Chereads / THE NEIGHBOR / Chapter 15 - SORRY WITH STRAWBERRY

Chapter 15 - SORRY WITH STRAWBERRY

"Oi, besok bareng ya kesekolah" Sean mengirim pesan ke Sere setelah Sere masuk ke kamarnya. Satu jam berlalu, Sere tidak juga membalas pesannya. Sean mengecek apakah pesan itu sudah dibacanya atau belum, ternyata belum. Sean kembali mengirim pesan ke Sere.

"Gua udah sembuh"

Sean menunggu Sere membaca pesannya, ternyata tidak juga dibaca. Muncul ide jahilnya untuk spam chat ke Sere agar dia membuka pesannya.

"Re"

"Buka chat"

"Jangan marah mulu"

"Ngga bosen lu"

"Marah-marah melulu"

"Besok bareng"

"Gua nebeng"

"Kalo ngga, lu yang nebeng"

"Gua sembuh"

"Udah 3 hari"

"Oke?"

Pesan berantainya ternyata belum ampuh juga. Sere sengaja tidak mau membuka HP Nya. Ia tau kalau HP berbunyi daritadi, dan Sere juga tau kalau pesan itu adalah dari Sean. Saking kesalnya, Sere menaruh HP nya dibawah bantal dan meninggalkannya untuk mandi. Sedangkan, Sean sedang menunggu balasannya.

"Bales"

"Udahan marahnya"

"Kaya nene-nene"

Sean tertawa saat mengirim pesan itu. Setelah mandi, Sere membuka HP nya dan membaca pesan dari Sean, Sere semakin kesal melihat pesan akhir dari Sean yang menyebutnya "Kaya nene-nene". Sere menjawab pesan itu dengan sangat singkat.

"GA" balas Sere.

Sean yang sedang merapihkan tempat tidur langsung bergegas mengambil HP ketika noifikasi pesan berbunyi. Ia langsung membukanya dan tertawa. Sean sudah tau reaksi Sere dan menebak balasan Sere akan singkat. Sean tidak menyerah. Ia menyusun rencana. Sean turun ke ruang makan dan langsung makan malam bersama.

"Besok berangkat sekolah kaya biasa ya, belajarnya jangan maksa, yang wajar-wajar aja, Oke?" kata papa Sean

"Oke pa" jawab Sean

"Pa, besok Sean mau bareng Sere aja ya berangkatnya" izinnya

"Boleh, udah bilang Sere?" Tanya Ardi memastikan

"Udah"

"Terus apa kata Sere?"

"GA"

Papa dan mama Sean mendadak tertawa mendengarnya.

"Itu berarti ngga boleh, yaudah papa anter aja" kata mama Sean

"Udah pa, ma, tenang" kata Sean

Mereka melanjutkan makan malam, papa dan mama Sean sudah menebak kalau Sean pasti punya ide tak terduga untuk melunakkan Sere. Setelah selesai makan malam, Sean langsung pergi ke rumah Sere. Ia mengetuk pintu rumahnya dengan pelan sambil terus memanggil-manggil Sere, ayah dan ibunya. Ayah Sere membukakan pintu dan tersenyum kepada Sean yang sudah memanggil-manggil daritadi.

"Ada apa nih Kira-Kira? Mau ketemu Sere ya?"

"Engga, mau ketemu om"

"Ketemu om? Ada apa nih? Tumben?"

"Sean mau tanya"

"Tanya apa Sean?"

"Besok Sere sekolah ngga om?"

"Sekolah"

"Besok Sere berangkat sama siapa?"

"Sama om"

"Besok Sean mau bareng ya om"

"Boleh"

"Oke, makasih om.. Sean pamit ya"

"Lho, begitu aja nih?"

"Iya, makasih om.. Dadah"

"Dah Sean"

Ayah Sere tidak berhenti heran dengan tingkah laku Sean. Ayah Sere langsung menutup pintu dan melanjutkan aktivitasnya, ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Sedangkan, Sere sedang membaca buku sambil mendengarkan lagu dengan Headset, jadi Sere tidak mendengar Sean yang mengetuk pintu di bawah.

Sementara itu, selama Sean mengobrol dengan ayah Sere, papa dan mamanya melihat dari kejauhan. Mereka melihat kalau Sean sedang berbincang dengan ayah Sere, namun entah apa yang sedng dibicarakan tersebut. Sean pulang kerumah dan langsung naik ke kamarnya, ia mempersiapkan buku dan peralatan sekolahnya, dan langsung tidur agak tidak kesiangan.

----------

Pagi menyapa, Sean dan Sere tengah bersiap dan sarapan bersama kedua orang tua mereka masing-masing. Sean terlihat sangat bersemangat pagi itu. Ia terlihat senyum-senyum dari tadi.

Sere sarapan seperti biasa, Sere masih belum mengetahui kalau Sean akan berangkat sekolah bersamanya. Tidak lama, Sean mengetuk pintu.

Tok ... Tok ... Tok ...

Sere menengok ke arah pintu, feeling nya kuat kalau itu adalah Sean. Ibu Sere membuka pintu dan melihat Sean yang diantar oleh ayahnya. Tidak lama kemudian Sean masuk dan menghampiri ayah dan Sere yang masih duduk di meja makan.

"Ngapain lu?" tanya Sere sinis

"Berangkat bareng kan gua bilang"

"Kan, gua bilang Engga"

"Kata om Ramdan boleh"

Sere menengok kepada ayahnya. Sontak ayahnya terkejut.

"Ohiya, semalam Sean dateng katanya mau berangkat bareng" Ayah Sere menjelaskan.

