Mereka semua sudah duduk bersama di sebuah meja makan besar yang berada di tengah-tengah vila itu. Suasana cukup hening, tak ada pembicaraan di antara mereka semua. Seolah tenggelam dalam buaian angan-angan masing-masing. Hanya suara benturan alat makan yang terdengar mengalun pelan di ruangan itu.
"Lo semua seperti sedang berada di upacara pemakaman saja!" cetus Ryan dalam suara yang tidak terlalu keras namun cukup mengejutkan seisi ruangan.
"Husss ... jaga mulut lo, Ryan! Jangan asal ceplos kalau berbicara di sini," sahut Azzam yang sedang duduk di samping pacarnya.
Ryan justru terkekeh sendiri mendengar nada protes dari Azzam. Dia justru menatap satu persatu wajah mereka semua tanpa terkecuali. "Lihatlah! Lo semua terlihat sangat tegang. Rileks dong! Kita jauh-jauh ke tempat ini mau bersenang-senang. Jangan terlalu serius kenapa? Yang ada tambah stress aja pikiran. Yang santai kayak gueee…" Ryan melontarkan ucapannya seolah hanya ia sendiri yang merasa paling baik-baik saja.
Tiba-tiba saja, Ryan melihat sorotan aneh dari wajah Andrea yang kebetulan sekali sedang duduk tepat di hadapannya. Ada sebuah perasaan aneh yang dipancarkan perempuan itu. Sebuah perasaan yang begitu sulit diartikan oleh seorang lelaki yang tak peka seperti Ryan.
"Dan lo, Andrea! Ada apa dengan wajahmu itu?" Sebuah pertanyaan dari Ryan itu yang membuat mereka semua langsung fokus ke wajah Andrea yang sedang duduk di antara Alvin dan Leo.
Andrea yang tadinya fokus dengan makanan di depannya langsung melemparkan tatapan kesal pada sosok lelaki playboy seperti Ryan. Dia sangat tak menyukai lelaki itu karena suka berbicara dan juga bersikap sesuka hatinya. Andrea mencoba menahan dirinya untuk tak mengatakan apapun pada mereka. Namun rasanya ia sudah tak mampu menahan pertanyaan di dalam hatinya.
"Apa kalian melihat sosok wanita di dalam lukisan yang berada di ruang musik?" tanya Andrea pada mereka semua.
Mendengar kata 'sosok wanita di ruang musik' membuat Felicia langsung terbatuk-batuk karena tersedak makanannya sendiri. Tiba-tiba saja ia teringat mimpi buruknya tadi. Ryan langsung mengambilkan segelas air untuk sepupunya itu.
"Apa lo baik-baik saja, Fel? Apa yang membuatmu langsung tersedak seperti itu?" Ryan terlihat sangat mengkhawatirkan Felicia. Bahkan terlihat dari pandangannya jika Felicia mendadak pucat pasi. Ia menjadi takut jika sepupunya itu sampai kenapa-kenapa.
"Aku baik-baik saja, Ryan. Lo tak perlu mengkhawatirkan aku." Felicia mencoba untuk bersikap biasa saja tanpa membuat mereka semua khawatir. Meskipun di dalam dirinya, hati kecilnya telah menciut sangat ketakutan. Ia tak ingin mengingat mimpi buruknya itu.
Semua orang hanya saling memandang penuh tanya. Mereka tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Felicia. Hanya Azzam dan Likha yang seolah mengetahui ketakutan dari temannya itu. Mereka berdua melihat sendiri saat Felicia berteriak sangat ketakutan dalam mata terpejam. Sepertinya ia telah memimpikan sebuah mimpi buruk yang tak sanggup untuk dilupakannya. Bahkan mungkin saja justru terus membayangi Felicia.
"Sepertinya gue akan istirahat di kamar aja," pamit Felicia lirih pada mereka semua. Ia langsung meninggalkan meja makan itu tanpa mengatakan apapun lagi. Hal itu membuat semua orang saling memandang dalam wajah yang sangat bingung.
Andrea langsung bangkit dari tempat duduknya, dan menyusul Felicia yang sudah berjalan duluan. "Gue juga mau ke kamar saja," seru Andrea cukup nyaring.
