Chereads / Celine : Dendam Yang Terkubur / Chapter 33 - 33. Pemilik Syal Keemasan

Chapter 33 - 33. Pemilik Syal Keemasan

Masa bodoh dengan bujuk rayu Likha yang ingin menambahkan lebih banyak daging salmon untuk sepiring spaghettinya nanti, Kina hanya bisa mengatur napasnya saat tangan kanannya mulai memutar daun pintu belakang dekat kamar mandi para cowok. Pintu belakang yang memang mengarah pada pekarangan, sama seperti pintu di ruangan mencuci pakaian.

Klak!!

Kina langsung memegang dada kirinya. Sedikit kaget. Ternyata pintu bagian ruang cuci saja yang ditutup dari dalam. Gadis itu langsung benapas lega lagi.

Tunggu. Apa? Pintu ruang cuci ditutup dari dalam? Itu berarti… Andrea dan Felicia sudah selesai mencuci dan menjemur pakaian.

Kina membelalakkan kedua matanya. Ia melihat jemuran pakaian Andrea dan Felicia yang hanya terdapat empat setelan baju saja. Pantas saja cepat, cucian mereka hanya sedikit.

Alhasil, kini Kina sendirian di pekarangan itu.

Hari memang sudah siang, namun area Villa memang sering berkabut dan dingin. Wajar saja, karena memang berada di puncak dan dekat dengan kebun teh para warga.

Sebelum melangkah ke pekarangan, Kina sedikit fokus mengamati beberapa warga yang terlihat dari kejauhan sana. Memikul keranjang anyam dengan kain jarik di punggung, mereka memetik pucuk daun teh yang akhirnya mereka lempar ke belakang, masuk ke dalam keranjang anyaman tersebut.

Kina menelan ludahnya pelan. Setidaknya ia melihat beberapa orang di area kebun teh itu meski jauh dari jaraknya. Tidak apa-apa, melihat adanya orang lain saja membuat Kina lebih lega.

"Emang resek sih Likha. Harusnya nemenin gue kek ngambil cabe. Udah tahu kondisi di sini serem menurut gue. Mana nggak ada orang lain yang nyewa Villa." Gerutu Kina kesal. Padahal ia sengaja menggerutu sendiri, agar tidak kesepian saja dan tidak takut.

Kedua langkahnya memasuki area pekarangan. Kina melewati barisan tanaman wortel dan sawi hijau. Tanaman cabai ada di paling ujung dekat perbatasan antara pekarangan dengan jalan setapak yang menuju ke kebun teh tersebut.

Karena menggunakan sepasang sandal berbahan karet tebal, membuat Kina sedikit susah berjalan. Karena tekstur tanah yang sedikit lembek itu membuat dirinya harus melangkah hati-hati agar tidak terpeleset atau menabrak tanaman yang lain.

Sampai di depan deretan tanaman cabai, Kina langsung menghembuskan napas lega. Ia langsung memetik banyak Cabai rawit sekaligus. Yang warnanya cenderung merah dan orange saja, cabai yang masih berwarna hijau muda tidak Kina petik.

Gadis itu selalu memakai jaket ringan, jadi hasil petikan cabainya ia taruh di kedua kantong jaketnya. Lalu ia berbalik hendak keluar dari area pekarangan itu.

Mendadak, rasa takut dan gelisah yang Kina rasakan tadi sudah lenyap begitu saja. Gadis itu nyengir karena percaya diri dan berhasil mengambil cabai rawit sendirian. Seperti sebuah hal yang membanggakan baginya.

"Tanaman cabainya subur ya… aku juga boleh metik? Minta dikit buat pelengkap masak."

Suara yang datang dari seseorang yang berdiri di dekat pot tanaman melati itu membuat Kina mendongak. Ia berhenti berjalan, padahal langkah kakinya hampir mendekati pintu belakang dengan jarak enam meter lagi.

Anehnya, Kina tidak kaget sama sekali dengan suara orang itu. Ia merasa biasa saja dan langsung menatap orang yang bicara padanya itu.

Kina tersenyum, melihat bahwa ternyata orang itu adalah seorang wanita cantik berambut pirang dengan senyum di bibirnya yang memakai lipstick yang tidak terlalu merah. "Ah, iya ini aku juga barusan metik. Kamu juga penyewa Villa daerah sini?" Tanyanya ramah.

Memang daerah Villa itu berjajar. Ada sekitar sepuluh Villa yang memang khusus untuk disewa.

Wanita cantik itu mengangguk. Rambut pirangnya yang tergerai terkena hembusan angin semilir, beserta syal yang terbalut di lehernya tampak bergerak kecil terkena angin. "Iya, aku menyewa Villa di sebelah." Jawabnya pelan dan ramah.

"Sebelah mana?" Tanya Kina.

Lalu wanita itu menunjuk bangunan Villa yang tepat berada di samping Villa yang Kina dan teman-temannya huni saat ini.

