Sepulang sekolah, ibu Sere memanggil nenek Darmi yang merupakan tukang urut legendaris di kawasan rumah mereka. Ibu Sere memanggilnya untuk mengecek kembali kaki Sere, memastikan bahwa Sere diurut dengan benar. Sere mendapat pijatan-pijatan kecil dari Nenek Darmi untuk meluruskan urat-urat di kakinya. Proses mengurut kaki Sere itu disaksikan oleh Sean dan mamanya.
Beruntungnya, kaki Sere diurut dengan benar oleh penjaga kantin sekolah, jadi Sere hanya perlu beristirahat dan tidak memaksakan kakinya. Sean tampak sangat khawatir melihat Sere yang dipijat oleh Nenek Darmi. Sean cerewet. Setelah selesai, dan Nenek Darmi pulang, Sean menemani Sere.
"Besok ngga usah masuk" kata Sean
"Ngga, gue nggapapa" kata Sere
"Kaki lu baru diurut, lu jangan banyak gerak, udah dirumah aja"
"Ih ngga mau"
"Re, kali ini dengerin gua ya!"
"Sean, gue tau kemampuan dari diri gue sendiri!"
"Nggak, lu ngga tau, lu batu!"
"Gue ngga lemah!"
"Besok gua izinin ke ka Andre, tenang aja lu pokonya!"
"Apaan si? ko tiba-tiba ka Andre?"
"Ya lu maksa masuk biar ketemu dia kan?"
"Apaan si?"
Sean terdiam dan tidak melanjutkan pembicaraannya. Sere merasa aneh sekaligus kesal dengan tingkah Sean. Sere tidak suka diatur, Sere memang keras kepala. Sere suka memaksakan kehendaknya dan meyakini kalau dia bisa melakukan apapun, dia tidak lemah, dan dia akan teguh pada komitmennya, meskipun sebenarnya Sere hanya terlalu memaksakan kehendaknya tanpa memperdulikan dirinya. Sere ikut diam mengikuti Sean, tampak jelas dari raut wajahnya kalau Sean marah. Sere bingung apa yang membuat Sean marah seperti itu.
"Mending lu pulang deh, gue mau istirahat!" kata Sere ketus sambil berjalan meniggalkan Sean. langkah kaki Sere masih belum stabil, Sere harus berjalan pelan-pelan sambil sesekali memegangi pahanya.
"Eh, lu mau kemana?" kata Sean sambil berdiri mendekati Sere
"Jangan bilang lu mau keatas" Sean melanjutkan
"Ya iya lah, kamar gue diatas!" Sere mulai ngegas
"Kayanya pas kepleset otak lu ikut kegeser deh" kata Sean
"Apaan si lu!" Sere mencoba menaiki tangga namun Sean menariknya
"Eh, lu buat jalan aja masih pincang, terus sekarang mau naik tangga? otak lu dimana si?" kata Sean kesal
"Gue cuma keseleo, bukan patah tulang!"
"Ampun deh, lu keras kepala banget si!"
"Bodo! udah sana pulang deh! Risih gue ada lu disini, Bawel!" Sere mencoba mengusir Sean yang tidak juga pergi
"Gue bakal pulang kalo lu emang beneran bisa naikin nih tangga!" Sean mencoba memastikan
"Ngga!"
"Yaudah gue ngga bakal pulang!"
"Pulang ngga lu! Ayah gue sebentar lagi pulang!" Sere sambil memukul Sean
"Ngga mau!" Sean tetap ngeyel
"Iiiihhhhh... PULANGGGGG!" Sere berteriak karena sudah tidak tahan lagi
"Ngga mauuu" Sean membalas dengan suara berbisik
Akhirnya, Sere mencoba menaiki satu anak tangga sambil memegang pegangan tangga. Ketika Sere mencoba menaikkan satu kakinya lagi, rupanya kakinya tidak kuat menyangga, Sere tergelincir dan hampir saja jatuh untuk kedua kalinya. Untungnya, ada Sean yang menangkapnya.