Bukannya Andrea ingin mengetahui rahasia yang disembunyikan oleh Felicia. Ia hanya merasa jika temannya itu memiliki sesuatu yang bisa memuaskan rasa penasaran di dalam dirinya. Sebuah teka-teki yang tak mungkin dipecahkannya seorang diri.
"Tunggu, Felic!" Andrea sengaja menghentikan temannya itu sebelum benar-benar masuk ke dalam sebuah kamar yang mereka pakai selama tinggal di vila.
Felicia yang mendengar seseorang sedang memanggilnya, sontak saja langsung menghentikan langkahnya. Kemudian ia membalikan badan dan mendapati Andrea berdiri tak jauh darinya. Terlukis sangat jelas rasa penasaran di wajah perempuan yang baru saja memanggilnya itu. Felicia memandangnya penuh arti, mencoba untuk mencari tahu apa yang diinginkan oleh Andrea.
"Ada apa lo memanggil gue, Rea? Bukankah lo sedang makan bersama mereka semua?" Felicia langsung melemparkan dua pertanyaan sekaligus pada teman kuliahnya itu.
"Apa yang lo sembunyikan dari kita semua?" Sebuah pertanyaan yang sekaligus sebagai tuduhan dilemparkan Andrea pada temannya itu. Ia yakin jika Felicia sedang menyimpan sesuatu untuk dirinya sendiri.
Felicia langsung memundurkan kakinya satu langkah menjauhi Andrea. Mendadak jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Oksigen serasa menipis, napasnya terdengar memburu dengan wajah yang semakin pucat dari sebelumnya. Dia merasa suhu udara mendadak turun di siang hari yang terik.
"Kumohon. Jangan membahas hal itu lagi, Rea!" Setengah berteriak, Felicia mencoba menghindari Andrea dan berlari tanpa arah yang jelas.
Dalam satu gerakan saja, Andrea berhasil meraih tangan Felicia yang terasa sangat basah dengan keringat dingin. Hal itu tentunya sangat mengejutkan Andrea, ia menyakini jika Felicia sedang berperang untuk melawan perasaan di dalam dirinya. Dia pun menarik Felicia ke dalam pelukannya, Andrea ingin menenangkan hati perempuan yang sudah sangat pucat yang membuatnya menjadi sangat khawatir.
"Jangan menyimpannya sendirian! Lo bisa membagi semua yang lo rasakan dengan kami semua. Tak baik jika lo berdiam diri dan menenggelamkan diri dalam ketakutan yang terus menghimpit dan itu bisa berbahaya untuk diri Lo sendiri." Andrea ingin menghibur sekaligus menenangkan hati Felicia dengan caranya sendiri. Ia tak peduli jika harus mengatakan hal itu dengan beberapa penegasan dalam setiap kata yang diucapkan.
Tanpa sadar, Felicia menumpahkan air matanya di punggung Andrea. Bukan karena ketakutan di dalam dirinya, ia merasa lebih tenang saat mendapatkan pelukan itu dari temannya. Setidaknya, ia merasa tak seorang diri lagi.
"Gue bermimpi seorang wanita dengan bau yang menyengat ingin membawaku bersamanya. Rasanya gue sangat ketakutan setiap mengingat hal itu. Seakan gue selalu mencium bau busuk yang ditinggalkan oleh wanita itu, Rea." Felicia mencoba menjelaskan semua yang sedang dirasakannya. Dia sudah tak tahan untuk menyimpannya seorang diri.
Setelah mendengarkan hal itu, Andrea langsung melepaskan pelukannya. Kemudian ia menarik Felicia dan membawanya ke sebuah ruangan. Sebuah ruangan yang hampir mirip dengan mimpi Felicia.
"Lepaskan gue, Rea!" Felicia mencoba melepaskan diri dari genggaman erat Andrea. Namun ia tak berhasil lepas darinya. Andrea justru semakin membawanya memasuki ruang musik di mana lukisan wanita itu berada.
"Lihatlah, Felic! Apakah wanita ini yang ada dalam mimpimu?" Andrea melayangkan tatapan tajam pada lukisan itu. Dia merasakan ada sesuatu yang menariknya untuk mendekati lukisan itu. Sebuah aura mistis yang tak mungkin dijelaskan dengan akal sehat. Wanita dalam lukisan itu adalah sosok wanita yang sama, yang pernah dilihatnya di bawah pohon kamboja saat malam kemarin.