Mengetahui jawaban itu, Kina mengangguk dengan tersenyum. Itu berarti ia dan para teman-temannya tidak menyewa Villa sendirian di daerah ini. Ternyata juga ada penyewa lain.

"Ah, begitu. Selamat menikmati hari liburanmu juga. Aku baru tahu jika ada penyewa lain. Mang Asep tidak bilang kalau ada penyewa lain selain kami." Ujar Kina.

"Aku memang baru datang tadi pagi."

"Oh, pasti beramai-ramai ya Kak?" Tanya Kina basa-basi saja.

Wanita itu tersenyum lagi. "Tidak, aku sendirian saja. Hanya ingin menikmati suasana sunyi di sini. Sendirian membuatku tenang." Jelasnya.

Kina mengangguk pelan. "Ah iya… kamu boleh memetik cabai jika mau. Silakan saja." Ujarnya. Padahal kedua matanya juga melirik ke arah pekarangan di belakang wanita itu. Di pekarangan itu juga ada tanaman cabai rawit yang bahkan lebih subur dan berbuah banyak.

Di setiap Villa, memang disediakan pekarangan masing-masing. Agar si penyewa senang saat berlibur dan bisa memanen hasil dari pekarangan dari masing-masing Villa.

Kina agak bingung sebenarnya. Namun ia merasa sedikit linglung juga saat berbicara dengan wanita cantik itu. Ia sudah mempersilakan wanita itu, namun wanita itu tidak bergerak maju untuk masuk ke pekarangan milik Villa yang disewa Kina dan teman-temannya.

Wanita itu diam saja dan masih setia tersenyum.

"Nanti aku akan memetiknya sedikit. Terima kasih sudah diijinkan." Ujar wanita itu.

Kina mengangguk pelan. Lalu ia tidak sengaja membandingkan syal yang dipakai wanita itu, dengan syal yang masih setia terikat di batang tanaman bunga melati. Syal putih dengan motif bunga-bunga keemasan itu sama persis dengan yang dipakai wanita itu.

Benar-benar sama persis. Lalu, Kina merasa bulu tengkuknya berdiri dan ia sedikit berkeringat dingin. Rasa takut dan gelisah yang tadi sudah hilang, kini kembali ia rasakan. Apalagi wanita itu masih setia tersenyum, apa tidak lelah itu bibirnya?

"K-kalau begitu aku masuk kembali ya ke dalam. Sampai jumpa lagi." Ujar Kina yang sedikit gagap. Ia juga hampir saja tersandung batu kecil saat sudah menggapai daun pintu belakang.

Hingga akhirnya Kina sudah aman dan masuk ke dalam rumah. Ia kembali menutup pintu belakang itu dengan rapat. Degup jantungnya berdebaran sedikit kencang, dengan disertai deru napas yang memburu.

Kina menelan ludahnya pelan. Ia berjalan ke dapur untuk menghampiri Likha. Sembari merogoh hasil petikan cabai di dua kantong jaketnya. Hendak ia serahkan pada Likha.

"Kina ah, lo kok lama banget siiihh… lihat nih. Spaghetti udah mateng, daging salmob udah mateng, saus Bolognese buatan gue yang gue tambahin beberapa bumbu lagi juga udah mateng. Cabenya telaatt.. sumpah ya hampir dua puluh menitan lo gak balik. Gue panggil-panggil lo kagak denger! Nyebelin. Mana yang lain juga gak ngebantu, gue gak bisa ninggalin masakan." Omel Likha yang terlihat kesal.

"Du-dua puluh menit lo bilang?" Tanya Kina heran.

"Iya!!" Jawab Likha seraya meraih paksa hasil petikan cabai dari tangan Kina. "Lo dari mana? Yang jelas sampai semuanya udah mateng. Lihat aja sendiri." Cetusnya.

Kina melongo dan sedikit linglung. Semua makanan benar-benar sudah matang dan tinggal siap dibagikan ke piring-piring dan dituangkan saus. Pikirannya masih melayang ke wanita yang tadi, apakah ia pemilik syal keemasan itu?

"Kina!!"

Kina tersentak kaget dengan panggilan Likha. "Eh, i-iya??"

"Bantuin bagiin spaghettinya ke sembilan piring. Gue urus cabainya dulu mau gue campurin ke saus. Kita semua kan pada suka pedes." Ujar Likha.

"Ah, iya iya gue bantuin ini." Jawab Kina yang masih sedikit gemetaran.

"Sesuai janji juga, lo boleh ambil daging salmon agak banyakan. Keknya lo masih ngambek ya gue suruh ngambil cabe sendirian. Maaf deh maaf…" seru Likha yang merasa sedikit tidak enak.

Kina pun hanya mengangguk saja. Ia masih linglung dan tidak percaya bahwa dirinya meninggalkan Likha selama itu. Harusnya tidak sampai lima menit.

*****