Chereads / DUNIA ANGEL / Chapter 16 - Bertemu Sesepuh Desa

Chapter 16 - Bertemu Sesepuh Desa

Angin berhembuh pelan mengoyangkan setiap dedaunan serta sarang laba-laba yang mengelayut disetiap dahan. Suara burung hantu terdengar merdu dari dalam hutan, mengema kesegala penjuru, sebagai tanda sudah semakin malamnya dunia. Tetapi berbeda dengan para manusia di desa X. Mereka masih asyik menikmati malam di tepi empang untuk memancing, walau ikan belum tentu dapat, malah tubuhlah yang masuk angin.

Kami dalam perjalanan pulang untuk mengistirahatkan diri. Langkah kaki menapaki jalan setapak menimbulkan bunyi gesek seperta memerut kelapa. Aku masih penasaran pada kejadian itu, pikiranku berebut dengan psekulasi pasalnya setelah upacara pembersihan, sudah dipastikan tidak ada lagi yang menempati rumah itu. Dan kami berani menjaminnya. Namun sekarang berbeda. Telah terjadi sesuatu yang tersembunyi di rumah itu.

Aku bertanya kepada Pak Dika, "Pak, sejak kapan rumah itu dikosongkan?" langkahnya terhenti. Beliau menunjuk ke sebuah warung kopi pinggir empang, "Kita duduk disana dudu, Nona. Ada urusan sebentar yang ingin saya selesaikan."

Warkop pingir empang sangat ramai. Pelangannya sebagian besar adalah laki-laki dewasa dan anak-anak. Mereka bercengkrama, ada juga asyik memancing di empang, namun tidak mendapatkan hasil setimpal dengan waktu yang direlakannya. Aku tidak menyukai kopi seperti halnya mereka, menurutku kopi hanya sebagai minuman candu.

Kebanyakan orang menyukainya karena dogma pecandu kopi. Konon kopi dapat mencegah depresi. Aku memang sempat ikut percaya, karena di dalam kopi terdapat kandungan antidepresan yang mampu mencegah depresi. Selain itu, orang yang rutin mengonsumsi kopi juga lebih mungkin terhindar dari risiko bunuh diri akibat depresi.

Kata teman-temanku, aku orangnya pelupa dan mereka menganjurkanku untuk rutin minum kopi. Memang benar kata mereka. Kafein di dalam kopi dapat meningkatkan daya ingat. Fungsi kafein mampu meningkatkan kemampuan otak dalam menyimpan memori jangka panjang.

Ada juga yang bilang kalau kopi dapat mencegah penurunan fungsi otak. Menurutnya mengkonsumsi kopi mampu menurunkan risiko terkena penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimenr, demensia, dan penyakit Parkinson.

Bahkan dalam sedikit bacaanku, mengkonsumsi kopi dalam jangka panjang dapat memperlambat proses penurunan fungsi otak akibat penuaan. Pantas saja orang yang rajin meminum kopi wajahnya tampak berseri.

Tetapi dibalik kenikmatan dan segudang manfaatnya, aku tetap engan meminum kopi. Aku mengalami berbagai rentetan ketidak nyamanan bersama kopi. Aku mengalami sulit tidur, gelisah yang muncul ketika mengkonsumsi kopi secara rutin. Atau bisa dibilang berlebihan, karena pekerjaanku sangat banyak.

Pasalnya, kafein yang terkandung dalam kopi dapat menghalangi pelepasan hormon adenosine atau hormon rasa lelah di otak. Sehingga membuatku sulit untuk merasa tenang untuk beristirahat. Seharian rasanya ingin terus terjaga dan bekerja. Ini perlahan membuatku menderita.

Di tambah nyeri perut. Mungkin sebagian orang tidak mengalaminya, mereka yang memiliki lambung tebal, masih pagi baru bangun tidur langsung ngopi, konon untuk meningkatkan produktifitas. Tapi pahamilah, kopi memiliki efek merangsang pelepasan asam lambung, sehingga bila dikonsumsi secara berlebihan, dapat menyebabkan sakit perut.

Selain sakit perut, mengonsumsi kopi secara berlebihan juga dapat memperburuk kondisi penyakit asam lambung atau GERD, yang akan menimbulkan keluhan berupa nyeri ulu hati.

Aku sempat opname di RS karena kopi. Pasalnya setelah mengalami sakit perut, jantungku berdebar tidak biasa. Kata dokter, kafein dalam kopi lebih cepat merangsang jantung berdetak lebih cepat. Sehingga dia menyarankan untuk batas aman mengkonsumsi kopi untuk pria dan wanita dewasa adalah empat cangkir per hari, dengan kandungan kafein sekitar empat ratus mg.

Sementara untuk wanita hamil, batas konsumsi kopi yang aman hanya dua cangkir per hari, dengan kandungan kafein tidak melebihi dua ratus mg.

