Manhattan adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah selatan ujung Sungai Hudson. Pulau ini merupakan salah satu dari lima kota bagian (atau 'borough' dalam istilah lokalnya) yang membentuk kota New York.
Pulau ini beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya dan sebagian kecil dari daratan benua Amerika (lihat peta) disebut dengan nama kotamadya New York atau dalam bahasa Inggrisnya New York County.
Hingga tahun 2000, penduduk kota ini berjumlah 1.537.195 orang, tetapi kota ini termasuk yang terkecil di Amerika Serikat dengan luas total hanya 87,5 km², di mana 59,5 km² adalah daratan dan 28 km² adalah air.
Hal ini menjadikannya kota terpadat di negara bagian New York dan juga di seluruh Amerika Serikat.
Dari sinilah kisah ini bermula..
***
Langkah kecil sepasang tungkai jenjang dengan heels warna merah terbilang cepat menuju sebuah ruangan yang berada di sudut kantor besar ternama di Manhattan, EXO Company Group.
"Presdir, ough! Anda nakal sekali! Aghh!"
Langkah itu terhenti kala tiba di depan pintu kaca ruangan tersebut. Bibir warna merah pastel itu tampak bergetar-getar mendengar suara-suara lenguhan yang tertangkap oleh indera pendengarannya.
Oh, shit!
Lagi-lagi pria itu membawa jalang ke ruangannya. Napas wanita itu menderu mengimbangi amarah dalam hatinya. Bagaimana tidak? Pintu ruangan di depannya itu tak lain adalah pintu ruangan dimana suaminya bekerja sebagai presiden direktur di kantor itu.
Nyonya Theresa Bosley, begitu semua orang menyapa wanita berusia 30 tahun itu. Sore ini dia sengaja datang ke kantor untuk menemui suaminya, Charles Bosley.
Charles dan Theresa sudah menikah dua tahun lamanya. Namun tak ada kemesraan dalam pernikahan itu sejak Charles mendirikan sebuah partai politik. Semuanya hanya omong kosong! Saat Charles mengatakan sangat mencintai Theresa di depan publik dan awak media setiap waktu.
Karena sebenarnya mereka menikah hanya untuk menyatukan perusahaan mereka yang kala itu sedang diambang kebangkrutan. Charles hanya mengaakui Theresa adalah istrinya di depan wartawan saja, sementara di rumah sikapnya sangat dingin pada Theresa.
Baginya pernikahan mereka hanyalah demi kepentingan perusahaan saja. Dan Theresa yang cantik itu hanya istri pajangan baginya. Meski dirinya pernah bercinta dengan Theresa saat pernikahan mereka masih hangat. Namun kini semuanya sudah benar-benar hambar.
Seperti Charles, Theresa juga tidak mencintai duda beranak satu yang kini telah menjadi suaminya itu. Dia pun hanya mengambil keuntungan dari pernikahan ini. Tak pernah ada kemesraan di ranjang seperti dulu. Bahkan Theresa dan Charles tidur di kamar yang berbeda sekarang.
Sungguh pernikahan yang aneh!
Tapi meski tidak mencintai Charles, Theresa tetap tidak terima jika suaminya itu berselingkuh sesuka hatinya. Seperti saat ini, dia memergoki Charles membawa wanita ke ruangannya untuk kesekian kalinya.
"Buka pintunya!" Perintah Theresa pada seorang pengawal yang berdiri di sampingnya. Amarahnya sudah hampir meledak mendengar suara-suara laknat percintaan di dalam sana.
"Baik, Nyonya." Si pengawal segera menarik knop pintu itu untuk Theresa.
Langkah heels merah itu pun mulai memasuki ruangan. Theresa membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.
Oh, shit! Dia harus melihat suaminya yang sedang bergumul dengan seorang gadis muda pada sofa panjang di ruangan itu.
"Ah, Presdir!" Wanita tak tahu malu itu segera mendorong dada bidang Charles yang sedang berada di atas tubuhnya. Dia sangat kaget melihat Theresa sedang berdiri di ruangan itu. Tentu saja.
"Sial! Untuk apa kamu datang ke kantor? Mengganggu saja!" Charles sangat kesal melihat Theresa datang. Dia lantas bangkit dari sofa dan segera meraih kemeja putihnya yang terpulai di lantai.
"Presdir, saya pergi dulu," tukas wanita muda itu setelah mengenakan kembali pakaiannya. Dengan wajah ketakutan dan malu dia segera pergi meninggalkan ruangan.
Ekor mata Theresa mengikuti langkah gadis itu pergi. Jalang sialan! Dia mengepalkan buku-buku jemarinya sampai memutih. Ingin rasanya dia menjambak rambut gadis itu lalu melemparnya dari balkon ruangan ini. Namun dirinya tak mungkin melakukan hal keji itu. Jika itu sampai terjadi, maka nama baik EXO akan tenggelam.
