Chereads / Istri Muda Sultan / Chapter 22 - Menyingkirkan Toxic

Chapter 22 - Menyingkirkan Toxic

Sarah menghela napas berat sambil menyandarkan kepalanya yang berdenyut-denyut. Mengenai Melly, ia sudah mulai muak dengan hubungan toxic mereka. Selalu Sarah yang dipaksa mengikuti kemauannya.

Saat itu, ia masih belum bisa berpikir dan hanya ingin istirahat total saja. "Besok semoga aku bisa pulang, kasian mama sendirian dan pasti khawatir," gumam Sarah sambil memejamkan kedua matanya.

Entah kenapa, Sarah merasa nyaman dan aman berada di kamar itu, meski ia tahu kalau itu adalah kamar pria dari dekorasinya yang maskulin. Namun, saat itu ia tidak ingin memikirkan apapun, hanya fokus pada kesembuhannya saja.

Waktu pun berlalu, saatnya makan siang. Seorang pelayan mengetuk pintu, ia mengantarkan makanan dan menyiapkan vitamin serta obat yang harus diminumnya.

"Terima kasih, bisa kasih tahu saya sebenarnya ada di mana?" tanya Sarah pada pelayan itu.

"Ini penthouse pak Bayu, di Burge residence-nya," sahut pelayan tersebut.

"Oh, saya baru tahu ada resident-nya, setahu saya cuma hotel dan pusat bisnis," ujar Sarah sambil berpikir.

"Iya, kalau dari depan memang gak kelihatan. Hanya terlihat hotelnya. Posisi resident di belakang hotel." Pelayan itu tersenyum lalu undur diri.

Sarah mengangguk lalu mulai menyuapkan makanannya. Semua yang dia makan di sana terasa enak di lidahnya. Ia semangat makan karena ingin segera sembuh.

Perut sudah terisi, obat pun telah diminum, ia merapikan bekas makannya, di taruh di meja nakas di sampingnya lalu meraih telepon genggam dan ia mendapatkan sebuah pesan pendek dari Radit.

"Kamu pikir bisa lepas begitu saja dari aku? Pikirkan baik-baik!"

Sarah menggigil, untuk beberapa saat, ia membaca pesannya berulang-ulang, jelas itu adalah ancaman yang sangat mengerikan baginya. Mendadak kepalanya berdenyut lagi.

Kebencian Sarah kepada Radit sudah mencapai level tertinggi. Mengingat apa yang dilakukan Radit kepadanya sangat menyakitkan dan ia tidak akan pernah melupakannya seumur hidup.

"Ya, Tuhan, apa maksudnya ini? Tidak puaskah dia telah merenggut mahkotaku?" rintih Sarah dengan berurai air mata.

Ia telah dijelaskan oleh dokter yang merawatnya bahwa dalam minuman jus jeruk yang dipesan Radit telah dimasukkan obat terlarang, hanya saja dosisnya melampaui kemampuan Sarah untuk bisa menerima.

Itu sangat membahayakan nyawanya, apalagi obat tersebut telah menyebar ke dalam pembuluh darahnya. Kenyataannya, saat ini, ia harus bedrest dengan infus, obat dan vitamin. Sungguh merepotkan.

Sarah mendendam begitu dalam, tapi ia tidak tahu harus dengan cara apa melampiaskan dendamnya, ia hanya bisa menangis dan menyesali kenapa harus datang menemui lelaki itu.

Kini ia menghadapi ancaman Radit, bagaimana bisa tenang berdiam di rumah ibunya, bagaimana bisa tenang bekerja setelah Radit tahu kantornya. "Ya, Tuhan ... apa yang harus aku lakukan?" keluh Sarah.

Dari siang sampai sore, gadis itu terus menangis menyesali dirinya yang bernasib buruk. Pertolongan lelaki yang bernama Bayu menjadi tiada artinya sama sekali. Di tolong atau tidak, ia merasa sama saja, telah kehilangan mahkota berharganya.

Sampai akhirnya ia merasa kelelahan dan tertidur. Pelayan yang masuk ke kamarnya untuk membantu Sarah mandi, tidak berani membangunkan gadis itu, ia hanya memunguti tissue yang berserakan di ranjang dan lantai serta merapikan kamar dan kamar mandi, kemudian ke luar lagi.

