Aku seharusnya tidak pulang terlalu telat, sial! Hanya ada waktu 30 menit lagi. Kemarin malam, aku bekerja di restoran paman Ben seperti biasanya, namun karena restoran sedang menerima tamu istimewa, Paman Ben memutuskan membuka Restoran lebih lama dari biasanya. Pada akhirnya aku, yang seharusnya pulang jam 11 harus menunggu sampai pukul 1 malam.
Padahal hari ini merupakan hari yang istimewa. Seperti yang telah diberitakan stasiun Tv lokal, Gereja Keselamatan akan berkunjung ke Sekolahku, Sekolah Tanjung Harapan. Hari hari sebelumnya para guru telah memberi peringatan pada siswa agar tidak datang terlambat. Bagaimanapun mereka tidak ingin ada siswa yang mencoreng nama baik sekolah dengan datang terlambat.
Aku membuka pintu dan dengan rusuh kututup pintunya lalu berlari ke jalan. Kereta terakhir yang akan pergi ke distrik tempat sekolah berada akan segera berangkat. Aku perlu berlari dengan cepat sebelum kereta itu berangkat terlebih dahulu. Namun saat aku berlari, seseorang melebarkan tangannya dan menghentikanku. Aku yang rusuh segera memalingkan muka pada sosok tersebut dan berkata, "hei, minggirlah!"
Sedetik kemudian aku merasakan sebuah tangan mencengkram leherku dengan erat. Aku merasakan sesak nafas yang luar biasa. Pedih, aku mencoba melepaskan cengkraman tangannya dengan kedua tanganku. Namun, aku gagal, cengkraman itu semakin kuat, aku merasakan dadaku panas dan kepalaku mulai pusing, untungnya pada saat itu orang yang mencengramku melepaskan tangannya.
Aku segera menghirup nafas banyak-banyak. Selagi aku terengah-engah sosok dihadapanku mencengkram rambutku dan memaksa wajahku menghadap langsung ke arahnya. Aku bisa melihat dengan jelas sosok pria berambut botak dengan tato naga pada bagian kanan lehernya memanjang sampai pipi kanan. Aku mengenali orang itu,dia adalah Freddy. Bajingan ini bagian dari satu geng rentenir yang meminjamkan uang pada 'ayahku'.
"Belajarlah sopan santun pada orang dewasa bocah tengil. Ini sudah waktunya kau membayar hutang ayahmu itu, jangan bilang kau lupa. Bukankah kau berkata bahwa akan melunasi seperempat dari hutangnya minggu ini? Ini sudah hari jum'at lho." Dengan gaya bicara yang urakan dia menagih hutang punya bajingan itu.
Meskipun aku sangat membenci dia, tetapi aku sadar bahwa aku tak bisa mengalahkannya, entah itu dari segi fisik ataupun hukum. Bajingan itu telah menandatangani perjanjian, bukannya aku sangat berbakti sehingga membayar hutang ayahku tetapi rentenir ini akan merebut rumahku jika aku tidak membayar hutang 'ayah'. Tentunya, kehilangan tempat tinggal adalah hal yang sangat kritis bagiku.
"Aku belum gajian, tolong bersabarlah. Aku pasti akan menepati janjiku untuk membayarnya." Sebenarnya, gajiku saja tidak cukup, apalagi aku juga harus memenuhi kebutuhan sehari-hari, keperluan sekolah, dan lain-lain. Kurasa aku hanya bisa menjual beberapa barang milik bajingan itu, meski dia adalah penjudi namun bajingan itu punya koleksi action figure yang tak pernah ia jual ataupun gadaikan.
Freddy merangkul pundakku dan berbisik, "aku akan menunggunya, jika sampai kau berbohong maka lihat saja yang akan terjadi."
"Iya ya … aku harus pergi ke sekolah sekarang, lepaskan aku."
Freddy akhirnya melepaskanku. "Pergilah," ucapnya singkat.
Aku segera berlari sekuat tenaga, aku tidak boleh ketinggalan kereta terakhir. Dengan tergesa-gesa aku berlari pada kecepatan penuh. Aku bisa mendengar keluhan beberapa orang yang menyuruhku untuk berhati-hati, aku hanya bisa meminta maaf pada mereka dan lanjut berlari. Akhirnya, aku sampai di stasiun kereta, aku segera berlari menuju loket pembelian tiket.
"Tolong, satu tiket ke Distrik Priddge."
Namun, respon petugas loket membuatku kecewa seketika.
"Maaf, kereta terakhir sudah berangkat."
Sialan, Freddy bajingan.