"Apakah aku sudah mengganggumu?" Theresa berjalan santai dengan wajah acuh menuju sofa panjang dimana Charles bercinta tadi.
"Langsung saja, apa yang membuatmu datang ke sini?" Charles baru saja selesai mengenakan jas hitamnya. Namun dia masih belum menoleh pada Theresa.
Wanita sialan! Mengganggu saja! Rasa kesalnya masih belum hilang. Bahkan dia belum memperoleh pelepasan akan percintaan tadi.
"Kamu membawa jalang lagi ke sini? Sampai kapan kamu terus seperti ini? Apa kamu tidak malu pada puterimu? Bahkan jalang tadi itu seumuran dengan puterimu!" Masih dengan amarah yang tak kunjung hilang Theresa berkata sembari duduk pada sofa.
"Tutup mulutmu dan katakan saja apa maumu! Aku tak suka kamu ikut campur dengan urusanku, Theresa!" Charles langsung memutar tubuhnya dan menunjuk wajah Theresa penuh emosi. Dia tak suka wanita itu menyamakan puterinya dengan gadis tadi.
"Baiklah, aku hanya ingin mengatakan padamu; kita diundang ke pesta Tuan Edward malam ini." Theresa memalingkan wajahnya dari tatapan Charles usai bicara.
"Kita akan datang. Sekarang lebih baik kamu tinggalkan kantor ini!" Charles menatap tajam pada Theresa.
"Kantor ini juga adalah milikku, jangan lupakan itu, Presdir Bosley!" Theresa yang sebal karena perlakuan Charles segera bangkit dan membalas tatapan itu dengan wajah geram.
Charles hanya terdiam. Sementara Theresa segera memalingkan wajahnya dan melangkah melewati pria tampan berusia 50 tahun itu. Dasar bajingan! Bisa-bisanya Charles seolah melupakan bahwa setengah dari saham EXO Company Group adalah miliknya.
"Nyonya, bodyguard yang Presdir pesan untuk Anda telah tiba. Dia sedang menunggu Anda di basement," tukas seorang pria berpakaian rapi yang mengantar Theresa meninggalkan kantor.
"Baik. Terima kasih," balas Theresa usai menyeka titik kecil pada sudut matanya. Dia sangat sakit atas perlakuan Charles padanya. Entah kapan dirinya bisa menyingkirkan pria itu dan menguasai EXO Company Group seutuhnya.
Dengan perasaan yang tak karuan Theresa terus melangkah menuju mobil Limosin putih yang menunggunya di basement. Sementara dua orang pria berpakaian formal terus mengapitnya dari belakang.
Sepasang mata Theresa melihat seorang pria muda yang sedang berdiri di samping mobil Limosin putih miliknya. Wajah pria itu sangat tampan dengan postur tubuhnya yang atletis. Apakah dia bodyguard barunya itu? Theresa bertanya dalam hatinya.
"Nyonya, ini adalah bodyguard yang Presdir pesan dari Organisasi EXO." Seorang pengawal memperkenalkan bodyguard tampan itu pada Theresa saat mereka sudah sampai di dekat mobilnya.
"Selamat siang, Nyonya." Pria tampan berkulit putih itu menyapa Theresa dengan wajah datarnya.
Sepasang mata Theresa terangkat pada wajah pria di hadapannya itu. Usia pria itu sekitar 26 tahun, dia masih muda, tampan dan sangat menarik. Tak sadar Theresa menelan salivanya.
"Selamat siang. Siapa namamu?" tanya Theresa tanpa melepaskan pandangan dari pria macho di depannya itu. Bahkan tatapannya seolah sedang menelanjanginya.
"Namaku Aaron Parker, Nyonya." Pria itu pun menurunkan wajahnya dari tatapan liar Theresa akan dirinya. Jantungnya tiba-tiba berdebar-debar tak karuan. Wanita cantik dengan dress hitam selutut itu tampak menginginkan dirinya.
"Aaron. Nama yang sangat cocok dengan wajahmu. Baiklah, ayo kita berangkat sekarang," ucap Theresa. Dia tersenyum tipis pada Aaron.
"Baik, Nyonya." Aaron segera membukakan pintu mobil Limosin putih itu untuk Theresa. Dia membungkuk hormat saat Theresa memasuki mobil.
Theresa kembali merasa kesepian dan sendiri setelah Aaron menutup pintu mobilnya. Kenapa dia harus mengalami pernikahan yang buruk seperti ini. Sikap Charles sungguh sangat melukai hatinya.
Meski tidak adanya cinta paling tidak suaminya itu bisa menghargai dirinya sebagai istri. Bulir bening kembali terjun di pipi licin Theresa. Dia tak kuasa lagi menahan tangisnya.