Malam itu, mereka semua langsung masuk ke kamar masing-masing. Suasana malam yang berubah mencekam seolah telah menghipnotis mereka semua. Keempat perempuan itu langsung masuk ke dalam kamarnya dan bersiap untuk tidur.
Baru berbaring sebentar saja, Likha dan Kina langsung terbuai dalam mimpinya. Sedangkan Andrea masih duduk sendirian di sebuah sofa di dekat jendela.
"Andrea! Apa lo gak akan tidur? Malam juga sudah semakin larut," ucap Felicia sambil menatap ke arah Andrea yang terus saja menatap ke luar jendela.
Andrea memalingkan wajahnya dan melihat Felicia yang mulai gelisah di samping dua temannya yang sudah terlelap. "Tidurlah dulu! Gue belum bisa memejamkan mata," sahutnya lalu kembali memandang ke arah luar jendela.
Melihat Andrea yang sedikit aneh, Felicia turun dari ranjang dan menghampiri temannya itu. "Apa ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran lo Rea?" tanyanya lagi penasaran.
"Gue merasa jika akan ada sesuatu yang terjadi malam ini. Rasanya ada sebuah kekuatan yang besar yang membuat gue harus menunggu dan tetap terjaga di sini." Jawaban Andrea itu langsung membuat bulu kuduk Felicia berdiri.
Meskipun Felicia tak mengerti arah pembicaraan Andrea, alam bawah sadarnya berjaga lain. Seolah ada kekuatan lain yang tiba-tiba saja hadir diantara mereka berdua.
"Jangan menakut-nakuti Gue. Meskipun Gue penakut, bukan berarti lo bisa menakuti gue seperti ini." Tiba-tiba saja ada hembusan angin yang terasa dingin masuk menerobos kamar mereka. Sangat terasa suasana mencekam begitu menakutkan bagi Felicia.
"Ayo, Andrea. Kita tidur saja." Felicia berusaha menarik tangan Andrea dan mengajaknya untuk segera tidur menyusul Kina dan Likha yang sudah terbuai dalam alam mimpinya.
Andrea bangkit dari kursinya dan memandang wajah Felicia yang terlihat pucat karena terlalu takut. "Lo bisa tidur duluan," bujuknya sambil mendorong temannya itu ke ranjang di mana dua temannya yang lain berada.
"Meskipun gue memejamkan mata bersama kalian, sama sekali gue ga akan tertidur. Aura yang menarik diri gue terlalu kuat, sekalipun gue memaksakan diri ... itu akan percuma." Andrea kembali ke sebuah kursi besar di dekat jendela. Ia kembali memandang ke luar, seolah sedang sesuatu yang terus memaksanya untuk terus terjaga.
"Andrea! Apa lo gak merasa ada yang aneh di sini?" Felicia mencoba menyakinkan dirinya jika yang dirasakannya adalah salah. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di vila, rasanya ada sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.
Lagi-lagi Andrea berusaha untuk menenangkan hati Felicia. Dia tak ingin jika temannya itu semakin ketakutan jika mengetahui yang sedang dirasakannya. "Itu hanya perasaan lo aja, Felic," sahutnya dalam kesunyian malam yang terasa semakin mendebarkan.
Felicia memaksakan dirinya untuk terpejam, ia ingin menghilangkan rasa takut dan suasana menegangkan yang mulai menyusup ke dalam dirinya.
Saat Andrea menajamkan matanya ke sebuah pohon kamboja di tengah halaman. Ada sosok wanita yang terlihat sebentar lalu menghilang begitu saja.
"Siapa wanita itu?" Andrea langsung bangkit dari kursinya dan ingin segera keluar mencari sosok wanita itu. Sebuah rasa penasaran yang begitu besar menariknya untuk langsung keluar dari kamar. Entah sadar atau tidak, Andrea mulai terpengaruh dengan sebuah kekuatan dari dunia lain yang mencoba untuk berinteraksi dengannya.
"Tunggu, Andrea!" Tiba-tiba saja Felicia menghentikan langkahnya. "Mang Asep bilang kita tak boleh berada di luar saat malam." Felicia mencoba memegangi tangan Andrea agar tidak keluar dari kamar itu.
Andrea langsung terdiam dengan tatapan dingin pada temannya itu. Bukan karena dia sedang marah, ia masih sangat penasaran pada sosok wanita di bawah pohon. Bayangan itu benar-benar sudah sangat mengusiknya, hatinya tak akan tenang sebelum bisa bertemu dengan wanita itu.