Pukul tujuh, Bayu muncul dari dalam lift diikuti salah satu ajudannya lalu masuk ke ruang makan. Ia memanggil semua orang karena ingin mendengar laporan langsung.

Pelayan wanita yang diperintahkan melayani Sarah, lebih dulu disuruh bicara. "Ceritakan dari sejak saya pergi tadi pagi!"

"Tadi pagi, Nona Sarah terdengar berantem sama temannya trus meminta ajudan untuk mengantar temannya ke bawah, siang hari makan siang, minum obat tapi terdengar menangis lalu tidur, sampai sekarang belum bangun, Pak."

"Sudah, kamu siapkan makan malam saja," kata Bayu kepada pelayan itu.

"Baik, Pak. Permisi."

Bayu menoleh pada ajudan yang sengaja ditugaskan di dalam penthouse. "Apa yang terjadi?"

"Saya hanya mendengar Nona Melly teriak-teriak meminta Nona Sarah pulang, tapi Nona Sarah menolak. Waktu saya ke kamar untuk melihat ada apa, Nona Sarah meminta saya untuk mengantar Nona Melly ke bawah. Nona Sarah mengusir temannya.

Nona Melly terus mengomel, dia tidak percaya bahwa Tuan akan menikahi Nona Sarah dan mengatakan kalau dia hanya berusaha membantu dan ingin melindungi Nona Sarah dari kejadian seperti tadi malam," lapor ajudan tersebut.

"Hm, menarik, kenapa temannya diusir ya," gumam Bayu merasa heran, seharusnya dalam kondisi seperti sekarang, Sarah justru membutuhkan teman yang bisa menghiburnya. Rupanya, Melly tidak membuat Sarah nyaman.

"Tidak ada yang lain? telepon atau apa?" desak Bayu.

"Tidak ada, Pak."

Bayu semakin heran, Sarah sana sekali tidak melakukan panggilan atau menerima telepon.

"Bagaimana si bajingan tengik itu?" tanya Bayu mengalihkan perhatiannya pada Radit.

"Setelah diperintahkan tadi, kami langsung melepaskannya, tapi ia teriak-teriak keliling area memanggil-manggil Nona Sarah. Sesekali mengatakan bahwa urusannya belum tuntas. Kemudian, ia menelepon seseorang untuk membantunya mencari Nona Sarah sampai pelosok kota," jawab ajudan panjang lebar.

"Saya ke kamar dulu," kata Bayu seraya berdiri dan beranjak dari ruang makan.

Gerakan tubuhnya menyiratkan ketidak sabaran untuk segera menemui Sarah yang menurut pelatannya sedang tidur.

Benar saja, ketika Bayu memasuki kamar, tampak Sarah tertidur pulas tapi ada yang aneh dengan kelopak matanya. Bayu beringsut mendekati Sarah yang tergolek dan memperhatikan wajahnya dengan seksama.

"Dia nangis kenapa? Ah, seandainya aku tahu," keluh Bayu sambil manatap kelopak mata tertutup yang bengkak.

Tangan Bayu terulur, tampak ragu-ragu menuju kepala Sarah, tapi gerakan terhenti dan tangan yang terbuka kemudian mengepal dan menarik kembali. Ia khawatir sentuhannya akan membangunkan Sarah yang tampak damai dalam tidurnya.

Bayu mengambil kursi yang bisa diangkatnya ke samping ranjang, lalu duduk di sana, sambil menatap Sarah dalam diam. Ia menikmati pemandangan indah didepannya yang nyaris sempurna.

Semakin meningkat rasa kagumnya atas kecantikan Sarah, perasaan ingin memilikinya pun semakin kuat.

Merasakan kehadiran orang lain bersamanya, perlahan Sarah terbangun, ia memicingkan kedua matanya, mengumpulkan kesadaran untuk mengetahui siapa orang yang terasa sangat dekat dengannya.

"Ba-bapak?! Ngapain di sini? Kenapa Bapak menonton aku tidur sih?" tegur Sarah seraya mengangkat tubuhnya agar duduk sambil mengucek-ngucek mata dengan punggung tangannya.