Sean meraih merangkul Sere yang hampir terjatuh, seketika, jantung mereka berdua berdegup dengan kencang tak terarah untuk beberapa detik.
Ibu Sere dan mama Sean melihat mereka berdua dari arah samping. Ibu dan Mama mereka tampak terkejut melihatnya, seketika suasana menjadi hening.
Sere melihat kearah ibunya dan langsung tersadar. Sere berdiri melepaskan genggaman Sean. Sere dan Sean panik, begitupun dengan kedua ibu mereka.
suasana menjadi canggung, Sere dan Sean hanya bisa terdiam dengan jantung yang terus terpacu.
"Sean, kita pulang yuk, udah sore nak" Mama Sean mengajak putranya pulang
"I.. Iya ma" Sean langsung berpamitan dan segera pulang.
Sementara Sere tetap pada posisinya, ibu mulai mendekatinya dengan menahan senyum.
"Tadi Sean tolongin Sere yang hampir jatuh" kata Sere mencoba menjelaskan
"Ibu belum ngomong sepatah kata pun lho" Ibu Sere sambil senyum
"Iihh Ibu, Sere tau apa yang mau ibu omongin" kata Sere
"Apa coba?" Ibu mengujinya
"Ih ngga tau ah, ibu mah" Sere mulai ngambek
"Tuh kan, kamu ngga tau" Ibu terus meledeknya
"Ahh Ibuuuuu" Sere mulai mengeluh
"Hehehe iya iya... ibu percaya kok" Ibu menenengkannya
"Lagian mau kemana si di depan tangga?" tanya ibu
"Ke kamar"
"Emang bisa?"
"Ih ibu kok kaya Sean si, sukanya meragukan Sere"
"Loh ya ragu lah, kaki masih pincang segala mau naik tangga.. udah kamu tidur di bawah dulu aja!"
"Ngga bisa bu..."
"Kenapa ngga bisa?"
"Barang-barang Sere di kamar kan..."
"Bisa ibu pindahin ke sini"
"Ibu nanti capek, udah bu Sere bisa kok"
"Nggak ada, tidur di kamar bawah sampe nanti kaki kamu sembuh!"
"Tapi buu..."
"Ngga ada tapi-tapi! dengerin ibu!"
Sere mulai menekuk bibirnya, wajahnya tertunduk lesu. Belum sempat bersuara, Ibu langsung bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya.
"Jangan coba-coba ngadu sama ayah! karena ayah juga pasti sependapat sama ibu!" kata Ibu dengan tegas
"Aaahhh Ibuuuuu" Sere merengek karena ibu menebaknya dengan tepat. Ibu langsung tertawa mengetahui tebakannya benar. Sere memang akan selalu mengadu kepada ayahnya ketika ia merasa ibu tidak sependapat dengannya. Bagi Sere, ibu adalah sosok yang lebih galak dan tegas terhadapnya, berbeda dengan ayah yang selalu melunak dan membela Sere.
Sore itu, ayah Sere pulang bekerja. Ayah sudah tahu apa yang terjadi pada Sere, ibu sudah menelpon dan memberitahu semua. Benar saja, ayah Sere sependapat dengan ibu agar Sere tidur di kamar bawah sampai kakinya membaik. Sempat terjadi perbebatan karena Sere terus memaksa agar besok ia bisa masuk sekolah.
"Sere bisa bu, yah.. yang sakit kan cuma kaki Sere, tapi badan semua sehat" kata Sere meyakinkan kedua orangtuanya.
"Ya tapi kan kamu ngga bisa jalan dengan baik, ngga bisa pake sepatu juga!" kata ibu
"Sere bisa ko, pake sepatu kets yang ngga pake tali, nanti izin sama panitia, pasti mereka ngerti bu" Sere mempertahankan argumennya
"Kan besok banyak kegiatan"
"Engga bu, besok cuma penutupan aja ko, ngga banyak kegiatan!" Sere terus mencari cara
"Ngga ada, besok istirahat!"