"Gue cuma sebentar aja, Felic!" Andrea sengaja memberikan penekanan pada setiap kata yang diucapkannya. Namun sepertinya, ia gagal untuk menyakinkan Felicia.
"Lo boleh keluar ... tetapi kita bisa pergi bersama yang lainnya. Gue akan membangunkan Azzam, Ryan dan yang lainnya," sahut Felicia sembari turun dari ranjang.
Felicia menarik Andre ke kamar para lelaki yang berada di ujung lorong. Melewati sunyinya malam dalam keheningan yang menegangkan. Suara langkah kaki terdengar sangat jelas di telinga mereka berdua.
"Gue berani keluar sendirian," cetus Andrea sambil terus mengikuti Felicia berjalan ke kamar di ujung. Sembari berjalan, Andrea terus memperhatikan sekeliling rumah itu. Dia bisa merasakan ada kekuatan lain yang cukup besar yang terus menarik dirinya.
Tiba-tiba saja ada suara benda jatuh yang cukup jelas dari balkon vila. Seketika itu juga, bulu kuduk langsung berdiri. Mendadak suhu udara turun, dan berubah dingin mencekam. Felicia langsung memeluk Andrea dengan wajah ketakutan. "Suara apa itu? Gue takut nih," lirih Felicia dalam hatinya yang semakin berdebar hebat karena tak mampu menguasai ketakutan di dalam dirinya.
"Kita kembali ke kamar saja," bujuk Andrea pada Felicia.
"Tidak! Kita harus memanggil mereka, gue nggak ingin jika lo diam-diam keluar sendirian. Itu sangat berbahaya," tegas Felicia dengan langkah yang semakin cepat. Sedetik pun, ia tak melepaskan tangan Andrea. Felicia tak ingin temannya itu nekat keluar sendirian di tengah malam begitu.
Begitu sampai di depan pintu kamar mereka, Felicia langsung mengetuk pintu itu berulang kali. Dia terus memanggil nama mereka satu persatu.
"Azzam, Ryan, Leo, Alvin, Alan!" Seperti dosen sedang mengabsen mereka saat di kampus, Felicia memanggil kelima nama itu dengan suara nyaring. Hingga tak berapa lama, pintu kamar itu terbuka ... terlihat Azzam masih terjaga sendirian.
"Ada apa, Felicia?" Azzam langsung melemparkan pertanyaan itu begitu melihat Felicia yang berdiri tepat di depan pintu. Dia merasa aneh saat dua perempuan itu mendatangi kamar mereka.
Felicia mencoba untuk melihat-lihat isi kamar mereka, ternyata yang lainnya sudah terlelap. Sedangkan Andrea masih terdiam di antara mereka, ia merasa enggan untuk mengganggu di tengah malam seperti itu. Sayangnya, Felicia justru memaksanya untuk memanggil beberapa lelaki itu.
"Sejak tadi Andrea terus saja ingin keluar memeriksa halaman. Gue sudah melarangnya, tapi dia mencoba tetap keluar. Bisakah lo menemani kita berdua untuk memeriksa sebentar?" Felicia terlihat sangat memohon pada temannya itu. Bagaimana pun juga, Andrea tak boleh keluar sendirian.
Azzam langsung melemparkan sebuah tatapan tajam pada Andrea yang sejak tadi terus memperhatikan sekeliling. Seolah ia tahu jika Andrea bisa merasakan sosok lain di dalam vila itu. "Apakah kita harus benar-benar keluar tengah malam begini?" Azzam pun terlihat bingung dan juga tak yakin dengan itu.
"Sebenarnya gue bisa keluar sendirian," sahut Andrea tanpa ekspresi. "Felicia yang bersikeras untuk mengajak kalian menemaniku keluar." Dengan gayanya yang khas, Andrea menjawab itu dengan entengnya.
"Gue ajak Leo juga bersama kita." Azzam langsung membangunkan Leo dan mengajaknya untuk keluar mengantarkan Andrea dan Felicia.
Sampai di halaman, Andrea langsung berjalan ke arah sebuah pohon yang sejak tadi terus menarik dirinya. "Sepertinya wanita itu sudah pergi," gumamnya.
"Wanita mana maksud lo?" Leo yang mendengar gumaman Andrea langsung melemparkan pertanyaan itu padanya.