"Nggak Ra! Kamu salah! Cobalah dekatkan diri pada Tuhan! Habis gelap terbitlah terang! Pernah dengar?! Faham maksut nya? Tuhan menciptalan siang dan malam bergantian, Tuhan memberi kita terang meski akan ada gelap yang kita lalui, lalu apakah kau fikir Tuhan tak mampu menggantikan luka mu dengan kebahagiaan yang mungkin tak pernah terbayangkan oleh mu?!" kata Vira sambil meraih dan menggenggam tangan Zara.
"Hidup boleh saja sulit, tapi apa kau harus menyerah dan mengaku kalah oleh keadaan?!" sambung Vira lagi.
Tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipi Zara, namun ia tetap berusaha tegar dan menahan agar tangis nya tak pecah. Vira memahami betul apa yang dirasakan oleh Zara saat ini.
Vira membiarkan Zara menikmati perasaan nya saat itu, karna memang hanya itu cara untuk membantu Zara sedikit mengobati luka nya. Vira memberi ruang untuk Zara merenungi apa yang dikatakan nya tadi.
Vira meninggalkan Zara sendiri di sana. Baginya memang itu yang di butuhkan Zara sekarang. Zara terus memandangi hiruk pikuk aktivitas jalan raya yang ada di depan nya, namun air mata nya terus jatuh membasahi pipi nya.
Tak terasa matahari mulai bergeser dari tempat nya, hari sudah mulai sore. Zara menyudahi renungannya dan bergegas meninggalkan kantin menuju ruangan tempat Radit dirawat lagi.
Di dalam ruangan Radit terlihat masi berbaring, mata nya masi tertutup dengan rapat. Zara mendekati tempat tidur Radit, menarik sebuah kursi dan langsung duduk di samping Radit.
"Kamu tahu Dit? Aku begitu membenci mu! Dan kebencian ini tidak akan pernah berakhir hingga nafas ku berakhir Dit!" kata Zara kepada Radit yang berbaring tak sadarkan diri.
"Kamu tahu Dit, bagi ku kedua orang tua mu adalah malaikat penyelamat yang hadir dalam hidup ku, tapi kenapa mereka membawa mu juga sebagai benca yang menghancurkan seluruh bagian indah dalam hidup ku!" sambung Zara lagi dengan suara yang mulai terdengar sedikit gemetar karna menahan tangis nya.
Entah Radit dapat mendengarkan perkataan nya atau tidak, tapi Zara terus berbicara di samping tubuh Radit yang terbujur tanpa daya. Selama pernikahan mereka Zara tak pernah berbicara apapun kepada Radit, Zara selalu menggap Radit tak ada. Namun saat Radit terbaring saat ini membuat Zara begitu bergairah menyampaikan segala isi hati dan emosi nya selama ini kepada Radit suami nya itu.
"Dan asal kamu tahu Dit, selama ini disetiap hembusan nafas ku, aku terus mengutuk mu karena kehadiran mu dalam hidup ku dan untuk apa yang kau lakukan pada ku Dit! Aku bahkan berharap Tuhan bersedia mencabut nyawa mu sekarang juga Dit! Karna Cuma itu cara ku terbebas dari semua penderitaan ku yang sebabkan Dit!" kata Zara lagi.
Saat Zara sedang meluapkan emosi dan segala isi hati nya pada Radit, tiba-tiba saja keadaan Radit memburuk. Denyut nadi dan detak jantung nya menjadi begitu melemah. Alat monitor jantung nya memberi tanda peringatan bahwa jantung Radit berada dalam keadaan sangat lemah.
Zara melihat ke arah monitor dan memahami segala arti peringatan yang muncul di layar. Zara berdiri dan berjalan ke arah sofa yang ada di ruangan itu. Zara duduk dan perlahan merebahkan tubuh nya di sofa itu. Zara memejamkan mata nya sambil menggenggam hp nya seolah tak terjadi apa-apa.
Zara berharap Radit akan mati saat itu juga. Namun tiba-tiba terdengar pintu ruangan di buka yang ternyata itu adalah Kenedi dan istrinya. Kenedi yang melihat keadaan Radit langsung bergegas berlari memanggil dokter meminta pertolongan.
