Mulai sekarang, Giavana tak lagi berani melakukan kegiatan jogging sendirian, kecuali ditemani. Siapapun, tak apa, asalkan menemani dia. Kalaupun tak ada orang yang dia kenal, dia bisa menyewa orang asing hanya untuk menemani dia jogging.
Untung saja Gauzan bisa dibujuk sekaligus dipaksa juga untuk menjadi teman jogging Giavana.
Seperti pagi ini.
"Sialan kau Gi! Aku masih ngantuk, kampret!" rutuknya dengan wajah yang benar-benar menyedihkan ketika dia sudah berada di depan rumah gadis itu. Sedangkan tanggapan Giavana malah tertawa kecil.
Tadi subuh dia terus ditelepon Giavana hanya untuk dipaksa menemani jogging. Dia yang biasanya bangun di jam 7 harus terseok-seok ke rumah Giavana di jam setengah 6 pagi.
"Hihi! Tenang saja, zeyenk … nanti pasti akan aku kasi makan Jeki, sekaligus majikannya." Giavana tak mau tahu dan langsung naik ke boncengan. Dua tangan di bahu Gauzan dan menepuk sekali untuk mengisyaratkan dia sudah siap.
"Hghh … ini pasti karmaku jelek di kehidupan lalu." Gauzan mengeluh sembari menyalakan mesin Jeki. Terbatuk sekali saja dan langsung mulus ketika diajak meluncur ke GOR dekat rumah Giavana.
Ketika mereka sudah berbelok keluar dari gang rumah Giavana, terlihat mobil hitam yang sedari tadi parkir di depan rumah kosong segera bergerak perlahan mengikuti motor butut Gauzan.
Bahkan ketika sudah sampai di GOR, di track jogging pun, pergerakan Giavana dan Gauzan tidak terlewat dari pantauan mata seseorang. Siapa lagi kalau bukan Gyarendra. Kali ini, dia tak mungkin keluar dari persembunyiannya dan tetap terlindungi dengan topi serta kacamata hitam besar. Belum lagi jaket dan celana panjang hitam, benar-benar seperti spionase sedang mengamati mangsanya.
Sementara itu, yang diamati tidak tahu dan hanya sibuk bercanda sembari berlari. Tentu saja berbeda raut wajah. Yang satu berlari dengan wajah sumringah, sedangkan satunya berlari asal-asalan disertai wajah penuh keluhan.
"Ayolah, Zan! Yang serius larinya, woi! Jangan kayak bebek begitu …." goda Giavana sambil berlari kecil di dekat Gauzan yang malas lari.
"Bebek ginjal kau kendor!" rutuk Gauzan. Dia mulai memburaikan banyak sumpah-serapah yang justru membuat Giavana tertawa geli. Mereka terus saja berlari asal-asalan tanpa menggubris tatapan heran orang-orang di sana. Pasti mereka berasumsi si pemuda dipaksa pacarnya untuk jogging. Ya, memang benar.
Saking hebohnya Giavana mencandai Gauzan yang kesal, dia sampai tak menyadari seseorang yang berlari melewatinya dengan pakaian serba hitam, berikut topi dan kacamata. Orang itu berlari beberapa kali tanpa Giavana sadar bahwa dia sedang diawasi secara dekat saat ini.
Ya, Gyarendra memutuskan untuk ikut lari saja dengan penyamarannya, karena ingin memastikan sendiri apakah kedua orang itu bermesraan seperti layaknya kekasih baru yang jogging.
Ternyata tidak!
Ini sedikit mengherankan bagi Gyarendra. Setiap dia melewati kedua orang itu, mereka sedang berdebat tanpa ada sikap mesra satu sama lain. Giavana banyak menertawakan Gauzan dan Gauzan lebih sering cemberut atau melantunkan kata makian yang ditanggapi tawa lebih keras dari Giavana. Lebih nampak bagai sahabat ketimbang pacar.
Setelah beberapa putaran mengikuti Giavana dan Gauzan, akhirnya Gyarendra tiba pada kesimpulan bahwa keduanya tidak sedang berpacaran. Bukan seperti itu tingkah sepasang kekasih, apalagi yang baru saja meresmikan hubungan.
Dia masih ingat ucapan tunangannya kemarin ketika dia gagal menemui Giavana untuk meminta maaf. Magdalyn berkata bahwa dia dengar dari adiknya bahwa si adik sudah resmi menjalin hubungan dengan Gauzan.
