Seorang wanita terlihat menahan emosi, tak ada seorang pun yang berani menegur atau menanyakan perihal itu. Cia lebih memilih pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Alasannya karena ketika dia lelah, rasa marah akan menguap begitu saja. Namun, langkahnya terhenti seratus meter dari rumah. Aroma woody yang menyegarkan membuat kaki Cia berlari dengan tergesa.
Cia membuka pintu dengan tak sabaran, dia mendapati Zeno terkejut lantaran kedatangannya. Tanpa menyapa terlebih dahulu, Cia segera memeluk Zeno. Hidung wanita itu menghirup dengan rakus aroma suaminya yang menenangkan.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau lagi ada masalah?" todong Cia. "Aku tadi ketemu pria bermata merah, warna rambutnya juga merah."
Zeno mengurai pelukannya, "Ketemu di mana?"
Cia menceritakan segala yang terjadi tanpa menutupi, mengurangi, atau melebihkan. Dia juga tidak menutupi perihal ciuman paksa tadi. Karena, Cia merasa ada sebuah benang merah akan ini semua. Zeno pun tidak serta merta langsung marah, dia memang sangat ingin memukul laki-laki tersebut. Zeno juga menceritakan awal mula terjadi kekacauan di wilayahnya.
"Aku sudah tau, aku selalu mengawasimu," sahut Cia. Zeno ingin bertanya, tetapi dia bingung ingin bertanya perihal apa terlebih dahulu. "Aku bukan manusia."
Itu, sudah diperkirakan oleh Zeno. Sebab saat berhubungan badan dengannya, Cia tidak sedikitpun merasa kesakitan. "Tapi, kau makhluk apa?"
Haruskah Cia memberitahu Zeno? Ini benar-benar di luar ranahnya. "Aku anak dewi bulan."
Zeno memberi jarak pada tubuh mereka, memindai istrinya dari atas hingga ke bawah. Belum pernah ada kejadian seperti ini, apakah tidak apa-apa menikahi seorang dewi? Kepala Zeno benar-benar ingin meledak. Kemudian dia berdeham dan susah payah menelan air liur yang mendadak nyangkut di tenggorokan.
"Apa tidak apa-apa, kita—"
"Iya," sela Cia. "Semoga semua baik-baik saja." Cia tahu jika suaminya ragu, tapi mereka telah bersatu oleh takdir, dan sepengetahuan Cia ikatan mate adalah yang paling baik dari segalanya. Untuk menghilangkan keraguan Zeno, dia mengambil tangan sang suami dan meletakkannya di atas perut. Mata mereka saling berpandangan, tentu kini mata Zeno lebih lembut dari sebelumnya. "Aku dan kamu punya mereka."
Malam ini, ketika tengah malam menyapa, rumah Cia dipenuhi oleh orang-orang bawahannya. Mereka juga mendapatkan misi yang sama seperti Cia dan Ive. Misi dari olympus ini lunayan genting, mengingat ini berhubungan dengan kelangsungan hidup seluruh makhluk.
Naitura adalah sumber energi positif dan sumber kehidupan dari segalanya. Berada di olympus tidak membuat naitura selamat dari kejamnya hidup. Pohon besar nan indah itu memang hanya satu, tetapi akarnya menyebar di seluruh negara. Satu negara memiliki satu akar.
Sudah sekitar 100 akar naitura yang rusak, menyisakan 141 akar lagi yang masih bagus. Jika ini dibiarkan secara terus-menerus, keadaan naitura tidak akan baik. Ketiga dewa utama sempat ingin mengambil jalan pintas, menyembuhkan akar-akar naitura secara langsung. Namun, hal ini kurang efisien, karena kejadian ini terlalu beruntun dan pasti ada dalang dibalik kejadian ini.
Maka dari itu, ketiga dewa mengutus beberapa anak-anak mereka. Namun, belum ada hasil dan semua hasil yang didapat tidak akurat. Akhirnya, mereka mengutus Cia dan Ive untuk menyelesaikan masalah ini. Sudah ada beberapa titik yang mereka dapatkan, walaupun itu berjalan pelan, tetapi hasilnya sungguh akurat.
"Sekretaris Vasilio itu, seekor kadal," ungkap Cia.
Sepuluh orang lainnya tercengang, mereka sudah berulang kali bertamu ke perusahaan besar tersebut. Namun, baru kali ini mengetahui fakta yang sebenarnya.
"Berarti itu accer?" tanya yang lain.
Accer adalah nama makhluk kadal yang tentu saja merupakah makhluk kegelapan. Accer juga memiliki tingkat kekuatan, jika mereka sudah bisa berubah menjadi manusia, itu berarti kekuatan mereka berada pada tingkat tertinggi. Hidup para accer bergantung pada jiwa manusia.
"Kata Zeno, dia bertemu dengan para orka dan witcher di daerah northern. Mereka bahkan menculik demigod dan entah sedang membuat apa," timpal Cia.
"Siapa itu Zeno? Apa dia baru saja dikirim kemari?" Alih-alih mencerna informasi yang Cia berikan, sembilan di antara sebelas orang itu meributkan siapa Zeno. Karena orang kesepuluh adalah Ive yang tentu sudah tahu dan kesebelas adala Cia sendiri. "Ceritakan secara rinci tentang kejadian Zeno itu, Cia."
Permintaan dari salah satu anggota misi, membuat Cia menghela napas. Di berdiri dan masuk ke dalam kamarnya, kemudian keluar dengan Zeno yang mengekor di belakangnya. "Ini Zeno."
Sembilan orang tersebut terpana pada ketampanan Zeno. Melihat tubuh gagah lelako tersebut, bahkan wajahnya saja menggairahkan. Ive melemparkan bantalan sofa ke salah satu anggota agar mereka sadar. Gila! Mereka bisa meneteskan liur jika bengong terus seperti itu.
Sedangkan Cia, dia hanya menggeleng kesal. Wanita itu meminta Zeno untuk duduk di sofa dan Cia segera duduk di atas pangkuan suaminya, tanpa malu. "Dia milikku!" sungut Cia. "Jangan kalian coba-coba untuk menggodanya, awas!"
Zeno menjelaskan dengan detail bagaimana pertemuannya dengan bangsa orka dan witcher. Mereka semua terkejut, kecuali Cia. Wanita tersebut sudah mendengarkan cerita itu kemarin, dan dia malah terharu karena sang suami begitu mengkhawatirkannya.
"Kita harus membongkar ini semua. Sepertinya mereka ingin membangkitkan sesuatu," papar Zeno. Mereka mengangguk sebagai respons atas ucapan Zeno. "Kalian bisa ke kawasanku dan kita akan mengadakan rapat secara besar-besaran."
Kesepuluh orang itu tentu saja senang, tetapi Arlcia mencubit pelan pinggang Zeno. Dia protes. Seakan tahu jika sang istri tak setuju, Zeno mengelus punggung Cia dengan lembut dan berbisik, "Mereka di bawah kendalimu, 'kan? Aku yakin mereka tidak berani berkhianat."
Benar. Mereka semua di bawah kendali Cia dan Ive. Jika mereka berani berkhianat, hukuman langit yang pedih telah siap menanti.