Jubah itu berkibar diterpa angin. Cia mengeratkan tali jubah saat angin kembali bertiup kencang. Iris mata emasnya menatap bulan yang terhalangi kabut. Malam ini, adalah malam konjungsi kuintet, peristiwa yang terjadi 18 tahun sekali.
Tidak hanya keajaiban itu yang akan terjadi, tetapi malam ini bulan menjadi lebih besar dari biasanya. Bahkan, gurat-gurat permukaan bulan dapat terlihat jika mata kita jeli.
Haruskah aku melakukannya? Aku sedikit ragu untuk sampai ada ditahap ini. Misi dan Zeno adalah hal yang penting bagiku. Mengapa seperti ini? Cia membatin dengan mata yang tak luput dari bulan. Seolah-olah bulan itu bisa mendengar curahan batinnya.
"Ciaa," panggil Ivory. "Semua sudah siap," tambahnya.
Cia berbalik, menatap Ivory dengan datar. Tak ada senyum yang terulas di bibirnya, itu karena dia benar-benar gugup. Lantas, Cia melepaskan jubah hitam tersebut dan melemparnya ke atas kasur, hingga terlihatlah gaun yang Cia kenakan.
Gaun ini amat indah, memiliki dua warna yang saling berbaur. Warna merah ada pada kain bagian dalam dan warna putih ada pada kain bagian depan. Mutiara-mutiara berwarna merah muda turut andil dalam memperindah gaun. Di tengah dada, ada sebuah gambar bulan sabit berwarna merah darah. Ini merupakan lambang red eclipse itu sendiri.
"Zeno pasti akan terpukau melihatmu." Ivory segera menggamit lengan Cia. Jika dulu dia sempat membenci Cia, tapi tidak lagi. Wanita itu sangat-sangat berhati baik. Terlebih sekarang Cia akan menjadi menantunya. Ha-ha takdir macam apa ini? "Aku harap kau bisa meredakan Zeno. Dia akan menjadi buas sesaat setelah ritual ini."
Cia dan Ivory berjalan dengan anggun. Sesampainya di dalam ruangan, Ivory mempersilakan Cia untuk terus berjalan menghampiri Zeno. Tenggorokan Zeno seolah-olah kering, bahkan menelan air liur pun dia tak mampu. Matanya tak bisa teralih dari kecantikan dan pesona sang istri malam ini.
Sementara itu, mata Cia melirik ke arah kanan dan kiri. Terdapat bebatuan di atas api yang berada di sisi kiri. Kemudian di sisi kanan, terdapat puluhan duri beracun yang menghiasi lantai. Konon katanya, mereka yang telah melakukan ritual pertukaran darah, harus melewati kedua tantangan itu. Hal itu untuk mengetahui apakah mereka benar satu takdir atau tidak.
Zeno masih terperangah walaupun kini Cia telah berada di hadapannya. Setelah Cia menggenggam tanganny, Zeno baru saja sadar. Mereka saling tersenyum dan dengan langkah yang sama, mereka menaiki undakan tangga satu per satu.
Hingga sampai pada tempatnya, mereka berdua berdiri di hadapan sebuah wadah berisi bebatuan panas. Tidak hanya ada batu dan hawa panas di sana. Ada air yang menggenang, tanah yang terdapat di bawah batu, dan barrier yang melindungi wadah tersebut. Ini lima elemen sihir utama.
Seorang saint yang sedari tadi menunggu, akhirnya tersenyum. Bajunya berwarna putih, amat selaras dengan wajahnya yang bersih. Seorang saint haruslah mereka yang tak memikirkan duniawi. Hidup mereka telah dipasrahkan kepada alam, bahkan mereka tidak boleh berkeluarga.
"Yang Mulia Zeno Evander, saya persilakan untuk meneteskan darah Anda di atas sini," ujar saint tersebut.
Zeno segera mengambil belati kecil yang tergeletak di sudut luar wadah. Tanpa ragu, dia mengambil belati itu dan menggoreskannya pada telapak tangan. Zeno mengepalkan tangannya hingga darah itu menetes ke dalam wadah. Suara desisan terdengar akibat terbenturnya hal lain di dalam wadah, pun dengan sekelebat asap yang langsung hilang diterpa angin.