Bu Jena waktu itu juga sedikit kaget dengan pernyataan Magdalyn. Itulah kenapa Gyarendra membombandir kalimat kepada tunangan dan calon mertuanya di ruang tamu bahwa dia bukannya arogan pada Gauzan, tapi sekedar ingin Giavana mendapatkan lelaki yang pantas. Lelaki sepertimu, maksudnya, Ren?
Yang tidak dia sukai dari pengamatan—jika tak boleh dikatakan penguntitan—dari acara jogging pagi ini adalah kostum lari Giavana yang terlalu terbuka menurut Gyarendra.
Dia sangat cemburu dan tak rela jika kulit mulus dan halus Giavana dipaparkan di depan umum, terutama di depan Gauzan yang bukan apa-apanya Giavana.
Tapi, dia bisa apa? Tak mungkin dia muncul di depan gadis itu hanya untuk menegur akan pakaian yang dikenakan.
Gyarendra tidak memerlukan banyak kesimpulan dari jogging pagi ini. Sudah jelas Giavana dan Gauzan tidak berpacaran meski mengakunya begitu. Bohong pastinya.
Maka dari itu, dia pun meninggalkan tempat itu sebelum ketahuan Giavana. Sebentar lagi ada pertemuan penting dengan seorang klien di pagi ini, dia tak mau terlambat.
-0—00—0-
Di hari lainnya, ketika Giavana sedang berjalan-jalan di akhir pekan bersama Gauzan dan juga Nada beserta Widad, empat orang itu makan di sebuah restoran fastfood keluarga.
Tentu saja anak buah Gyarendra telah melaporkan penguntitan mereka semenjak Giavana keluar dari rumah, sehingga Gyarendra bergegas keluar dari rumahnya untuk menuju ke mall yang dimaksud anak buahnya.
Ketika dia bersembunyi di sudut yang aman untuk mengamati kelompok Giavana, dia lagi-lagi melihat bahwa interaksi antara Giavana dan Gauzan sangatlah tidak menampakkan aroma pasangan kekasih.
Yang ada, Giavana justru saling suap dengan Nada yang duduk di depannya. Gauzan sibuk mengobrol dengan Widad dan seperti tidak terlalu memerdulikan Giavana.
Sudah sangat jelas seperti matahari jam 12 siang, bahwa keduanya tidak berpacaran! Betapa leganya perasaan Gyarendra setelah dia membuat kesimpulan yang lebih jelas mengenai apa yang menumpuk sesak hatinya beberapa hari lalu.
Kini, Gyarendra bisa lebih tenang. Silahkan saja Giavana terus bersandiwara. Bukan hanya Giavana saja yang bisa berlakon.
Silahkan saja setiap pagi Giavana jogging ditemani Gauzan yang berwajah uring-uringan. Silahkan saja Giavana memeluk pinggang Gauzan di depannya, dia tidak lagi tertipu.
Inilah kenapa ketika dia melihat sendiri ketika Giavana pamit keluar rumah bersama Gauzan, dia memasang tampang datar biasa ketika gadis itu memeluk erat dan mesra pinggang Gauzan. Bahkan dia membalas senyum mengejek Giavana ke dirinya.
Dia bisa melihat tatapan heran Giavana ketika motor Gauzan melaju pelan meninggalkan depan rumah. Ha! Kau pasti bingung, kan? Gyarendra menertawakan wajah heran Giavana dalam hati.
Di pihak Giavana, dia memang cukup heran ketika wajah Gyarendra terlihat datar dan santai melihat dia memeluk pinggang Gauzan, bahkan membalas senyum mengejek dia. Ini sungguh berbeda dengan yang biasanya ditunjukkan Gyarendra jika melihat dia dan Gauzan.
Dalam hati, Giavana bertanya-tanya, apakah ini artinya Gyarendra sudah menyerah akan dirinya? Apakah lelaki itu akhirnya sadar untuk mundur dan tidak lagi akan mengganggu dia?
-0—00—0-
Suatu siang ketika Giavana sedang jalan-jalan berdua saja dengan Nada di sebuah mall untuk mencari baju, dia harus ke kamar kecil mall karena tak bisa lagi menahan ingin berkemih.
Nada pun berkata akan menunggu di butik di dekat lorong kamar kecil.
Ketika Giavana sudah selesai menuntaskan 'sabda alam'nya, dia melangkah santai keluar dari biliknya.
Namun, alangkah kagetnya dia ketika menjumpai Gyarendra sudah ada di depan pintu bilik, menungguinya.