Chereads / Celine : Dendam Yang Terkubur / Chapter 34 - 34. Dentingan Piano Yang Indah

Chapter 34 - 34. Dentingan Piano Yang Indah

Kina dan Likha memang sudah selesai memasak daging salmon, dan makanan itu habis dalam sekejap. Tidak seperti saat mereka memasaknya dengan susah payah.

Namun keduanya cukup merasa puas saat mendapatkan pujian dari teman-teman mereka yang lain dan terlihat makan dengan sangat lahap.

Likha duduk di ruang tengah di mana TV sedang menyala menayangkan sebuah film aksi yang cukup menegangkan dan sangat seru untuk mereka tonton. Likha tidak sendirian ketika menikmati tayangan itu. Ia duduk di samping sang kekasih yang merangkul bahunya dan bersandar lebih codong ke arah Likha. Sementara di bawah, atau lebih tepatnya di atas karpet yang nyaman itu, Alvin juga Ryan dan Alan yang ikut menonton. Sementara Andrea dan Kina duduk di atas sofa single yang berada di sisi kiri dan kanan yang tak jauh dari sofa panjang tempat Likha bersama Azzam.

Felicia membuka kulkas, mengambil air dingin dari dalam kulkas itu untuk mengilangkan rasa hausnya yang membuat tenggorokannya sedikit sakit. Felicia terdiam saat menatap ke arah kolam renang yang ada di luar yang memang berada di samping kanan dari dapur tersebut. Memang pintu dan jendela menuju kolam renang sekaligus taman belakang itu didesain full kaca dan hanya bingkai kayu sebagai pembatas antara keduanya. Sehingga mereka bisa melihat apapun yang ada di luar, maupun sebaliknya. Ketika mereka berada di luar, mereka pun bisa melihat ke dalam.

Felicia terdiam bukan tanpa sebab, dia melihat Leo berdiri di dekat kolam renang dan sedang berbalik membelakanginya, yang tidak ia ketahui apa yang sedang Leo lakukan sendirian di luar sana. Namun ketika Leo berbalik dan menatapnya, Felicia baru menyadari jika lelaki itu tengah berbicara dengan seseorang, dan membuat Felicia menghembuskan napasnya. Karena Felicia sudah beranggapan aneh-aneh, ia kira teman lelakinya itu tengah kesurupan sendirian berdiri di pinggir kolam.

Felicia hanya menggelengkan ketika Leo mengangkat kepalanya dengan pelan, memberikan isyarat pada temannya tersebut jika ia sedang menelephone dan bertanya 'ada apa?' pada Felicia. Namun gelengan kepala dari Felicia itu membuat Leo menyadari jika ia tidak akan bertanya apapun. Felicia pun pergi dari dapur dan bergabung dengan teman-teman mereka yang lain. Sementara Leo kembali berbincang pada adiknya yang terus menghubunginya sejak pagi tadi.

"Udahlah, gue kan udah kasih tau kalau Molly gak suka daging ikan. Udah mending beli lagi, uangnya nanti gue ganti. Bye!" Ucap Leo pada adik lelakinya yang memang tidak berumur jauh darinya. Leo pun menutup sambungan telepon itu setelah ia menyuruh sang adik untuk membeli makanan anjing yang tak lain adalah anjing kesayangan milik Leo.

"Ck!" Leo mendecak kesal karena tahu jika sang adik justru memberikan danging ikan pada Molly, anjingnya yang seharusnya di beri makan makanan khusus agar pertumbuhannya dapat berkembang dengan baik.

Leo menyakui kembali handphone miliknya setelah memberikan foto dari produk makanan anjing yang biasa ia beli agar si adik yang ceroboh itu tak lagi salah saat membeli makanan untuk Molly. Setelah itu ia berjalan ke arah dalam, namun saat Leo melangkahkan kakinya ia mendengar suara dentingan piano. Dentingan tertinggi dari tuts piano yang ia hafal. Lelaki itu menoleh ke arah ruang musik yang ada di dekat ruang seni, dan berada cukup jauh dari tempat ia berdiri saat ini.

