Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

THE BLOODY MOON

🇮🇩Poetri_Mataram
--
chs / week
--
NOT RATINGS
84.4k
Views
Synopsis
Del Luna, memiliki tugas untuk memantau kerusakan akar naitura di Bumi. Akan tetapi, siapa sangka jika justru dia bertemu dengan belahan jiwanya. Hubungan mereka sedikit sulit, karena Del Luna yang memiliki nama Arlcia, memikat banyak pria dengan pesonanya. Tidak sampai di situ, konflik yang dia terima untuk menyelesaikan misi amatlah sulit. Musuh yang katanya jahat dan tak berperikemanusiaan, nyatanya menyukai Arlcia sebegitu dalam. Persatuan berbagai makhluk immortal untuk mencapai kesejahteraan kembali sangat berliku. Perang mengharuskan mereka untuk bersatu dan bekerja sama dengan baik. Bagaimanakah perjuangan Arlcia untuk menyelesaikan misi? Bagaimana pula kisah cintanya dengan belahan jiwanya yang bernama Zeno Evander?
VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Pertemuan

Cia berjalan cepat meninggalkan lokasi. Dia memilih untuk menaiki bukit antar bukit yang menjulang tinggi di sini. Semua yang ada di hadapan Cia membuatnya tersenyum tipis dan bisa sedikit bernapas lega.

"Aku bisa naik turun ini, walaupun hanya menjadi kepura-puraan untuk bisa kabur dari mereka," ucap Cia yang tersenyum miring.

Bukan dia bodoh ataupun takut, tetapi ini dilakukan karena ini pilihan yang paling tepat baginya. Tanpa banyak berbicara, satu pergerakan dilakukan oleh Cia untuk bisa bergegas ke arah yang dituju.

Dia menatap kosong ke arah depan dan mendapati perluasan yang begitu lebar, tetapi terlihat dilengkapi oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi, serta bukit-bukit juga. "Aku harus melewati ini, tapi aku yakin bahwa aku bisa. Bagian bawah sudah tidak terlihat lagi, seharusnya ini mudah."

Tanpa banyak berbasa-basi lagi, akhirnya Cia segera menjejakkan langkah. Dia berjalan cepat untuk segera mengubah posisinya dari satu tempat ke tempat yang lain. Perasaan menggebu-gebu mengiringi perjalanan Cia. Dia memilih ini atas pertimbangan yang cukup matang.

Napas Cia sudah terdengar berembus kencang. Dia mencoba mengatur deru napasnya, tetapi gagal. Cia harus mengatur napasnya agar tetap bekerja lebih normal. "Ada beberapa langkah lagi dari bukit-bukit yang menjulang. Aku harus bisa bertahan."

Saat ini, Cia terdengar mencoba menyemangati diri. Dia tidak begitu mudah menyerah, ketika pergerakannya menerobos jalanan dengan satu persatu jengkal langkah kaki yang dilakukan. Cia yakin jika dia bisa melewati ini.

Belum benar-benar sampai, tiba-tiba saja Cia melihat ada sesuatu yang tak memungkinkan langkahnya terus dilanjutkan. "Aku harus waspada!" cecarnya yang mencoba menyemangati diri sendiri.

Tinggal menghitung beberapa langkah lagi keberadaan Cia sampai di dekat hewan itu. Dia akan berdampingan dengan seekor serigala yang kelihatannya sangat buas. Tidak ada yang bisa dilakukan, dan dia yakin jika dirinya akan penuh kewaspadaan saat bertemu dengan sosok bangsa-bangsa buas seperti ini.

"Jangan sakiti aku, pergi kau!" ucap Cia yang terlihat ketakutan. Dia berbicara keras, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hatinya sedang menahan perasaan takut. Cia gemetaran.

Tidak banyak berbasa-basi dengan hewan tersebut, tiba-tiba saja sesuatu yang terlihat membuat Cia harus mengalaminya. "Tolong...."

Suara teriakan Cia menggema di mana-mana. Dia merasa jika saat ini dirinya tengah berada dalam ancaman seekor serigala yang berniat menyerang. Sudah beberapa waktu ditahan, bahwa Cia tidak ingin terlihat lemah. Namun, dia tak bisa melakukannya dan hamparan luas ini pada akhirnya menjadi tempat untuk menampung teriakannya.

Cia merasa tak dapat lari. Dia takut jika pada akhirnya ada serangan balik yang terjadi nanti. "Jangan mendekat, tolong tetap di situ!"

Cia tak berkutik. Dia menganggap jika dia lebih memilih untuk berdebat dengan bangsa Lycan, jika harus mengalami hal seperti ini. Semua itu terkesan mendesak dan membuat Cia hening di tempat.

Tanpa aba-aba yang disadari oleh Cia, tiba-tiba saja serigala itu mendekat ke arahnya. Cia hampir diserang, tetapi dia bisa lepas dari hal tersebut.

"Aaa!" teriak gadis itu. Dia terdengar mengatur napasnya yang mulai memburu.

Dari situasi yang sedang terjadi, ternyata Cia mendapati hal berbeda. Wanita itu melihat ada sosok lain yang mendekat, sedikit berbulu, seperti serigala yang kini berjalan pelan ke arahnya.

Kaki gadis itu ditarik oleh serigala hitam tersebut. Kakinya terkena cakar dan dia mengaduh kesakitan lagi. Saat serigala hitam itu menariknya dengan kasar, saat itu juga sosok lain datang dan melempar serigala tanpa ampun.

Cia melihat, sosok itu mengoyak dengan kasar dan melempar serigala tersebut ke batang pohon hingga bunyi tulang patah terdengar. Kemudian, sosok itu menoleh, menatap tangan gadis yang sedang ketakutan.

Sosok itu tinggi, besar, berdiri dengan dua kaki, bermata emas menyala, dan perlahan berubah menjadi sosok manusia. Cia tak dapat berkata-kata, kini, dirinya lebih takut kepada sosok ini.

Apakah ini manusia serigala? Tapi, perbedaan keduanya amat jauh. Ahh, Cia ingat, ini disebut Lycan.

"Kau tak apa-apa?" Cia mengangguk ragu. Dia segera menarik kakinya yang luka, tetapi lelaki itu dengan cepat menahannya. "Ini, harus diobati."

"Jangan," pinta Cia. Suaranya nyaris tak keluar, hingga seperti berbisik. "Antar saja aku ke teman-temanku. Aku ... terpisah dari mereka."

Lelaki itu menggeleng. Dia yang paling tau tentang gunung ini. Belum tentu di depan sana aman. Lagipula, dia merasakan hal yang aneh dengan gadis ini. "Sebentar saja. Tidak sampai satu jam. Obati dulu, baru aku antar ke teman-temanmu."

Setelah berpikir cukup singkat, Cia mengangguk. Dia membiarkan lelaki tersebut menggendongnya. Saat tubuh mereka berdekatan, dia bisa dengan jelas mencium aroma segar dan menenangkan dari tubuh kekar ini.

Tidak ada percakapan dari keduanya, hingga mereka sampai ke sebuah perkampungan dengan rumah-rumah sederhana. Rumah di sini hanya terbuat dari kayu dan segalanya terlihat menyegarkan.

Lelaki tersebut membawa Cia pada sebuah rumah berwarna abu-abu. Di dalamnya, terdapat beberapa barang antik dan aneh. Tidak ada televisi, hanya sebuah radio dan juga komputer di ruang tamu.

"Boleh aku tau namamu?" tanya laki-laki itu.

"Cia. Kau?"

"Aku, Zeno."