***
"Sekarang sudah jam 09.15, kau terlambat selama 15 menit," dengan tatapan yang menakutkan guru Bk sekolahku, Pak Redrick berdiri di depanku. Pada akhirnya aku sampai di sekolah menggunakan bus kota, tetapi aku tiba dengan terlambat. Gerbang sudah ditutup dan Pak Redrick telah berdiri menungguku di depan gerbang.
"Acaranya sudah dimulai, sebagai hukuman karena telah terlambat, kau harus membersihkan ruangan guru."
"Baik pak," jawabku singkat.
"Kalau begitu pergilah."
"Kalau begitu permisi," aku menyelinap masuk ke dalam sekolah setelah Pak Redrick membukakan sedikit celah pada gerbang. Para murid sedang berkumpul di lapangan utama, aku bisa melihat mereka berbaris rapi berdasarkan kelas masing-masing. Di depan mereka ada beberapa orang yang aku yakin berasal dari Gereja Keselamatan. Orang-orang tersebut sedang berpidato pada para murid, sayangnya, aku tak bisa mendengar perkataan mereka dengan baik.
Setelah berjalan melewati lorong, aku akhirnya sampai di kantor guru, kebetulan kantor guru berada di dekat lapangan utama sehingga aku bisa melihat dan mendengar pidato yang dibicarakan oleh orang-orang dari gereja keselamatan. Sebelumnya, aku membawa seember air serta sebuah pel untuk mengepel lantai depan ruang guru.
"….Seperti yang telah kukatakan, tujuan kedatangan kami adalah mencari anak dewa, berdasarkan wahyu yang telah kami terima di sekolah ini ada anak dewa yang memiliki potensi dan masa depan yang luar biasa, kami, gereja keselamatan akan membimbing anak tersebut sehingga dia bisa menggunakan kekuatan dari dewa keselamatan…. "
Anak dewa lagi … Gereja Keselamatan beruntung mereka tidak perlu bersaing dengan agama lain, bagaimana pun mereka adalah satu-satunya gereja yang diperbolehkan membangun tempat peribadatan disini. Menurut pengetahuan yang aku ketahui, Anak Dewa adalah orang yang masih muda yang memiliki potensi untuk menjadi Extraordinary Worshipper atau disingkat Exor.
Secara sederhana Exor adalah manusia super. Mereka adalah orang-orang yang telah ditanami benih dewa tertentu sehingga bisa menggunakan kekuatan milik dewa tersebut. Dengan menyerap energi alam Exor bisa memperkuat dirinya, aku pernah mendengar berita mengenai seorang Exor yang menghilangkan sebuah bukit. Meskipun aku tak pernah melihatnya secara langsung tetapi aku sangat mempercayai keberadaan mereka.
Orang-orang dari gereja keselamatan membicarakan banyak hal, namun pada intinya mereka akan melakukan tes pada semua murid, tentunya, secara bergiliran, dari mulai murid tahun pertama hingga murid-murid tahun terakhir. Bersamaan dengan berakhirnya pidato mereka, aku juga selesai membersihkan ruang guru. Semua murid telah bubar hanya menyisakan siswa-siswa tahun pertama kelas A yang akan pertama kali di tes.
Kelas akan segera dimulai, setelah aku menaruh pel dan ember pada tempatnya kembali, aku segera menyusul para murid yang telah pergi ke kelas mereka masing-masing. Setelah beberapa saat, akhirnya aku menyusul teman-teman sekelasku.
"Hei Kevin, aku tak melihatmu dari tadi, darimana saja kau?" tanya seorang remaja gendut yang merupakan teman sekelasku.
"Aku terlambat, Pak Redrick menyuruhku untuk membersihkan ruang guru dulu. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pengumuman dari gereja tadi, aku hanya bisa mendengar sebagian dari perkataannya."
Weasly, sang remaja gendut mengangkat bahunya sambil berkata,"Nah, aku juga tak terlalu memperhatikannya. Kurasa itu sesuatu mengenai Anak Dewa. Satu hal yang kutahu pasti, bukan aku orangnya."
"Tentu saja, jika kau anak dewa, aku akan berlari keliling sekolah tanpa busana," ucapku dengan nada sarkas. Aku tak tahu bagaimana mereka mengetahui siapa anak dewa, orang-orang yang popular di sekolah mungkin orang yang mereka cari. Namun yang aku khawatirkan hanya satu, bagaimana jika orang yang mereka cari ternyata adalah Stephanie? Tidak, kemungkinannya terlalu kecil.
Aku mengesampingkan pemikiran itu