Sejak mulai menjadi petugas pembaca doa ketika upacara bendera pada hari Senin dilakukan, seketika berbagai macam hal tentang Ilham langsung diketahui oleh semua penghuni sekolah.
Mulai dari Ilham yang menghabiskan masa SMP di pesantren, kemudian Ilham yang sebisa mungkin mencoba menghindari perempuan, lalu kebiasaannya yang selalu salat di mushola sekolah, dan tersebarnya sebuah gosip mengenai kakak laki-laki Ilham yang belum diketahui kebenarannya.
Sebagai salah satu murid yang mendapat banyak perhatian, wajar hal pribadi tentang Ilham bisa menjadi gosip dan dibicarakan oleh hampir seisi sekolah. Ada grup Facebook yang beranggotakan seluruh murid sekolah, gosip pun mudah menyebar dengan cepat selama ada yang mendapat informasi.
Hanya saja Ana tidak menyangka kejadian Ilham yang sedang membonceng perempuan yang diakui sebagai adik bisa sampai ke sekolah dan menjadi sebuah gosip yang beredar di antara para siswi.
Bahkan ada foto Ilham yang sedang dipeluk dari belakang oleh perempuan berseragam SMP di atas motor.
Sungguh luar biasa, ternyata Ilham memiliki stalker di mana-mana.
Ana menggeser layar ponselnya ke atas untuk melihat kalimat macam apa yang di posting di bawah foto.
'Ilham ternyata udah punya pacar. Mereka mesra bangat! Gw iri... ðŸ˜'
Sejak sebelum bel masuk sekolah berbunyi sampai saat jam istirahat, postingan ini banyak mendapat emoticon sedih dan kecewa dari para siswi yang mengagumi Ilham.
Ana tersenyum miring. Menjadi salah satu murid populer di sekolah sudah seperti artis saja, ada gosip sedikit langsung menjadi berita yang menghebohkan.
"Gosip kayak gini bahkan sampai buat guru BK panggil Ilham ke ruangannya. Luar biasa bangat ya?"
Ana menatap ke arah temannya yang ternyata memiliki pemikiran serupa. Rahma terlihat sedang menatap postingan yang sama di ponsel sendiri, "Murid kesayangan guru beda ya perlakuannya?"
Rahma mengangguk setuju, "Hal sepele yang belum tentu kebenarannya udah buat Ilham disuruh ke ruang BK. Gue merasa nggak adil karena cowok yang paling bermasalah di sekolah justru malah sering lolos dari panggilan BK."
Memang tidak adil. Tapi di sekolah ada yang namanya hukuman bersyarat, selama murid bisa memenuhi syarat, maka dibebaskan dari hukuman atau teguran guru.
Contohnya Arka. Datang ke sekolah dengan salah satu telinga memakai anting, baju seragam dikeluarkan, pakai sepatu dengan warna-warna cerah, tapi selalu bebas dari hukuman. Arka dapat memenuhi syarat dengan selalu mendapat ranking satu di kelas.
Saat mendadak ada banyak suara bisik-bisik yang dilakukan penghuni kantin lain, Ana melihat ke arah yang menimbulkan perubahan suasana. Ada Ilham yang baru memasuki kantin.
Ketika orang yang menjadi bahan pembicaraan hadir, sudah sewajarnya menjadi pusat perhatian. Entah karena merasa penasaran, ingin semakin membicarakannya, atau sekedar ingin menatap seperti yang sedang Ana lakukan sekarang.
Ilham terus berjalan mendekat sampai menghentikan langkahnya di samping meja yang sedang ditempati Ana. Ana harus dibuat semakin bingung karena Ilham juga duduk di kursi di sampingnya.
Kenapa tiba-tiba Ilham datang padanya? Kan mereka tidak pernah berbagi meja yang sama di kantin. Lagian masih banyak meja kosong lain yang tersedia. Lalu untuk apa Ilham sekarang duduk bersamanya?
"Yang kemarin adik gue, An. Mereka cuma salah paham."
Ana mengerjap bingung mendengar Ilham memberi penjelasan mengenai gosip yang beredar sejak pagi, "Tapi lo membiarkan adik gue dan teman-temannya salah paham."
Seolah merasa frustrasi, Ilham mengacak rambutnya dengan pelan, "Emang gue dan dia nggak kelihatan mirip?"
"Banyak orang yang mengatakan dua orang yang wajahnya mirip itu jodoh."
Ilham menarik nafas dengan kencang kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Amel itu adik gue. Lo dengar gimana cara gue dan dia saling memanggil? Apa lo pikir gue mau melakukan panggilan kayak gitu ke pacar? Dan gue sengaja membiarkan teman-teman Amel salah paham agar nggak ada cowok yang mendekatinya."
Cara bicara dengan menyebut nama sendiri bukanlah gaya berpacaran baru, bahkan di film pun ada yang melakukannya. Dan walau penjelasan ini benar, ucapan Ilham malah terkesan berlebihan, "Walau gue udah tahu, tapi gue tetap mau bilang kalau lo itu terlalu posesif."
"Adik gue kan cewek, nggak salah dong gue cepat merasa khawatir?"
