"Oke! Tapi dengan satu syarat, kalau terjadi sesuatu sama salah satu di antara kita... Gue bakalan langsung ceritain semuanya." Felicia berbisik setelah menganggukkan kepalanya tadi. Andrea pun mau tidak mau menyetujui hal itu, sambil terus berjalan bersama Felicia mengikuti Kina dan Likha di depan mereka.
Akibat kebodohan alasan yang di ucapkan oleh Felicia yang panik itu membuat kedua perempuan yang belum tidur sepanjang malam tersebut terpaksa harus berjalan pagi di sekitar vila. Felicia sedikit menyesal telah mengatakan alasan seperti itu, tetapi hanya itu yang terlintas di dalam pikirannya tadi.
"Sejuk banget gak sih! Enak banget tinggal di wilayah ini!" Kina yang merasakan kesejukan dari hawa di pagi hari itu berucap seraya merentangkan tangannya dan mendongak ke atas, menatap langit Fajar yang belum terlalu terang.
"Bener lo! Gue juga mau punya rumah di daerah sini. Nanti gue suruh Azzam beli ah buat kita tinggal bersama." Likha yang setuju dengan ucapan Kina pun mengutarakan harapannya, membuat ketiga perempuan itu menoleh menatapnya dengan terkejut.
"Lo mau tinggal sama Azzam? Kapan?" Andrea yang tidak mengerti maksud dari perkataan Likha pun mencoba meyakinkan apa yang di ucapkan oleh Likha barusan.
Likha mengangguk, ia tahu pasti ketiga teman perempuannya itu salah paham pada ucapannya yang ambigu tersebut. "Iyalah, gue mau tinggal satu rumah sama Azzam. Kalau kita udah nikah nanti!" Likha pun menjelaskan dengan lebih agar ketiganya paham apa maksud dari perkataan Like tadi.
"Yeh gue kira lo... Udahlah!" Felicia yang tadinya akan protes itu, mengurungkan niatnya saat melihat bagaimana cara Likha menatapnya. Perempuan itu menoleh pada Felicia dan menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat dan senyuman jahil di wajahnya.
Keempat perempuan itu masih berjalan-jalan kecil di sekitaran vila, menikmati bagaimana sejuknya kabut yang turun. Langkah mereka yang pelan itu semakin menuntun mereka ke arah pohon Melati, tempat di mana Kina mengambil bunga-bunga itu kemarin. Semerbak Wangi Melati pun masuk ke indera penciuman keempatnya. Membuat rasa damai karena menciumnya di pagi hari seperti ini.
Saat langkah mereka semakin mendekat kesana, tidak dengan langkah kaki Andrea. Perempuan itu berhenti di tempat di mana ketika harum bunga itu pertama kali mereka cium tadi. Perbatasan antara wilayah yang tidak memiliki harum bunga tersebut dengan wilayah di mana harum bunga Melati itu tercium.
Netranya menatap ke arah depan, melihat ketiga punggung teman-temannya yang terus melangkah ke depan termasuk punggung seorang lagi yang berjalan di samping Felicia. Punggung yang Andrea yakini adalah punggung dirinya. Andrea pun tersentak dan melihat kedua telapak tangannya yang ternyata tak nyata bagaikan hologram. Perempuan itu menelan ludahnya sendiri dan berusaha dengan berani membalikan badannya, untuk melihat vila yang ada di belakangnya.
Vila besar itu terlihat gelap dengan lampu merah yang menerangi beberapa sudut di luar maupun di dalamnya, Andrea menatap ke arah langit yang sangat gelap, berbeda dengan langit Fajar tadi, langit ini terlihat seperti langit tengah malam. Andrea pun tidak punya pilihan lain selain berjalan menuju Vila, karena merasa penasaran dengan apa yang ada di sana yang membuat liburannya berantakan. Meski tidak dengan teman-temannya.
Langkah Andrea telah sampai ke depan pintu vila, ia menatap bagaimana banyaknya debu yang menyelimuti kenop pintu itu. Meski sebenarnya tadi kenop itu tidak berdebu sama sekali, dan Andrea paham di mana dirinya berada saat ini.