Sikap Sarah serampangan persis seperti anak kecil yang di mata Bayu justru tampak lucu serta menggemaskan.

"Aku hanya khawatir sama kamu, katanya kamu menyuruh pergi Melly dari sini, benar?" tanya Bayu tanpa melepaskan tatapannya dari makhluk yang indah itu.

Sarah mengangguk tipis. "Ya," sahutnya pendek.

"Apa karena itu kamu sampai menangis?" tanya Bayu lagi.

"Hah? Nangis karena Melly? Buat apa? Aku cuma gak bisa lagi berjalan pada hubungan yang toxic. Aku tidak suka diperintah untuk ikuti mau dia, karena ini hidupku, aku yang berhak mengaturnya bukan orang lain," jawab Sarah dengan nada sebal.

"Hei, it's oke, kamu udah bertindak dengan benar. Kita memang harus rela melepaskan hal-hal yang mendatangkan dampak buruk bagi kita," ujar Bayu menghibur perasaan kesal Sarah.

"Lalu, kalau boleh tahu, apa yang membuatmu menangis? Tidak apa-apa, bilang aja sama aku, barangkali aku bisa bantu memecahkan masalah kamu," bujuk Bayu dengan suara lembut. Kelembutan yang membuat Sarah tertegun sejenak.

Sarah tampak ragu-ragu, haruskah ia menceritakan tentang pesan Radit untuknya pada lelaki di hadapannya itu atau tidak? Tapi, bukankah lelaki itu yang telah menyelamatkan nyawanya? Sebab menyelamatkan dari sentuhan Radit jelas sangat sangat terlambat.

Ia menelan salivanya sambil menatap Bayu tampak sedang mempertimbangkan keputusan.

Bayu paham dengan apa yang tengah bergejolak di hati Sarah, ia menunggu dengan sabar, mereka saling bertaut tatapan dalam diam.

Tidak tampak rasa sungkan dari sorot mata Sarah. Gadis itu memiliki keberanian yang kuat dan seorang pejuang yang gigih.

"Bagaimana? Apa kamu belum siap untuk mengatakannya padaku?" Lagi-lagi Bayu mengatakan kalimatnya dengan nada pelan dan lembut.

Sarah menghela napas lalu tangannya terulur meraih telepon genggam di atas nakas. Ia membuka pesan lalu meyodorkannya pada Bayu.

Bayu menganggukkan kepalanya sambil menerima ponsel yang diserahkan Sarah padanya. "Terima kasih," kata Bayu karena Sarah mencoba memberikan kepercayaan padanya.

Kemudian lelaki itu membaca pesan yang telah terbuka. Wajahnya perlahan memerah. Ia merasa tidak terima atas ancaman Radit pada gadis yang disukainya itu.

"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Bayu sambil mengangkat kepalanya lalu menatap Sarah lekat-lekat.

"Aku belum tahu, yang jelas, dia tahu di mana rumahku, tahu kantor, tahu rumah teman-temanku, aku tidak punya tempat lain yang tidak bisa ditemukan olehnya," keluh Sarah merasa sedih. Ia tidak mengira kalau urusan mantan bisa serumit itu.

"Bagaimana dengan lamaranku tadi pagi, apa kamu sudah pikirkan mau mengajukan syarat apa saja padaku?" desak Bayu dengan manik yang bergerak-gerak.

"Oh, itu ya, yang tadi pagi, hm, gimana ya, aku belum tahu Bapak siapa," kata Sarah teringat apa yang dikatakan Melly tadi pagi padanya. Tidak ada salahnya kalau ia berhati-hati.

"Kamu akan tahu, yang jelas aku tidak ada niat sedikitpun untuk menyakitimu, justru aku menawarkan perlindungan, bantuan apapun yang kamu butuhkan tanpa imbalan. Biarlah segala sesuatunya mengalir seperti air," jawab Bayu.

Rasanya aneh, orang yang ikut bernaung di perusahaannya walaupun anak magang, tapi tidak tahu siapa dirinya. Perasaan Bayu agak miris, tapi itulah uniknya seorang Sarah dan ia sangat menyukainya.