Perempuan memang lemah, ada berbagai macam hal yang perlu dikhawatirkan. Bahkan meski Ana perempuan sekalipun, dia tetap bisa merasa khawatir pada adik sendiri. Setuju dengan pendapat Ilham, Ana mengangguk sekali, "Iya sih."
"Udahlah, gue laper," merasa pendapatnya sudah diterima, Ilham berdiri dari posisi duduknya kemudian berjalan menuju salah satu stand makanan di kantin lalu duduk bersama teman-temannya.
"Jadi, kalian pacaran? Kok Ilham sampai menjelaskannya secara langsung ke lo?"
Tatapan Ana kembali mengarah ke Rahma, temannya yang satu ini sama saja dengan Nadia yang kemarin main mengambil keputusan sendiri, "Nggak kok."
Rahma menunjukkan wajah curiga, "Masa? Gue sebagai cewek yang dekat dengan Ilham karena Refan aja nggak pernah buat Ilham sampai nunjukkin ekspresi sangat serius kayak tadi."
Ana melihat ke arah Rahma yang sedang menunjuk cowok berkacamata yang sedang duduk bersama dengan Ilham. Karena teman masa kecil Rahma merupakan salah satu teman dekat Ilham, Rahma bisa melakukan interaksi dengan Ilham jauh lebih mudah dibanding perempuan lain.
"Nggak ada apa-apa di antara kami. Gue cuma lihat kejadiannya secara langsung, mungkin dia merasa harus memberi penjelasan sama gue."
"Emang kejadiannya di mana? Kok kalian bisa sampai ketemu?"
Tidak ingin mengungkap fakta Ilham secara tidak sengaja sudah mengetahui rumahnya, Ana memilih mengalihkan pembicaraan, "Dibanding dengan itu, gue lebih ingin mempertanyakan apa yang dilakukan Ilham tadi bisa jadi pembicaraan lagi? Apa gue bakal digosipin pacaran dengannya?"
Rahma terdiam sejenak, matanya seolah sedang menelusuri seisi kantin, "Kelihatannya yang lain juga heran tadi Ilham mendadak mendatangi lo, jadi aman karena nggak ada yang sempat ambil foto. Tapi paling nanti banyak yang baper pengen dapat penjelasan langsung dari Ilham juga."
Ana mengangguk mengerti, "Dekat dengan cowok populer tuh sungguh merepotkan ya?"
"Ana dekat juga dengan Arka kan? Tapi gue pikir dekat dengan Ilham nggak bisa disamakan kayak lo dekat dengan Arka," ungkap Rahma sambil menatap Ana dengan serius, "Arka bisa dinikmati dengan dilihat aja, tapi Ilham nggak. Aksi bully kemungkinan bisa terjadi jika adegan baper kayak tadi terus berlanjut."
Ana mengerti maksud Rahma yang mengatakan Arka bisa dinikmati hanya dengan dilihat karena memiliki wajah tampan, lalu Ilham tidak bisa melakukan hal serupa karena yang membuatnya terkenal adalah faktor suara.
Tapi kenapa Rahma mengategorikan aksi penjelasan tadi sebagai adegan baper? "Nggak sampai harus ada bully juga kali, Ra. Peraturan sekolah sangat ketat untuk mencegah agar hal itu nggak terjadi."
"Walau nggak ada peraturan yang melarang melakukan bullying sekalipun, lo tetap aman, An. Nggak ada yang cukup bodoh mau dibenci oleh semua anak basket plus berurusan dengan anggota karate."
"Gara-gara Arka yang seenaknya menyebarkan rumor mengenai gue punya back up anggota ekskul basket dan anggota karate yang melindungi, gue dikatakan sangat aman dari semua aksi bullying. Kan lebay bangat," ucap Ana yang merasa penilaian ini terlalu dibesar-besarkan.
Meski dekat dengan anggota basket, tidak berarti mereka peduli pada Ana. Dan walau punya semacam koneksi dengan anggota karate, bukan berarti mereka mau melindungi jika Ana mendapat masalah.
Rahma justru tertawa melihat ekspresi merengut Ana, "Tapi benar kan? Sepupu lo kan pelatih karate di sekolah, dia bisa menghubungi salah satu anggotanya untuk melindungi lo. Dan banyak siswi yang juga nggak mau sampai dibenci sama anak-anak basket."
Ana semakin cemberut. Ucapan Rahma memang benar, tapi tetap saja terdengar begitu berlebihan. Kesannya dia menjadi satu-satunya siswi yang sangat aman dan selalu terlindungi kapan pun.
"Tapi nggak apa-apa kan? Meski lo dan Ilham lagi PDKT, semua bisa berjalan aman dan lancar tanpa gangguan dari pihak ke tiga."
Kenapa ujung-ujungnya malah salah paham lagi? Ana memijit pelipisnya yang terasa pusing, "Gue nggak melakukan pendekatan apapun dengan Ilham, Rahma."
Rahma mengangguk paham, "Jadi Ilham yang lagi PDKT?"
Kenapa malah dibalik? Mana mungkin cowok alim seperti Ilham mau melakukan pendekatan spesial ke Ana. Masih banyak cewek lain yang alim dan juga cantik yang bisa dipilih, "Jangan diputar balik deh, dan juga berhentilah menebak-nebak hal yang mustahil."