"Ko ayah ngga bilang?" Kata Sere

"Lho emang kalian ngga saling ngobrol?" ayah berbalik tanya

"Sean udah bilang Sere om" kata Sean

"Kan gua bilang engga, maksa banget Si!" kata Sere kesal

"Udah Jangan berantem, nggapapa ya Sean bareng nak," kata ibu Sere melerai. Sere hanya diam saja.

"Maafin ayah ya, ayah lupa kasih tau.. Semalam pekerjaan ayah banyak" kata Ayah Sere

"Nggapapa ayah" kata Sere pelan.

"Yaudah Kita berangkat yuk" kata Ayah Sere

Mereka bergegas naik ke mobil, Sere masih kesal, jadi dia duduk di kursi depan bersama sang ayah, dan Sean duduk di belakang. Ayah Sere menengok ke belakang karena merasa tidak enak pada Sean.

"Nggapapa om" kata Sean kepada ayah Sere

Mereka berangkat, selama diperjalanan, Ayah Sere beberapa kali menanyakan kondisi Sean yang baru sembuh. Tidak banyak percakapan diantara mereka karena takut Sere marah. Sere masih cemberut dan tidak memalingkan pandangannya dari jalanan yang ada di depannya. Suasana pagi itu agak canggung tidak seperti biasa. Waktu terasa berjalan lama sekali, sesekali Sean melihat jam ditangannya.

Sesampainya disekolah, mereka langsung masuk ke kelas. Selama dikelas dari mulai masuk hingga pelajaran pertama, Sere tetap diam kepada Sean, namun Sere berbicara dengan yang lain. Sean yang datang bersamaan dengan Sere cukup membuat Hana merasa "bete" meskipun mereka memang sering datang bersamaan sejak dulu.

Sean beberapa kali bertanya pada Sere saat pelajaran pertama dimulai, namun Sere hanya memberi isyarat kepada Sean agar diam dan tidak berisik. Sampai dengan jam kedua pelajaran, Sere masih seperti itu. Akhirnya Sean berfikir bagaimana cara yang tepat untuk meminta maaf kepada Sere.

Bel istirahat berbunyi, ketika semua siswa keluar kelas, Sere, Sean dan sahabat-sahabatnya itu langsung duduk berkumpul dan makan bekal bersama-sama. Mereka memang anak-anaknya yang lebih suka membawa bekal makanan dari orangtuanya, jadi mereka selalu makan bersama. Setelah selesai makan, barulah mereka keluar kelas. Sere tidak ingin pergi ke kantin, Sere mau ke toilet kemudian meminjam buku di perpustakaan. Sedangkan Ara dan Mira beserta para cowok-cowok pergi ke kantin. Arga, Devan, dan Sean berencana main basket sebentar bersama teman-teman.

Sean menyuruh Devan dan Arga untuk ke lapangan terlebih dahulu, lalu nanti ia akan menyusul. Ternyata Sean pergi ke kantin untuk membeli susu Strawberry dan snack stick panjang yang juga berbalut krim Strawberry untuk Sere.

Sean bergegas ke kelas karena tau kalau Sere sedang di perpustakaan, ia tidak mau keduluan Sere sampai di kelas. Beruntungnya, kelas sepi jadi sean langsung menaruh susu dan snack itu dimeja Sere dan menulis di kertas kecil, "Maafin Gua Ya".

Setelah itu Sean langsung pergi ke lapangan dan lanjut bermain basket. Tidak berselang lama, Sere masuk kelas dan duduk di kursinya. Sere melihat Susu dan Snack beserta tulisan Sean pada kertas kecil di mejanya. Membacanya, ternyata cukup membuat Senyum tipis yang merekah diwajah Sere. "Ada aja tingkahnya" katanya dalam hati. Sere lanjut membaca buku sambil minum susu Strawberry dari Sean, sedangkan snack stick itu ia simpan dalam tasnya.

"KRIIIIINGGGGGGGG!!!!"

Bel istirahat selesai sudah berbunyi, seluruh siswa kembali masuk ke kelas dan lanjut ke pelajaran selanjutnya. Sean tidak melihat susu dan snack Strawberry di meja Sere. Terlintas 2 kemungkinan dibenaknya. Pertama, Sere menghabiskannya dan kedua, Dibuang. Meskipun tidak mungkin rasanya Sere menbuang-buang makanan. Biarpun pendiam, tapi hati Sere baik.

Sean duduk dikursi dan mengeluarkan buku di kolong mejanya untuk mencatat materi di Papan tulis. Ketika membuka buku, ada secarik kertas kecil bertuliskan "Iya", rupanya itu adalah lembar belakang dari kertas yang bertuliskan permintaan maaf nya. Sean tersenyum gembira dan langsung melihat ke arah Sere yang tampak serius.

"Makasih ya, nanti bareng pulangnya ya" kata Sean berbisik ke Sere. Sere melirik Sean dengan tatapan datar dan menganggukkan kepalanya. Sean kembali tersenyum. Akhirnya setelah bel pulang sekolah berbunyi, mereka pulang bersama. Hari itu, Devan, Arga, Mira dan Ara dijemput. Sedangkan Sean dan Sere tidak. Jadi, mereka pulang naik angkot.

Sean sedang senang karena permintaan maafnya diterima, meskipun Sere masih tidak banyak berbicara kepadanya, tapi setidaknya dia tenang. Sean membayarkan ongkos naik angkot Sere dan mereka pulang dengan jalan beriringan sampai ke rumah masing-masing.