Chereads / Exor Sang Pembawa Kekacauan / Chapter 8 - Mendaki Bukit

Chapter 8 - Mendaki Bukit

Setelah lama berbincang dengan Clarissa akhirnya kami memutuskan untuk mendaki bukit esok harinya. Untuk sementara aku menginap di rumah Clarissa. Saat pagi telah tiba, aku dan Clarissa bersiap untuk mendaki bukit Verra, namun saat kami hendak berangkat, Arnold mendatangi kami.

"Apa yang kau mau lagi? Bukankah kau bilang akan membiarkan kami mendaki bukit?" tanya Clarissa dengan ekpresi kesal. Ia berpikir Arnold datang kesini untuk menghalanginya lagi.

"Aku datang kesini untuk menemani kalian," ucap Arnold dengan datar.

"Hah?!' Clarissa kaget, dia terlihat kebingungan dengan ucapan Arnold.

Sementara itu, aku tidak tahu apakah Arnold ini punya hubungan darah dengan Clarissa. Tetapi aku yakin Arnold sebenarnya peduli dengan Clarissa. Tentu itu hanya tebakanku saja.

"Apa kau ingin berangkat atau tidak? Ayo." Arnold berjalan mendahului kami. Clarissa yang melihat itu hanya bisa mendengus kesal dan mengikuti Arnold. Akhirnya, perjalanan kami mendaki bukit Verra dimulai.

Jalan yang kami lalui adalah jalan setapak yang kecil. Namun untungnya ini adalah jalan berbatu, walaupun sudah rusak tetapi setidaknya ini bukan jalan yang basah dan becek. Hutan disini sangat rimbun, semak-semaknya juga sangat tinggi, Arnold memperingatkanku mengenai kemungkinan adanya ular dan menyuruhku untuk berhati-hati.

Setelah beberapa menit jalan mulai menanjak, kami menaiki tangga batu dan terus bergerak ke atas. Setelah setengah jam, kami menemukan bahwa jalan ternyata tertutupi longsoran tanah. Untuk melanjutkan perjalanan kami perlu menaiki tebing setinggi 7 meter.

Kami mengikatkan tali pengaman yang menyambungkan kami bertiga setelah itu, Arnold menaiki tebing itu perlahan. Aku mengikuti Arnold dari belakangnya dan Clarissa berada di belakangku. Saat kami setengah jalan, batu pijakan Clarissa runtuh, hal ini menyebabkan Clarissa terjatuh dari tebing dan bergelantungan dengan tali pengaman.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku sambil mengulurkan tangan. Dengan bantuanku, Clarissa berhasil menemukan pijakan baru.

"Aku baik-baik saja, terima kasih."

Setelah itu kami akhirnya sampai diatas tebing tersebut. Suhu udara disini sangat dingin, aku bisa merasakan hembusan angin yang kencang. Setelah istirahat beberapa saat, kami akhirnya melanjutkan perjalanan.

Setelah sekitar satu jam berjalan, kami memutuskan istirahat saat Clarissa sudah kelelahan. Itu tidak bisa dihindari rutenya semakin sulit dan sulit sehingga membutuhkan tenaga ekstra.

Clarissa melirik ke arahku dan berkata, "Kau punya stamina yang bagus untuk seorang anak kota."

Aku sendiri sebenarnya terkejut, bagaimanapun aku bukan orang yang sangat atletis, bisa dibilang ini meyakinkanku bahwa perubahan aneh telah terjadi dalam tubuhku. Aku belum mengujji batasannya, tetapi aku yakin kekuatanku masih dalam batas manusia biasa.

"Ngomong-ngomong, kau belum menjelaskan kenapa kau ingin mendaki bukit Verra," tanya Clarissa.

"Aku penasaran dengan misteri di bukit ini."

Clarissa terlihat kesal, sepertinya dia tahu bahwa ini hanyalah alasanku saja. "Jika kau tidak ingin memberitahukannya, ya sudah."

"Kalian berdua, jangan bersuara!"

Peringatan tiba-tiba dari Arnold membuat suasana agak mencekam, aku dan Clarissa saling pandang, kemudian kami mendengar suara gerasak-gerusuk dari semak-semak. Kami melihat seekor harimau keluar dari semak-semak, Arnold terus memberikan kami isyarat agar tetap diam. Aku tiba-tiba merasakan sakit pada lenganku.

Clarissa terlihat seperti sedang menahan sesuatu, tangannya mencubit lengan kiriku. Aku menahan rasa sakit dan berusaha membantu Clarissa. Namun Clarissa nampaknya tak bisa menahannya lagi. Prooot! Suara kentut Clarissa membuat Harimau itu mengaum dan berlari ke arah kami.

