Mentari pagi tampak telah terbit. Menerangi sisa-sisa mimpi kelam tadi malam. Purie masih terbaring di atas tempat tidurnya yang nyaman dan besar. Tidak hanya tubuhnya yang kelelahan, tetapi juga hatinya. Moment berharga yang seharusnya ia rayakan dengan sukacita kemarin, justeru menoreh kesan buruk. Purie seolah tidak ingin bangun lagi untuk mengingat mimpi buruk itu.
Tok, tok, tok.
Bunyi ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Diselingi dengan suara pria paruh baya yang terdengar memangil-manggil nama Purie.
"Purie, bangun, putriku! Ini sudah pagi, kau harus segera sarapan!" seru Tuan Seno cukup lantang.
Sedikit demi sedikit kedua mata Purie yang merekat sempurna itupun akhirnya terbuka. Ia paling tidak bisa berlama-lama mengabaikan suara Papinya. Purie pun bangkit dari tempat tidurnya sembari menguap. Ia kemudian bergegas membuka pintu kamarnya yang terkunci.
"Papi," gumam Purie.