Pak Dika memesan kopi hitam tubruk yang dibikin secara manual oleh warga desa X. Aromanya sangat mengoda bagi setiap manusia nikmat kopi. Tumbukan kopi sangat halus dan hampir tidak menampakkan ampas saat penyeduhannya. Ketika disruput tidakmembekas di bibir.

Kopi di desa ini cara penyajiannya sangat unik, yaitu kopi yang sudah selesai di seduh diberikan arang panas di atasnya. Konon kepercayaan masyarakat setempat dengan menaruh arang bakar di atas kopi bisa menghilangkan sembelit dan beberapa peradangan lainnya. Tentu saja ini bukan saran dokter.

Aroma seduhan kopi menyebar ke seluruh warung. Aku yang memang sedang menjaga kesehatan memesan wedang uwuh. Ini adalah minuman kesukaanku ketika di penghujung hari, melepas penat dari pekerjaan melelahkan. Wedang uwuh adalah minuman dengan bahan-bahan alami berupa dedaunan rempah. Dalam bahasa Jawa, wedang berarti minuman yang diseduh, sedangkan uwuh berarti sampah.

Sampah bukan sesuatu yang kotor secara harfiah, istilah ini diambil karena banyaknya campuran rempah-rempah di dalam wedang. Wedang uwuh disajikan dalam kondisi panas atau hangat, memiliki rasa manis serta pedas diujung tengorokan. Warna wedang merah cerah dan mengeluarkan aroma harum menenagkan. Rasa pedas berasal dari jahe, sedangkan warna merah karena adanya secang.

Pada awalnya wadang uwuh masih dalam bentuk bahan utuh berupa rempah-rempah asli yang langsung dimasukkan ke gelas, tetapi seiring perkembangan zaman dan kebutuhan akan kepraktisan. Sekarang wedang uwuh sudah dikembangkan menjadi dalam bentuk instan, maupun bentuk celup.

Aku juga sering membuat wedang uwuh di rumah, bahan-bahannya cukuplah mudah seperti Jahe, Kayu Secang, Batang Cengkih, Daun Cengkih, , Daun Kayu Manis, Daun Pala, Kapulaga, Gula Batu atau Gula Pasir, tapi aku lebih suka Gula Batu karena lebih beraroma manis.

Aku sudah lama mengonsumsi wedang uwuh, lebih tepatnya sepulang dari opname. Wedang uwuh memberikan segudang manfaat dan mampu mencegah berbagai macam penyakit seperti mengatasi asam urat, penyakit jantung, menangkal radikal bebas, meningkatkan kekebalan tubuh, mengobati batuh dan pilek.

"Nona, ini wedangnya!" ucap ibu warung sambil menyodorkan minuman melintang dari meja kasir.

"Terimaksih, ibu." Aku segera menikmatinya sedikit untuk menghangatkan tubuh. Malam ini sangat terasa dingin, bulannya bersinar terang yang berselimut bintang, tidak ada gumpalan awan malam ini. Beberapa kelelawar beterbangan mandi sinar bulan, terkadang mereka juga hinggap di pohon jambu dekat warung untuk mencicipi buah segar.

Aku amati mereka dengan baik ketika makan, begitu lahap hingga membuat sisa jambu berjatuhan dan mengenai seorang lelaki tua. Lelaki itu terlihat sudah berusia tujuh puluh tahun namun jalannya masih seperti pria empat puluh tahun.

Perawakanya berjangut putih panjang menjuntai, pakaiannya seperti yang dikenakan masyarakat adat Jawa, beliau juga membawa tongkat untuk menjaga keseimbangan saat berjalan.

Semakin aku perhatikan semakin dekat jaraknya dengan warung. Sejenak aku palingkan pandangan ke hal lain sambil menyeruput wedang, beberapa detik berikutnya aku memeriksa keberadaan lelaki tua, beliau sudah menghilang dan ternyata sudah berada di belakangku.

Pak Dika mengetahui kedatangan lelaki tua itu segera menghampirinya dan bersalaman. Mereka larut dalam pertemuan, beberapa warga lain juga turut bersalaman. Kemudia beliau duduk bersama kami.

"Ibu. Saya pesan kopi hitam tanpa gula," ucapnya sambil membenarkan posisi duduk yang satu meja denganku. "Sekalian telo godok. Ya!" lanjutnya.

Aku memandangi Pak Dika memberinya isyarat atas ketidak tahuanku, tiba-tiba lelaki itu membuka omongan, "Nona sudah lama menunggu? Maafkan saya, tadi harus menghadiri undangan hajatan di kampung sebelah." Aku tidak mengenal beliau tetapi lelaki tua ini seperti sudah mengerti situasi dan kondisiku.

"Nona, ini adalah sesepuh desa X. Saya tadi bertemu beliau saat di hajatan tetanga sebelah rumah dan sedikit menceritakan keberadaan kalian. Tetapi karena beliau ini orang super sibuk, kita hanya bisa menemuinya di jam tertentu seperti sekarang." Pak Dika membuka percakapan sambil senyum-senyum. Aku tidak tahu maksud senyumanya dan memandang jam tangan yang ternya sudah pukul dua puluh malam.