Andrea menoleh ke belakang, melihat bagaimana Kina, Likha, Felicia dan dirinya saat ini sedang bercanda dan tertawa riang.
Ini lah yang di sebut dengan perjalanan spiritual... Di mana ruh akan terpisah dengan tubuhnya dalam waktu tertentu dan melakukan sebuah perjalanan yang terkadang tidak di ketahui ke mana ruh itu akan pergi.
Andrea sudah sering melakukan hal berbahaya itu, dan pulang dengan selamat. Meski ada beberapa kali di mana dirinya hampir terbunuh di perjalanan ini. Andrea tidak mengerti, mengapa dirinya tiba-tiba di paksa untuk melakukan perjalanan spiritual, padahal dirinya tidak mempunyai rencana untuk itu.
Dan satu hal yang membuat Andrea bertanya-tanya. Ruh siapa yang kini berada di dalam jasadnya, yang berpura-pura menjadi dirinya bermain bersama teman-temannya di sana.
Kedua mata Andrea belum lepas dari teman-temannya dan 'dirinya' yang sekarang bermain di sebuah kursi yang ada di sana. Duduk dan berbincang-bincang dengan asik. Andrea kemudian sadar, bahwa 'dirinya' yang berada di sana menatap ke arahnya dengan kedua mata yang melotot, membuat Andrea terkejut.
Andrea berbalik, menghadap ke arah sana dengab kedua tangan yang mengepal karena marah dan takut. "Tidak! Aku tidak bisa melakukan ini! Siapa kamu?!" Andrea berteriak dengan kencang pada sosok di dalam tubuhnya itu, meski jauh tapi Andrea tahu sosok itu pasti akan mendengar nya.
Andrea berlari sekencang yang ia bisa untuk menghampiri 'tubuhnya' sendiri yang tidak kunjung berhenti menatapnya dengan tatapan menyeramkan itu. Andrea yang jaraknya sudah semakin dekat dengan 'tubuhnya' dapat melihat bagaimana 'dirinya' itu tersenyum menyeringai padanya.
"Kembalikan tubuhku!" Andrea berteriak dan mendorong tubuhnya agar terjatuh.
"Andrea?" Andrea tersentak dari lamunannya, dia pun menoleh kearah samping di mana Likha, Kina dan Felicia menatapnya. Mereka tengah duduk di atas kursi yang sebelumnya mereka duduki itu. Yang menandakan bahwa Andrea benar-benar telah melakukan perjalanan spiritual tadi, dan berhasil mendorong keluar sosok yang masuk ke dalam dirinya. Ia berhasil merebut kembali tubuhnya.
"Lo di tanya kok melamun sih?" tanya Kina yang memainkan sebuah bunga di tangannya yang sebelumnya ia petik bersama mereka semua. Andrea hanya terkekeh dan menatap pada bunga Mawar yang ada di tangannya yang ia yakini telah 'ia' petik sebelumnya.
"Yuk ah gue ngantuk nih!" Felicia yang sudah merasa sangat mengantuk pun berdiri dari duduknya dan mengajak mereka semua kembali ke kamar mereka. Yang tentu saja membuat mereka semua kembali berjalan ke arah Vila. Tidak ada satu orang pun yang tahu apa yang di alami oleh Andrea pagi itu, karena mereka mengira Andrea baik-baik saja. Namun tidak dengan Andrea yang merasa takut, perempuan itu takut jika sosok yang memaksanya melakukan perjalanan spiritual adalah makhluk yang jahat yang ingin mencelakai mereka.
"Rea!" panggil Kina yang berjalan di samping Andrea.
"Ya?" tanya Andrea sebisa mungkin untuk menutupi rasa takutnya, ia menoleh menatap pada Kina yang kini menatapnya dengan sangat serius.
"Tidur gih, lo keliatan cape banget!" Ucap Kina.
Andrea tersenyum dan mengangguk setuju, ia juga merasa dirinya kelelahan. Kemudian saat mereka sampai di vila, Andrea dan Felicia langsung merebahkan tubuh mereka ke atas kasur dan memejamkan mata mereka. Sementara Kina dan Likha bersiap-siap untuk mandi dan membangunkan para laki-laki yang masih terlelap.