Aku dan Clarissa berbalik dan berlari, pada saat itu kami mendengar Arnold berteriak, "Tunggu! Jangan lari!"

Aku sebenarnya ingin berhenti berlari tetapi melihat Harimau itu semakin dekat dan dekat akhirnya aku terus berlari. Aku berteriak pada Clarissa, "Apakah Harimau bisa memanjat pohon?"

"Mereka bisa, bahkan jika kita memanjat sangat tinggi harimau itu akan menunggu kita."

"Dia semakin dekat, apa yang harus kita lakukan?!" tanyaku dengan gelisah. Aku mungkin bisa menghentikannya sebentar tetapi detik berikutnya aku pasti akan tercabik-cabik. Aku sangat yakin tubuhku tidak cukup kuat untuk bertarung melawan harimau itu.

Aku melihat ada sungai disana, sungai tersebut jatuh ke bawah membentuk sebuah air terjun. Kami memiliki ide yang sama, Clarissa dan aku bersama-sama melompat pada kolam yang terbentuk di bawah air terjun. Kolam tersebut cukup dalam sehingga tubuhku tidak menghantam batu atau apapun.

Aku merasakan air yang dingin menutupi semua bagian tubuhku. Aku kemudian mulai berenang ke pinggir kolam. Untungnya kami melempar tas kami ke sisi kolam sehingga kedua tas milik kami tak ikut basah. Aku menatap harimau yang juga menatap kami berdua. Setelah beberapa saat harimau itu akhirnya melenggang pergi.

"Apa yang harus kita lakukan? Kita sudah terpisah jauh dari Arnold dan jalan utama?" tanyaku. Kami berlari cukup jauh, karena tergesa-gesa, aku sendiri tidak menghapal rute untuk kembali ke tempat kami sebelumnya.

"Tenanglah, aku yakin Arnold mengetahui tempat dimana adikku menghilang, kami akan pergi ke sana dan kemudian bertemu dengan Arnold. Aku yakin dia juga akan pergi ke sana," ujar Clarissa. Namun, Tindakan Clarissa selanjutnya membuatku terkejut. Dia melepas bajunya hingga menyisakan bra sporty.

"A-apa yang kau lakukan?" tanyaku.

"Tentu saja aku menjemur bajuku, aku tidak ingin pergi dengan baju yang basah. Lagipula jangan bilang kau tidak pernah melihat tubuh wanita."

"Aku tidak pernah melihatnya secara langsung," ucapku dengan jujur.

"Kalau begitu biasakanlah." Clarissa kemudian melepaskan celana panjangnya dan hanya menyisakan celana dalam saja. Tentunya, bukan jenis celana dalam yang tembus pandang ketika basah. Aku juga mengikuti Clarissa hingga diriku hanya memakai celana pendek saja.

Clarissa mengintip ke arahku dan memberikan komentar mengenai tubuhku, "Sepertinya kau rajin berolahraga."

Tentu saja aku tidak rajin berolahraga namun tubuhku berubah menjadi atletis dan otot-ototnya dapat terlihat dengan jelas.

"Hei, apa kau tahu sesuatu mengenai dunia Exor?" ucapku.

Clarissa yang mendengar pertanyaanku segera mengerutkan keningnya. Dia menatapku dengan hati-hati dan bertanya, "Apa kau datang ke bukit ini untuk hal itu?"

Aku mengangguk, "Aku perlu memiliki akses pada dunia Exor, aku ingin tahu apa yang sebenarnya orang-orang sembunyikan, apakah dewa itu benar-benar ada? Ada banyak pertanyaan dalam benakku, dan aku ingin mengetahui kebenarannya."

Exor benar-benar ada, tetapi pengetahuan mengenai hal itu tidak disebarkan pada publik. Negara bahkan tidak repot-repot memikirkan dan membuat aturan mengenai Exor, mereka memperlakukan seolah-olah Exor tidak ada. Bahkan para ilmuan dan saintis tidak pernah membicarakan mengenai hal itu, semua orang memperlakukan Exor dan keajaiban lainnya seolah-olah itu tidak ada.

Clarissa menatapku dengan ekspresi serius. "Kalau itu yang kau inginkan, maka kurasa kau datang ke tempat yang tepat."

"Apa kau tahu sesuatu, Clarissa?"

Apa yang dia ketahui? Apakah kejadian hilangnya adik Clarissa berkaitan dengan Exor?