Chereads / Celine : Dendam Yang Terkubur / Chapter 17 - 17. Sebuah Firasat

Chapter 17 - 17. Sebuah Firasat

Dengan segenap kekuatan di dalam dirinya, Felicia mencoba untuk tetap tenang. Meskipun ia harus memaksakan sebuah senyuman, saat jantungnya terasa akan meledak. Diam adalah cara terbaik baginya agar semua orang tak ikut cemas atau mengkhawatirkan dirinya lagi.

"Nggak, cuma mimpi buruk kok!" sahut Felicia dalam perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Ia tak mau menceritakan apapun pada teman-temannya. "Gue baik-baik aja," lanjutnya lagi.

Kina langsung bangkit dan menyusul Felicia yang berjalan lebih dulu. Dia tak mungkin tega membiarkan temanya itu untuk pergi seorang diri dengan wajah pucat dan justru terlihat menakutkan.

"Tunggu, Felic! Gue juga akan ke kamar mandi," seru Kina sembari mempercepat langkahnya untuk mengejar Felicia yang sudah keluar dari kamar itu.

"Tapi lo terlihat sangat pucat, Felic!" Kina memperjelas apa yang sedang dilihatnya saat itu, sama sekali tak sama dengan apa yang dikatakan oleh Felicia.

"Bisakah lo temenin gue ke kamar mandi, Kina? Sepertinya akan jauh lebih baik jika gue cuci muka dulu aja." Felicia menatap temannya itu penuh harap. Ia sangat mengharapkan agar Kina mau menemaninya untuk ke kamar mandi sebentar saja.

Setelah kepergian Felicia dan juga Kina, pasangan kekasih itu saling menatap satu sama lain. Bukan sebuah tatapan penuh cinta yang menggetarkan dua hati dalam gelora asmara, melainkan sebuah tatapan heran yang bercampur rasa penasaran yang baru saja menyerang sudut hatinya.

"Aku merasa jika Felicia sedang menyembunyikan sesuatu dari kita, Azzam," cetus Likha dalam perasaan penasaran dan juga rasa takut saat mengingat teriakan Felicia ketika sedang tertidur. Sebuah teriakan yang mengisyaratkan seakan berada di antara hidup dan mati.

"Jangan berlebihan, Sayang! Itu hanya mimpi buruk biasa. Bukankah mimpi adalah bunga tidur?" tegas Azzam pada kekasihnya itu. Dia hanya ingin menenangkan hati Likha saja. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia juga merasakan semua yang dirasakan oleh perempuan yang disayanginya itu. Namun Azzam mencoba untuk menahan dirinya agar tak menunjukkan perasaannya itu dan membuatnya suasana semakin mengkhawatirkan.

Likha menjadi lebih tenang setelah mendengarkan ucapan Azzam terhadapnya. Lelaki itu selalu saja berhasil menenangkan hati kekasihnya, tak peduli betapa risaunya Likha ... Azzam selalu hadir dengan aura yang selalu membuat kekasihnya langsung terhipnotis dalam setiap kata yang terucap begitu merdu di telinganya.

Tiba-tiba saja, Ryan mendatangi kamar itu dan mencari sepupunya. Dia terlihat sedikit panik sambil menggenggam sebuah ponsel di tangan kirinya.

"Apa kalian liat Felicia?" tanya Ryan pada sepasang kekasih yang masih duduk berdua di kamar itu.

"Ada apa, Ryan? Apa ada sesuatu yang penting? Felicia sedang berada di kamar mandi ditemani oleh Kina tadi." Azzam mencoba memberitahukan keberadaan sepupu dari Ryan itu. Ia merasa jika temannya itu datang dalam kepanikan yang terlukis jelas dari wajahnya.

Tak langsung menjawab, Ryan justru menunjukkan layar ponselnya pada Likha dan Azzam. Terlihat sebuah panggilan masuk datang dari seorang wanita yang tak lain adalah ibu dari Felicia yang juga adik dari papanya Ryan.

"Tante gue .... Maksudnya mamanya Felicia menghubungi gue. Dia ingin memastikan keadaan anak gadis kesayangannya. Tante bilang jika ia baru saja mendapatkan sebuah firasat buruk tentang anaknya. Sedangkan ponsel gadis ceroboh itu tidak aktif," jelas Ryan dengan wajah kesal karena sepupunya itu telah mematikan ponsel miliknya. Terlebih ... Felicia sudah berhasil membuat orang-orang di rumahnya sangat panik.