Kini, giliran Cia. Setelah saint mempersilakan pasangan Zeno untuk melakukan hal yang sama, Cia tanpa ragu juga menyayat telapak tangannya. Namun, semua mata kini seakan tak percaya dengan yang mereka lihat. Jika bangsa lycan memiliki darah yang cenderung kehitaman, darah Cia justru berwarna lain. Warna hijau yang berpadu dengan biru, juga jingga, seperti pelangi.
Karena perbedaan warna darah itu, kelima elemen di dalam wadah tadi tiba-tiba saja berputar membentuk angin tornado kecil di dalam wadah. Seolah-olah elemen-elemen itu sedang menyambut sesuatu yang berharga. Pun dengan darah Zeno. Darah Zeno melebar—seolah membuka diri. Saat darah Cia mengenainya, kedua darah itu saling berpadu dan tenggelam ke dalam angin tornado kecil tersebut.
Belum selesai semua orang terpana, angin tornado itu pecah. Titik-titik salju berwarna pelangi menyebar dan jatuh memenuhi ruangan. Ive yang melihat itu semua hanya tertawa kecil, apalagi melihat semua bangsa Zeno dan yang lain begitu takjub. Bahkan para demigod saja terpana dan mempertanyakan beberapa hal. Seperti; kenapa warna darah Dewi berbeda dengan kita? Kenapa ini begitu indah?
Jelas warna darah Cia berbeda. Dia adalah dewi yang dihasilkan langsung dari pohon naitura. Juga dia bukan hasil campuran dari jenis mana-mana. Dia murni, dewi murni, seperti Morgan yang merupakan dewa murni.
Kemudian, Saint meminta mereka untuk saling berhadapan, mengucapkan janji untuk saling bersama sesuai takdir. Tidak ada adegan ciuman dalam sesi ini. Lalu, saint menuruni tangga dan diikuti oleh kedua mempelai. Mereka berjalan ke sisi kanan terlebih dahulu.
Terdapat ribuan duri beracun yang berasal dari bawah tanah. Duri itu berwarna hijau dengan hitam di bagian ujung, memenuhi lantai. Zeno dan Cia melepas alas kaki mereka. Kaki Cia amat mulus dan bening, apalagi ada sebuah gelang kaki berwarna merah yang menambah keindahan pada kulit Cia.
Keduanya saling bergandengan, menapakkan langkah demi langkah pada duri tersebut. Jangan bayangkan darah berceceran di sana, itu tidak akan pernah terjadi. Benar-benar mereka melalui itu dengan mudah. Setelah dari duri beracun, mereka beralih menuju sisi lainnya. Bebatuan panas dari neraka yang akan langsung membuat otak mendidih. Zeno menarik napas, sementara Cia memasang wajah tenang. Tidak akan dia biarkan bebatuan ini merusak kulitnya, tetapi rasa-rasanya Cia ingin mengerjai Zeno.
Jadi, saat kaki mereka menapaki bebatuan panas itu, Cia mendesis. Zeno langsung menatap ke bawah, permukaan kulit kaki istrinya ini memerah. Dia menahan amarah, berani sekali batu-batu ini menyakiti istrinya.
"Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Zeno, panik.
"Kakiku rasanya perih."
"Perlu aku gendong?"
Cia mendongak, di dalam hati dia bersorak bahagia. "Tidak perlu, Sayang. Aku hanya bercanda."
Zeno terkekeh, mereka melanjutkan kembali melewati bebatuan tersebut hingga akhir. Sorak sorai tepuk tangan dari para tamu menggema, menyuarakan kebahagian mereka atas pernikahan penerus kerajaan Red Eclipse.
Namun, kebahagiaan itu hanya sekejap. Karena ketika bulan yang tadinya bersinar tiba-tiba meredup, seluruh kulit bangsa lycan mulai berubah. Termasuk Zeno dan Saka. Para tamu undangan yang berbeda ras mulai panik, berbeda dengan Cia dan teman-temannya.
"Cia!" teriak Ivory.
"Beristirahatlah, Ivory. Biarkan aku bersenang-senang," sela Cia.