Wanita Petapa memakai jubah itu menangis di dekat tubuh temannya yang sudah kaku, ia tidak tahan merasakan puli yang terus-menerus mencabik hatinya. Lantas dengan niat kuat, sambil menahan tangis ia terbang menerobos langit yang kacau ke Kutub.
Ia menangis karena murka dan takut serta prihatin: murka terhadap dirinya sendiri karena tidak bisa menyelImatkan temannya, dan ia bersumpah akan membalaskan kematiannya, takut terhadap apa yang sedang terjadi atas tanah tercintanya, dan prihatin ... Ia akan menghadapi keprihatinan nanti setiba di tujuan.
Setiap awan pucat ia terjang dengan kecepatan penuh, sesekali ia menunduk untuk memandang es yang mencair di puncak-puncak gunung, mengakibatkan hutan-hutan di dataran rendah terendam air bah, laut yang terus meluap meluap, dan hatinya semakin merasa pilu.