Mendengarkan penjelasan dari Ryan, pasangan kekasih itu kembali melemparkan tatapan satu sama lain. Tiba-tiba saja udara dingin seolah telah mengelilingi Azzam dan Likha. Seketika itu juga jantung mereka berdebar-debar tak karuan, bukan karena mereka sedang jatuh cinta ... mereka berdua sedang tenggelam dalam sebuah rasa takut dan juga kekhawatiran yang mulai menyesakkan dada.

"Bagaimana semua bisa sangat kebetulan?" Tanpa sadar Azzam mengatakan hal itu dalam suara lirih namun masih sangat jelas terdengar di telinga mereka.

"Apa maksud lo, Azzam? Jangan bermain teka-teki deh." Ryan mulai tidak sabar untuk menunggu jawaban dari temannya itu.

Dengan wajah yang cemas dan tentunya bercampur dengan sedikit rasa takut, Likha memandang Azzam dan Ryan secara bergantian. Menatap dua lelaki itu dengan hati yang tiba-tiba kembali tak karuan.

"Felicia baru saja mendapatkan sebuah mimpi buruk, hingga dia berteriak sangat ketakutan. Bahkan wajah sudah sangat pucat, seolah ia telah kehilangan setengah dari nyawanya," ungkap Likha dalam suara bergetar karena ketakutan.

"Jangan bercanda lo, Likha! Jangan mengerjai gue jika itu menyangkut Felicia. Lo berdua juga tau jika gadis manja itu dititipkan sama gue." kesal Ryan pada mereka berdua. Dia merasa jika pasangan itu sedang mempermainkan dirinya.

"Itu memang benar, Ryan. Kami tak berani bercanda jika menyangkut hal beginian," tegas Azzam dalam wajahnya yang sangat serius.

Tak bisa dipungkiri, Ryan mulai takut jika hal buruk menimpa sepupunya. Entah itu kebetulan atau suratan takdir, semua yang terjadi serba kebetulan dan di waktu yang hampir bersamaan.

"Mengapa gadis manja itu sangat lama di kamar mandi?" Ryan mulai gelisah menunggu kembalinya Felicia ke kamar di mana Likha dan Azzam berada. Perasaan cemas terlalu menguasai hatinya hingga Ryan tak bisa duduk dengan tenang. Tanpa henti, Ryan terus saja mondar-mandir di sekeliling kamar itu. Membuat pasangan kekasih itu merasa tak nyaman dengan keberadaan Ryan.

"Berhentilah dan duduklah dengan tenang, Ryan! Jangan membuat gue dan Likha sakit kepala karena melihat lo berputar-putar tak jelas." Azzam langsung bangkit dan menghentikan Ryan yang berjalan mondar-mandir tanpa henti.

Ryan tersenyum simpul pada mereka lalu memaksakan diri untuk duduk. Meskipun di dalam hatinya, ia sudah tak sabar kalau hanya duduk saja tanpa melakukan apapun.

"Maaf ... maaf," ucap Ryan pada pasangan kekasih itu.

Beberapa saat kemudian, datanglah Kina dan Felicia dengan wajah yang terlihat lebih segar dan pastinya lebih baik dari sebelumnya. Ryan yang menyadari kehadiran mereka berdua langsung melompat menghampiri sepupunya.

"Apa lo baik-baik saja, Felic? Jangan membuat gue panik hingga rasanya seperti tercekik seolah akan mati." Ryan asal berbicara tanpa berpikir lebih dahulu. Sepupunya itu langsung membulatkan mata dan memberikan sebuah cubitan di lengan Ryan.

"Jangan berbicara sembarangan di sini, Ryan! Bisa tidak lo jaga mulut." Bukan apa-apa, Felicia hanya takut hal buruk menimpa Ryan karena perkataannya yang asal.

"Di mana ponsel lo? Tante panik mikirin lo yang sudah dihubungi. Ada satu hal lagi, tante merasakan sebuah firasat. Tante sangat takut hal buruk mendatangi lo." Sebuah pukulan langsung mendarat di bahu Ryan. Felicia sengaja memukul sepupunya karena berbicara sembarangan.

"Jaga mulut lo, Ryan!" tegas Felicia dalam ekspresi dingin.