mulai beraksi di tubuh Cherry. Tak sabar, terpaksa Cherry mengeluarkan jurusnya sekadar untuk memberinya pelajaran.

Klek!

Terdengar seperti patahan benda keras yang disengaja. Rupanya Cherry mematahkan salah satu jari sopir itu. Dia menjerit dan mengerang kesakitan. Sudah, sebatas itu saja Cherry memberinya pelajaran.

"Heh, dengerin gue ya! Lo kerja nyari nafkah buat keluarga lo kan? Nyari nafkah tuh yang bener, bukannya ngerampok orang kayak gini. Untung aja nyawa lo ga melayang! Sekali lagi gue naik mobil lo ini, nyawa lo yang gue patahin!" Cherry mengancam dengan mata yang berubah merah

Sopir ketakutan bukan main. Keluarlah air hangat dari bagian bawah kakinya, menyeruak, memenuhi aroma mobil.

"Loh kok ka-kamu bi-bisa sa-sadar?!"

Suaranya terbata-bata. Antara ketakutan dan tidak percaya.

"Kenapa? Lo ga percaya gue ga ikut pingsan?"

Cherry keluar dari mobil itu dengan menopang dan setengah menyeret badan Bia yang lebih besar darinya. Terpaksa ia meletakan tubuh Bia yang masih belum sadarkan diri di trotar, di letakannya begitu saja, tanpa alas. Kemudian, Cherry duduk di tepian trotoar. Menunggu hingga Bia tersadar. Tidak mungkin Cherry menggendongnya.

"Bia ... cepetan lo sadar ngapa? Gue udah kayak cewek apaan begini. Tengah malem, sendirian, di tepi jalan. Mana baju gue begini lagi!"

Sekitar lima belas menitan, Bia sadar. Kepala terasa nyut-nyutan, mungkin karena efek spray yang barusan dia hirup.

"Beeh ... tidur apa pingsan, Bi!"

"Astaga, gue baru sadar langsung dikata-katain. Ya lo bantuin apa kek, bikin nafas buatan atau apa gitu loh!"

"Ish!"

"Aduh, sopir gendeng itu mana? Lo udah bunuh dia ya?"

"Ngawur aja, emang gue gadia berdarah dingin."

"Bukan sih, lebih dari iti sebenernya."

"Haish! Jangan mancing lah Bi, hue cekek lo!"

"Bantuin gue bangun Cher, ayo pulang, badan gue nyeri semua rasanya." Bia berdiri sambil memegangi perutnya, sambil meringis dia berkata," Aduh, luka gue perih amat ya?" Lalu memeriksa perutnya dengan mengangkat bajunya.

Ternyata, darahnya merembes, barangkali jaitannya sedikit terbuka saat Cherry menjatuhkan tubuh Bia dari mobil. Tapi, dia tidak merasa takut apalagi bersalah. Seolah tidak terjadi apa pun, sesampainya di rumah, dia melenggang santai masuk kamarnya. Tidak menyadari ada Bia yang mengikutinya dari belakang.

"Eh ... ngapain lo?" tanyanya begitu melihat Bia yang menyerobot masuk ke kamarnya.

"Malem ini gue mau tidur di kamar ini. Boleh kan? Boleh dong! Kita suami istri!"

Tanpa persetujuan Cherry, Bia langsung mengambil alih sebagian kasur Cherry. Cherry pun enggan berkomentar. Sepertinya dia terlalu lelah untuk berdebat.

"Bi, lo jangan ngelewatin batas ini loh!" Sambil menata sebuh guling di tengah-tengah kasur mereka.

"Iya."

"Lo jangan macem-macem kalo gue tidur."

"Lo ga mau bantuin ganti perban gue dulu, sebentar aja. Sebelum gue kehabisan darah."

Karena Bia terus merengek, terpaksa Cherry mengambil sebuah kain kasa untuk mengganti perban Bia. Dengan telaten Cherry membersihkan luka itu kemudian mwngganti dengan perban yang masih bersih. Perban yang sebelumnya menempel di perut Bia sudah penuh dengan darah. Bahkan, perban itu sampai meneteskan beberapa tetesan darah segar dari perut Bia.

"Kayaknya luka lo cukup lebar deh."

"Udah biarin aja, gue ga akan bergerak sedikit pun sampai besok pagi. Biar ga tambah lebar. Lo harus ngelayanin gue pokoknya. Gue begini kan gara-gara nolongin lo juga!"

"Ck ...."

Setengah jam kemudian, Bia sudah tertidur. Sepertinya matanya benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi lagi. Bahkan luka di perutnya pun diabaikannya. Belakangan tubuhnya sering terkoyak. Sebelum ini, kepala bagian belakangnya terbentur hingga hampir gegar otak, malem ini perutnya sobek. Sepertinya Bia mempunyai nyawa cadangan. Beberapa kali nyawanya hampir melayang di tangan Cherry, tapi selalu saja gagal. Cherry mulai memejamkan matanya. Baru saja dia terpejam, jiwanya sudah terbang menembus batas alam manusia normal. Ditemukannya sosok yang ia kenal. Dia adalah kakek buyutnya.

"Kakek buyut! Aku capek, bisakah aku bebas? Hiduo normal seperti dulu?"

"Tidak bisa! Jiwamu sudah terikat oleh roh jahat. Dalam tubuhmu sudah banyak tersimpan aura kegelapan. Hanya hatimu yang bisa mengendalikan kekuatan jahat itu."

"Kalo begitu lepaskan selongsong peluru itu! Ini sangat menyiksaku, Kek!"

"Itu bukan pemberianku, kamu mendapatkannya sendiri dan kami juga yang sudah menanamnya sendiri. Jika kakek terawang, dia betah berada dalam tubuhmu."

"Kek ..., Kakek!"

Cherry bangun dengan nafas tersengal-sengal. Dilihatnya sudah tidak ada Bia disampingnya. Ada jejak darah di sepanjang lantai menuju kamar mandi. Cherry mengetok kamar mandi hingga 3 kali. Tidak ada jawaban, dia masuk. Ditemukan Bia yang sudah tergeletak dengan lerut berdarah-darah.

"Mmmh ... aroma ini!"

Mencium bau darah segar dari tubuh Bia, Cherry bereaksi. Matanya merah, urat-urat di wajahnya terlihat jelas. Kukunya meruncing dan tajam. Perlahan, giginya keluar menyerupai taring.

"Aaaaaah ...."

Beruntung kamar mandi Cherry kedap suara, orang tua nya tidak bisa mendengar teriakan Cherry. Cherry bercermin di salah satu pojok kamar mandinya. Menyadari peribahan dirinya yang semakin menyeramkan, Cherry menjauh dari Bia. Dia mengurung dirinya dan berendam di dalam bath tube. Semalam suntuk, Bia dan Cherry berada di dalam kamar mandi.