Sementara Zara memilih untuk tetap berbaring dengan tenang di sofa. Tak lama berselang Kenedi datang bersama dokter dan perawat yang bertugas untuk segera melakukan tindakan pertolongan kepada Radit.
Kenedi meminta istri nya untuk membangunkan Zara yang terlihat tertidur di sofa. Sang istri yang begitu kalut melihat keadaan Radit tak mendengar apa yang di perintahkan Kenedi, ia terus menangis histeris melihat keadaan putra satu-satu nya itu.
"Hanna! Hentikan tangisan mu! Anak ku belum mati! Lebih baik kau hampiri Zara yang sedang tertidur di sana dan beri tahu dia keadaan Radit!" kata Kenedi tiba-tiba membentak istri nya dengan sangat keras.
Hanna sang istri pun terkejut bukan main karna selama puluhan tahun usia pernikahan mereka, ini adalah kali pertama Kenedi sang suami tercinta berbicara dengan nada tinggi kepada nya.
Tanpa sepatah kata pun Hanna langsung menuruti perintah sang suami sebelum ia kembali marah. Hanna langsung bejalan dengan langkah cepat menghampiri Zara yang tampak tertidur begitu pulas.
"Zara! Bangun sayang" Hanna membangunkan Zara dengan sentuhan lembut di kepala Zara.
"Hmmm mama! Maaf maaf ma aku ketiduran ma setelah tadi aku meminum obat sakit kepala ku ma, jadi aku nggak dengar mama dan papa masuk tadi" kata Zara memberi sedikit alasan kepada ibu mertua nya.
"Iya nggak apa-apa sayang, tapi sekarang kita harus menunggu di luar, karna tadi saat kamu sedang tidur keadaan Radit menurun drastis, detak jantung nya sangat lemah, jadi sekarang dokter akan melakukan tindakan pertolongan, dan kita harus tunggu di luar dulu ya sayang" kata Hanna kepada Zara dengan lembut.
Dengan menggandeng tangan Zara, Hanna berjalan keluar ruangan meninggalkan Radit bersama dokter yang akan mencoba menyelamatkan hidup Radit. Kenedi langsung memeluk Zara di depan pintu ruang Radit.
"Kamu sabar ya sayang, papa yakin Radit akan baik-baik saja, papa yakin anak laki-laki papa pasti kuat sayag, dia akan melewati ini semua sayang" kata Kenedi sambil memeluk Zara.
Zara diam dalam pelukan Kenedi, mulut nya terkunci namun air mata nya kembali menetes. Tapi ini bukan lah air mata kesedihan atas keadaan Radit, melainkan ini adalah air mata sedih Zara atas perasaan bersalah nya kepada kedua mertua nya karna ia hanya berpura-pura mengkhawatirkan ke adaan Radit, padahal ia adalah orang yang mendoakan kematian Radit setiap saat.
Kenedi membawa Zara dan Hanna duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruangan. Kenedi, Hanna dan Zara duduk bersama sambil saling menggennggam tangan satu sama lain sebagai simbol untuk memberikan sedikit dukungan kepada satu sama lain agar tetap kuat melewati ini semua.
Zara menyandarkan kepala nya ke dinding yang ada di belakang nya. Air mata nya tak henti-henti mengalir. Melihat kesedihan di wajah Zara membuat Hanna semakin hancur hati nya. Hanna merasa kasihan kepada Zara, karna Hanna berfikir bahwa tangisan Zara karna takut kehilangan Radit.
Setelah dua puluh menit di dalam ruangan Radit, kini dokter dan para petugas perawat yang membantu menyelamatkan Radit akhir nya keluar dari dalam ruangan dengan senyum yang membuat hati Kenedi dan istri nya senang.
"Alhamdulillah pak, buk, kekuatan doa yang begitu tulus untuk pasien, telah menyelamatkan nya, kini pasien sudah kembali stabil, dan saya permisi dulu" kata dokter memberikan kabar baik untuk Kenedi dan istri.