Leo mengetahui jika tidak ada siapapun di ruang musik, sebab semua temannya kini berada di ruang tengah dan sedang asik menonton film aksi. Ia tidak bersikap nekat dengan mencoba mencaritahu apa yang ada di ruang musik itu, dan lebih memilih untuk masuk ke dalam menghampiri seluruh temannya meski dengan tengkuk yang merinding dan langkah yang terbilang sangat tergesa-gesa itu.

"Kenapa lo?" Tanya Alan yang melirik pada Leo, yang baru saja duduk di sampingnya dengan cepat. Wajah Leo tidak terlihat pucat, namun Alan dapat melihat jika wajah itu terlihat gugup membuatnya menoleh ke belakang untuk melihat apa yang membuat Leo merasa gugup.

"Gak papa." Dan jawaban tersebut akhirnya membuat Alan mengangguk dengan tidak peduli, kembali menatap ke depan untuk menonton film tersebut. Sementara Leo yang berpura-pura tenang itu masih berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan menstabilkan jantungnya yang berdetak dengan kencang.

Dentingan suara piano kembali berbunyi, namun kali ini bukan hanya Leo yang mendengarnya tetapi Azzam, Likha dan Ryan juga mendengar suara itu sehingga mereka serentak menatap ke arah di mana ruang musik berada. Sedangkan yang lainnya masih terlihat belum menyadari suara dentingan piano tersebut. Dan saat suara piano ketiga berbunyi, mereka semua yang berada di ruangan itu terdiam dan saling menatap satu sama lain. Kina yang memang berjarak sangat dekat dengan remote TV itu, segera mensenyapkan suara TV agar mereka bisa mendengar dengan seksama suara apa yang berbunyi sebelumnya.

Dari awal suara itu berbunyi, Leo mengetahui jika ada sesuatu hal yang janggal dari suara piano tersebut.

"Suara apa tadi, Azzam?" Tanya Likha yang kini melirik pada sang kekasih, dan bertanya padanya dengan penuh kekhawatiran di wajahnya.

Azzam mengusap kepala Likha yang terbalut kerudung dan tersenyum menenangkan kekasihnya itu meski dirinya pun merasa tidak tenang. Ia kemudian berkata, "Lebih baik kita cek apa yang ada di sana!" Ucap Azzam yang berdiri dari duduknya dan mengajak para lelaki yang lain agar ikut bersamanya mengecek ruang musik yang di mana sumber suara dentingan piano itu terdengar. Meskipun hari masih siang hari seperti ini, namun tetap saja suasananya membuat mereka semua ketakutan, tanpa terkecuali.

Tidak ada satupun teman yang berdiri ketika Azzam mengusulkan untuk bersama-sama mengecek ruang musik. Yang membuatnya menatap mereka semua dengan jengkel dan berkata, "Lo semua takut? Ya Tuhan!" Ucapnya dengan frustasi.

"Kalau kalian cowo berdiri dan ikut gue, kecuali kalau kalian bagian dari mereka!" Ucap Azzam yang mengucapkan sebuah ancaman lisan berupa sebuah pertaruhan harga diri yang membuat keempat lelaki itu segera berdiri dari tempat mereka dan berjalan menyusuli langkah Azzam yang berjalan ke arah luar, atau lebih tepatnya taman belakang yang ada di tengah Villa itu.

"Ya ampun, gender banget sih lo!" Gumam Ryan yang mengikuti Azzam tepat di belakangnya. Namun lelaki itu tidak membalas dan tidak menghiraukan gumaman penuh kekesalan Ryan itu dan memilih untuk fokus pada tujuannya yang akan mengecek ruang musik di mana mereka mendengar dentingan piano yang berdenting sebanyak lebih dari tiga kali tersebut yang akhirnya membuat mereka yakin jika itu bukanlah sebuah kebetulan.

Azzam, Leo, Alvin, Alan dan Ryan terdiam saat mereka sudah sampai tepat di depan ruang musik yang pintunya kebetulan tertutup itu. Azzam pun melirik pada keempat temannya yang segera menganggukkan kepala mereka dan menyetujui Azzam yang ingin membuka pintu ruangan tersebut.