"Ibu, Sere ngga sakit!" kata Sere
"Udah ibu, Sere... udah ayah pusing" kata Ayah sambil memegang kepala dengan kedua tangannya
"Tuh liat ayah pusing, gara-gara kamu tuh" kata ibu
"Gara-gara ibu lah" Sere tidak mau kalah
"Ngga ada, pokonya besok harus istirahat!" Ibu mulai tegas
"Ih ibu, besok pasti kaki Sere udah mendingan, tadi udah dua kali diurut kan" kata Sere
"Iya makanya perlu istirahat" kata Ibu
"Justru malah harus banyak digerakin ibu" Sere terus berargumen
"Ini kenapa jadi kaya debat presiden ya? udah dong" kata ayah sambil tersenyum lucu
"Ibunya tuh yah" Sere mengadu
"Ih, nyalahin ibu" Ibu Sere tidak mau disalahkan
"Pokonya besok izin aja dulu," kata Ibu kembali
"Ih ibu lama-lama kaya Sean deh!" Kata Sere
Mendengar itu, Ibu langsung terdiam dan tidak jadi berkata-kata. Seketika raut wajahnya mulai tersenyum mendengar perkataan Sere barusan.
"Kok jadi bawa-bawa Sean?" kata Ibu secara perlahan
Sere juga ikut terdiam, Sere mulai mengerti apa yang dimaksud ibunya.
"Eh engga, itu maksudnya" Sere mulai gugup
Ibu terus menggodanya, sedangkan ayah tampak heran dan bingung melihat istri dan anaknya itu.
"Sepertinya ada yang mencurigakan nih" kata Ibu menggoda Sere. Entah kenapa sere mulai panik, jantungnya terpacu. Keringat mulai bercucuran mengikuti perasaanya.
"Ayaaaahhhh" Ibu mulai meledek Sere
"Ih.. Ibuuuu" Sere mulai panik takut ibu memberitahu ayah kejadian sore tadi. Ibu langsung tertawa melihat putrinya yang mulai panik.
"Ada yang panik nih" kata ibu Sere
"Ada apa sih ini?" tanya Ayah yang mulai heran bercampur penasaran
"Kasih tau ngga ya?.... Ayah dikasih tau ngga nih" kata Ibu Sere yang semakin senang meledek putrinya
"Ih ibu mah ada-ada aja deh" Sere semakin panik. Pandangan ayah mulai tertuju pada Sere yang membuatnya semakin panik, sedangkan ibu malah semakin senang meledeknya.
"Ngga ada apa-apa ko ayah" kata Sere
"Ada yang mulai panik nih" Kembali meledek Sere
Sere mengerutkan keningnya.
"Iya, iya... engga kok" Ibu sambil mengusap kepala Sere
"Ini ada apa si sebenernya?" Ayah masih penasaran
"Engga ayah, ini urusan perempuan" Ibu mencoba mengalihkan pembicaraan
"Duh, susah nih kalo udah begini" kata Ayah yang mulai pasrah
Ibu tersenyum ke arah ayah, dan kemudian melihat ke arah Sere yang mulai tenang. Sere melihat ke arah ibu, tiba-tiba ibu menggerakkan tangannya memberi isyarat lewat gerakan mengunci mulut kearah Sere yang membuat Sere mendadak malu dan tidak bisa menahan tawanya.
"Ihhh Ibuuuuu" Sere maluuu
Ayah dan ibu Sere ikut tertawa melihat putrinya itu. Suasana malam itu ditutup dengan ayah yang membolehkan Sere masuk sekolah besok pagi, dengan catatan kalau Sere benar-benar kuat. Ibu juga akhirnya satu suara dengan ayah. Betapa bahagianya Sere hingga ia berdoa panjang lebar sebelum tidur agar kakinya bisa membaik dan tidak sakit ketika bangun, jadi besok Sere bisa tetap sekolah.